Cokelat Indonesia, Riwayatmu Kakao Indonesia komoditas ketiga di dunia

0
2,444 views

Naik Turun Komoditi Kakao Indonesia

Selama 35 tahun, Indonesia telah menduduki posisi ketiga sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Hampir 500 tahun yang lalu tanaman kakao pertama kali masuk ke Indonesia. Sejak itu perkebunan kakao di Indonesia berkembang pesat berusaha untuk memenuhi kebutuhan kakao di pasar internasional.

Konsumsi per kapita produk eokelat di dalam negeri masih tergolong sangat rendah, masih di bawah negara- negara lain. Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, produksi kakao di Indonesia mencapai 722 ribu ton/tahun atau setara dengan 18% dari total produksi kakao dunia yang mencapai 4 juta ton di tahun 2012. Namun konsumsi berbahan baku kakao ini yaitu cokelat dalam negeri mencapai 0,3 kg per kapita dari sebelumnya yang hanya sebesar 0,016 kg per kapita. Meski mengalami kenaikan, tapi konsumsi kakao Indonesia masih tergolong rendah.

“Dibandingkan tahun lalu konsumsinya sudah naik 2 kali Lipat, tapi masih jauh dibanding Swiss yang mencapai 15 kg perkapita atau Malaysia dan Singapura yang hampir mendekati 1 kg per kapita,” katanya di Jakarta, (13/1/2014). Hal yang sama tentang konsumsi cokelat disampaikan Pengamat Pakar Kuliner Indonesia Ari Parikesit. “Bertahun-tahun Indonesia menjadi salah satu produsen utama kakao di dunia. Namun belum banyak produk cokelat siap konsumsi lokal yang inovatif mengemas dan menjual coklat ke masyarakat luas,” ujar Arie di Cimory Riverside, Puncak Bogor.

Demikian juga diungkapkan Direktur Coklat Choeomory, Axel Sutianto. la mengaku cukup miris mengingat Indonesia memiliki pohon kakao terbesar namun konsumsi cokelat masyarakat kalah jauh di banding Malaysia atau Singapura. Konsumsi cokelat masyarakat Indonesia merupakan salah satu terendah di Asia.

“Malaysia atau Singapura bisa satu kilogram pertahun, kalau Indonesia hanya 0,3 kilogram perkapita pertahun. Swiss yang dikenal negara coklat sampai 15 kilogram itulah rahasianya. http://www.republika.co.id/,20-01- ?2015.

Menurut Zulhefi konsumsi kakao di dalam negeri bisa ditingkatkan seiring dengan banyaknya investor asing di sektor pengolahan kakao yang masuk ke Indonesia. “Banyak investor yang berminat membuka industri setengah jadi dan industri makanan jadi di Indonesia, karena konsumsi dan demand kita naik terus. Ekonomi kita cukup bagus diantara negara Lain dengan growth 6%,” tambahnya.

 

“Malaysia atau Singapura bisa satu kilogram pertahun, kalau Indonesia hanya 0,3 kilogram perkapita pertahun. Swiss yang dikenal negara coklat sampai 15 kilogram itulah rahasianya. http://www.republika.co.id/,20-01- 2015.

Nah, untuk meningkatkan produksi biji kakao ini dibutuhkan tenaga penyuluh petani untuk mengajarkan cara merawat tanaman kakao yang bogus sehingga produksi bisa naik 2 kali Lipat. Kuncinya, kata Zulhefi, memangkas dan merawat tanaman kakao sesuai standar. Selama ini kedua hal itu kurang dilakukan. “Jika program penyuluhan ini berjalan, diperkirakan produksi kakao bisa melonjak 700 – 800 ribu ton. Bila produksi kakao mampu mencapai angka tersebut, industri kakao akan aman sehingga tidak mengganggu bahan baku,” jelasnya. http://www.neraca.co.id/, 15-01-2014.

Tahun 2016 Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi mengaku tidak akan soma dengan 2015 karena belum ado upaya pemerintah untuk menggerakkan petani dengan cara yang tepat don metode yang benar. Sedangkan dari segi harga, dengan kondisi harga tinggi selama dua tahun terakhir, kemungkinan harga kakao untuk kembali menguat akan sangat sulit. Ada tendensi hargajustru turun jika ekonomi tidak membaik. Bagi petani kakao, seandainya produksi tidak naik dan harga turun, pendapatan mereka akan berkurang. Dengan demikian akan membuat petani beralih Lagi ke komoditi Lain.

Menurutnya, walaupun industri kakao sudah ada di negeri ini, tetapi industri pengolahan kakao tersebut tidak berkontribusi besar terhadap peningkatan harga petani. lndustri juga kesulitan karena harga produk olahannya saat ini susah dijual. Mereka kesulitan mendapatkan bahan baku biji kakao. Sehingga memaksa mereka untuk impor dengan harga yang Lebih mahal. Kondisi ini pun menurutnya tidak menguntungkan bagi industri pengolahan. (Bisnis, 7-1- 2016).

Produksi biji kakao tahun 2017 diperkirakan mencapai 375.000 ton. Hal itu dapat terealisasi apabi a cuaca sepanjang tahun ini normal. Zulhefi Sikumbang mengatakan, produksi kakao terus menurun dari tahun 2009 hingga tahun 2015. Meskipun, pernah mengalami puncak produksi pada tahun 2016 mencapai 650.000 ton. “Produksi biji kakao tiap tahun terus menurun, di satu sisi kebutuhan terus meningkat 3%-4% setiap tahun,” ujar Zulhefi.

Berdasarkan data Askindo, pada tahun 2009 produksi biji kakao mencapai 542.075 ton, tahun 2010 turun menjadi 557.596 ton, tahun 2011 anjlok 460.809 ton, tahun 2012 sebesar 452.606 ton, 2013 sebanyak 444.035 ton, tahun 2014 368.925 don tahun 2015 naik sedikit menjadi 377.000 ton. Zulhefi menjelaskan, cuaca basah yang terjadi tahun Lalu cukup baik bagi tanaman kakao, hujan yang terlalu banyak juga patut diwaspadai serangan homo penyakit busuk buah kakao karena dapat merontokkan bunga don bisa membuat biji yang sedang tumbuh menjadi busuk. Dia memprediksi tahun ini dengan asumsi cuaca akan biasa – biasa saja, maka produksi akan membaik dari tahun Lalu mencapai 375.000 ton. “Produksi sulit diprediksi karena tanaman kakao sensitif terhadap perubahan cuaca.

Soot ini kondisi harga biji kakao di tingkat petanijuga mengalami penurunan yakni sekitar Rp 30.000 per kilogram (kg), dibandingkan bulan sebelumnya sekitar Rp 40.000 per kg. “Pendapatan petani kakao rendah hanya Rp 15 juta per tahun. Sementara petani jagung dapat penghasian Rp 20 juta, maka petani kakao mulai beralih tanaman Lain yang Lebih menguntungkan.

Dara Askindo menunjukkan Luas Lohan tanam kakao yaitu 1,3 juta ha dan 95% dikelola oleh petani. Padahal, sebelumnya sempat menyentuh 1,6 juta ha. Penyusutan Luas areal kakao Lantaran banyak kebun dikonversi menjadi tanaman Lain seperti kelapa sawit, jagung, karet dan cengkeh. Kondisi sebagian besar pohon petani cukup memprihatinkan karena sudah berusia sangat tua. “Hampir 70% tanaman kakao petani berusia tua dan banyak di antara mereka yang sekarang mengabaikan tanamannya karena produktivitas rendah. Rata-rata produktivitas petani itu 400 – 500 kg perha pertahun,” ujar Zulhefi. www.agrofarm.co.id.

Sumber : https://id.wikipedia.org/;T. H. S. Siregar, S.Riyadi, Nuraeni. L. Coklat; Pembudidayaan, Pengolahan, Pemasaran, http://cyber-farmer.blogspot.co.id/; http://www.neraca.co.id/;?Bisnis,http://www.republika.co.id/. www.agrofarm.co.id.