Mengapa Dan Apa Kewirausahaan?

0
5,212 views

KOMUNITA JUNI 2013.15jpgMengapa seorang entrepreneur dapat lebih tangguh dari yang lain? Kuncinya pada etos bisnis, yaitu keyakinan yang kuat dan mendalam mengenai nilai penting dari bisnis yang ditekuninya. Seseorang dengan keyakinan bahwa bisnisnya bermakna penuh bagi hidupnya, maka ia akan berjuang lebih keras untuk berhasil. Berbeda dengan seseorang yang menganggap bisnisnya sebagai alternatif mencari uang, bila menemui kesulitan, akan dengan cepat meninggalkannya untuk mencari alternatif baru yang diharapkan lebih mudah. Etos bisnis sering dikaitkan dengan kepercayaan, mulai berkembang setelah Max Weber mengajukan tesisnya mengenai Protestan Ethic dalam kaitannya dengan pertumbuhan kapitalisme, yaitu living to work instead of working to live.

Kemudian bermunculan pendapat lain yang memperjelas tesis tersebut, seperti Robert N. Bellah dengan konsep Tokugawa Religion, Clifford Geertz dengan Peddlers and Princes dan Peter Grant dengan Islamic Roots of Capitalism. Sikap hidup inilah menurut Yoyon Bahtiar Irianto menjadi etika kerja yang berlaku di negara-negara maju. Seorang pelaku bisnis sejati tidak takut melarat untuk sementara, karena ia yakin melalui usahanya ia akan menjadi kaya di belakang hari. Karena itu.
seorang pelaku bisnis selalu memiliki kesediaan untuk menunda kesenangan sementara, demi kebahagiaan yang lebih besar. Penundaan kesenangan (deference of gratification) adalah selaras dengan sikap hidup hemat dan tidak konsumtif.

KOMUNITA JUNI 2013.14jpgMari kita patahkan mitos yang mengatakan bahwa menjadi wirausahawan adalah proses panjang dari seleksi alamiah, sehingga sosok wirausahawan sukses itu adalah orang yang berusia lanjut dengan wajah lelah didera perjuangan hidup. Sekarang kita melihat, sejak kecil anak-anak dididik dengan pengarahan untuk memiliki tujuan yang jelas untuk diharapkan menjadi apa nantinya. Ada investasi dan perhatian yang diberikan,
sampai anak-anak tersebut semua menjadi orang sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Konsepnya adalah pola pertanian atau industri yang diarahkan, dibimbing dan disemangati, sehingga berkembang sehat menjadi sesuatu yang direncanakan.

Karena itu, pengarahan jangan berupa profesi yang dianggap memberikan jaminan (security), bukan sesuatu yang menjanjikan kesempatan atau peluang (opportunity). Sehingga tujuan hidup menjadi pegawai atau profesional seperti pegawai negeri, dokter, pilot, insinyur, pengacara dslb menjadi seolah tuntutan dan kebanggaan orang tua, yang hanya melahirkan generasi ‘security seeker’! Tidak heranlah apabila kenyataannya hanya kurang dari satu persen saja dari masyarakat Indonesia yang konon berkeinginan menjadi wirausahawan, atau pencari peluang (opportunity seeker).

Mengapa tidak mengarahkan anak-anak menjadi wirausahawan atau pemilik Rumah Sakit dan mempekerjakan banyak dokter?, atau wirausahawan Real Estate yang mempekerjakan banyak arsitek? atau bahkan wirausahawan Pesawat Terbang atau pelayanan penerbangan misalnya? Yang Yang tentu saja akan memerlukan banyak tenaga pilot/penerbang. Karena itulah, pengembangan jiwa wirausaha menjadi sesuatu yang masih merupakan tantangan kedepan. Indonesia masih memerlukan banyak wirausahawan untuk mengembangkan sumber daya alam yang kini banyak dieksploitasi wirausahawan asing dan sumber daya manusia, yang kini terpuruk dengan gelombang pengangguran yang tinggi.

MENJADI SEORANG WIRAUSAHAWAN

KOMUNITA JUNI 2013.16jpg

Menjadi seorang wirausahawan tidak diperlukan bakat apapun, kecuali kemauan dan kerja keras pantang menyerah. Kegiatan semacam ini sangat memicu keinginan untuk berhasil, memompa semangat. Wirauahawan itu bukan hanyalah seorang pedagang, atau orang yang mempunyai perusahaan dan di kenal sebagai wIrausahawan. Wirausahawan adalah orang yang berani menjadi pemula, yang memulai dari aktivitas kelas ringan atau dari aktivitas yang tidak biasa dipikirkan orang lain.
Ia adalah seorang perencana dan pelaksana yang mampu mengorganisir dan mengelola sebuah bisnis baru, mengatasi kendala untuk mendapatkan nilai-nilai guna yang lebih baik dan menguntungkan. Serta mampu membawa aktivitasnya berjalan dan berkembang meskipun tanpa kehadirannya dalam operasional kegiatannya.

Seorang wirausahawan meletakkan dasar-dasar aktivitas dengan sebuah visi jangka panjang, serta mampu membawa iklim perubahan ke dalam budaya organisasinya. Seorang wirausahawan mempunyai kepekaan khusus terhadap peluang yang diciptakan melalui terobosan inovasi untuk mendapatkan nilai tambah (added value). Ia tidak pernah menunggu peluang muncul, tetapi menciptakan adanya peluang dari pengamatan jeli terhadap perubahan, yang dapat diterapkan secara sistematis dalam tindakan nyata berupa bentuk produk atau jasa yang dibutuhkan orang banyak.

Menjadi karena mengalami. Hampir sama dengan ilmu bela diri atau profesi ketrampilan lainnya, wirausaha lebih tepat disebut sebagai seni wirausaha karena selain ilmu memerlukan latihan yang banyak untuk bisa menguasai kiatnya dengan tepat. Karena itulah muncul anggapan bahwa ilmu wirausaha diturunkan sebagai bakat, dipelajari sejak kecil dari pengalaman yang dimulai sebagai magang. Pada hal banyak juga yang ditimba dari pengalaman pernah bekerja pada bidang aktivitas tertentu, kemudian menemukan kiat-kiat sukses dan berani memulai usaha sendiri.

Dari banyak kasus orang-orang yang menjadi wirausaha, karena keberaniannya untuk mencoba terjadi karena banyak alasan. Apakah itu karena telah terbiasa dengan lingkungan usahanya dari pengalaman keluarga, belajar atau terpaksa menjadi wirausaha melalui perjuangan penuh tantangan menghadapi seleksi alamiah. Apapun alasannya, bila telah menjadi atau melakukan, maka seseorang akan berusaha untuk terus belajar dari pengalamannya untuk menjadi lebih baik.

Kewirausahaan dalam Konteks Organisasi Pemerintah Kewirausahaan di lingkungan organisasi pemerintah mulai populer pada tahun 1992, ketika David Osborne dan Gaebler mempopulerkan sepuluh prinsip menata ulang birokrasi pemerintahan (Reinventing the Government) yaitu pemerintahan katalis, pemerintahan milik masyarakat, pemerintah yang kompetitif, pemerintahan yang digerakan oleh misi, pemerintah yang berorientasi hasil, peme rintahan berorientasi pada pelanggan, pemerintahan entrepreneur, pemerintahan antisipatif, pemeritahan desentralisasi dan pemerintahan berorentasi pasar.
Terkait dengan kewirausahaan maka perlu disoroti tiga hal. Pertama, Pemerintahan yang berorientasi pelanggan; memenuhi kebutuhan pelanggan (baca rakyat), bukan birokrat, dengan mendengarkan suara dan aspirasi rakyat, termasuk keluhan dan kritik pedas mereka sekalipun.

Kedua , Pemerintah entrepreneur ialah pemerintahan yang menghasilkan ketimbang membelanjakan. Pesan penting yang tersirat dari prinsip ini, bahwa organisasi harus dijalankan dalam perspektif “investasi”.
Menurut Osborne & Gaebler, istilah investasi? tidak dimaknai secara sempit sebagai cara mendatangkan uang? akan tetapi harus dimaknai sebagai aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan menyimpan? Membelanjkan anggaran untuk organisasi, harus dalam kerangka investasi, kendati secara langsung tidak rnenghasilkan uang. Karena itu, hal yang amat prinsipil, pemimpin organisasi harus mampu menjadikan setiap bawahannya,sadar pendapatan? Gaji atau insentif yang diberikan oleh pimpinan organisasi harus mampu mendorong bawahannya untuk menghasilkan uang sebagaimana mereka mengeluarkannya.

Ketiga , Pemerintahan berorientasi pasar dengan mendongkrak perubahan melalui pasar. Birokrasi harus diubah dari pendekatan program menuju pendekatan pasar, dari pendekatan instruksi menuju pendekatan insentif.
Intinya, cara kerja birokrasi harus diubah dari pendekatan program menuju pendekatan pasar, dari pendekatan instruksi menuju pendekatan insentif. Mekanisme pasar akan menciptakan insentif yang menggerakkan orang membuat keputusan sendiri dan karenanya cenderung kompetitif di samping partisipatif. Ke depan, bentuk pemerintahan berorientasi pasar merupakan alternatif yang sulit bisa ditawar karena cenderung responsif terhadap segala bentuk perubahan dan ketidakpastian yang akan menjadi ciri utama zaman ini.
Implikasi terhadap kepemimpinan pendidikan tidak lepas pengaruhnya dari tatanan birokrasi peme rintahan, karena pemimpin organisasi pendidikan ialah pemimpin yang dibentuk dan dilegitimasi oleh sistem pemerintahan. Pada bulan Mei Tahun 2001, pejabat dari tingkat pusat dan daerah menghadiri seminar untuk membahas penerapan berbagai elemen penataanulang birokrasi pemerintahan sebagaimana disarankan Osborne & Gaebler melalui good governance (tata pemerintahan yang baik).