METAVERSE (METASEMESTA) Dunia Terbuka dan Pisau Bermata Dua?

0
695 views

METAVERSE (METASEMESTA)

Dunia Terbuka dan Pisau Bermata Dua?

.

Gonjang-ganjing Metaverse memang menggelikan banyak pihak. Dua bank besar Indonesia PT Bank Negara Indonesia/BNI Tbk. dan PT Bank Rakyat Indonesia/BRI Tbk. telah mengumumkan akan terjun ke kanal realitas virtual yang akan dikembangkan WIR Group dengan sebutan Metaverse Indoneisa. Daniel Surya, Executive Chairman dan CO-Founder WIR Group mengatakan Metaverse Indonesia akan dirancang dengan platform teknologi Artificial Intelligence (AI), Virtual reality (VR), dan Augmented Rality (AR). Metaverse Indonesia akan dibangun dengan tata kelola yang kredibel dan berdasarkan nilai bangsa. Dan pengembangan tahap pertama ditargetkan akan meluncur pada akhir tahun ini, ucap Daniel pada Kontan.co.id.

Sedang pengembangan ekosistem Metaverse Indonesia akan dibangun secara bertahap. WIR Group memperkirakan ekosistem secara keseluruhan akan dikembangkan dalam waktu sekitar lima sampai enam tahun, atau diperkirakan tahun 2027. WIR Group dalam pengembangan ekosistem Metaverse Indonesia selain menggandeng BRI dan BNI, juga menjalin kerjsama dengan lembaga pendidikan Trisakti Multimedia School. Kolaborasi WIR Group dengan Triksakti School of Multimedia atau Sekolah Tinggi Media Komunikasi Trisakti menjadi langkah awal melibatkan dunia pendidikan Indonesia dalam pembangunan Metaverse Indonesia. Satu lagi perusahaan rintisan Metaverse di Indonesia, Shinta VR yang didirikan tahun 2016 telah mencetak ribuan guru dan ratusan duta ‘virtual reality’ sejak tahun 2019. Ratusan sekolah di 34 provinsi Indonesia sudah memanfaatkan karyanya.

.

Apa itu Metaverse?

Merujuk laman https://id.wikipedia.org/wiki/, Metaverse (Metasemesta) merupakan bagian internet dari realitas virtual bersama yang dibuat semirip mungkin dengan dunia nyata dalam dunia internet tahap dua/’next chapter of the internet’. Tegasnya, Metaverse adalah ruang virtual yang dapat diciptakan dan dijelajahi bersama pengguna lain tanpa bertemu di ruang yang sama. Metaverse memungkinkan penggunanya mengakses lingkungannya sambil tetap sadar akan dunia nyata mereka.

Dalam arti lebih luas, Metaverse sangat mungkin tidak hanya merujuk pada lingkungan virtual yang sioperasikan oleh perusahaan media social, melainkan merupakan seluruh spectrum realitas berimbuh/augmented reality (Smart, J.M., Cascio, J. and Paffendorf, J., 2007). Augmented reality sebagai alat membantu persepsi dan interaksi penggunaannya dengan dunia nyata, dan dapat diaplikasikan untuk indra: pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Augmented reality juga sebagai penggabungan benda-benda nyata dan maya di lingkungan nyata berjalan secara interaktif dalam waktu nyata, dan terdapat integrasi antarbenda dalam tiga dimensi, yaitu benda maya terintegrasi dalam dunia nyata (Azuma, Ronald T., August 1997).

Kisahnya, Metaverse pernah menjadi topik pembicaraan 16 tahun lalu pada Metaverse Roadmap Summit pertama yang digelar Mei 2006. Satu tahun kemudian, tahun 2007, organisasi nirlaba Accelerating Studies Foundation (ASF) merilis studi tentang Metaverse. Studi tersebut membahas masa depan Metaverse menurut prediksi para akademisi, perusahaan game, para teknisi geospatial, dan media yang ikut serta dalam Metaverse Roadmap Summit.

Berdasarkan laporan tersebut, secara garis besar, ada empat skenario yang mungkin terjadi, yaitu augmented reality, lifelogging, virtual worlds, dan mirror worlds.

Saat itu, augmented reality diartikan sebagai teknologi imersif yang bisa melacak pengguna secara otomatis. Teknologi ini berfungsi membantu pengguna mendapatkan informasi tentang suatu tempat atau suatu benda secara instan. Sementara, lifelogging disebut sebagai pengguna teknologi AR yang fokus pada sisi komunikasi, memori, dan observasi dari pengguna. Teknologi lifelogging, sesuai namanya memungkinkan pengguna untuk merekam segala sesuatu yang terjadi secara 3D.

Sedangkan, virtual world merupakan system untuk mengadopsi elemen social dan ekonomi masyarakat di dunia nyata ke dunia virtual. Mirror worlds adalah teknologi yang akan menampilkan gambar bumi – seperti Google Earth – tapi dilengkapi dengan informasi mendetail terkait tempat-tempat yang ditampilkan. Para ahli memperkirakan, semua itu akan terjadi dalam waktu 10 tahun, yaitu pada 2016. Namun, seperti yang kita ketahui, hal itu tidak terjadi.

Gambar 1. Diagram dari 4 tipe Metaverse

Berjalannya waktu dengan berbagai kemajuan teknologo, serta melalui kejutan di tahun 2021, Metaverse menggema kembali ketika Facebook mengumumkan fokus baru dalam membangun teknologinya dengan menghidupkan Metaverse. Sejak pernyataan tersebut perusahaan Facebook berubah menjadi Meta Platforms Inc. atau Meta dengan konsep barunya dalam internet. Menurut Jesse Alton, CEO dari Open Metaverse, bahwa Metaverse akan bisa direalisasikan. Karena, teknologi yang dibutuhkan untuk membuat Metaverse sudah tersedia, seperti prosesor perangkat mobile dan konsol game yang mumpuni, infrastruktur yang memadai, dan keberadaan headset VR serta cryptocurrency. Apalagi dalam dua tahun terakhir, masyarakat semakin terbiasa hidup di dunia online karena pandemi (https://today.line.me/id/v2/article/oy8qDo).

CEO Facebook, Mark Zuckberg menggambarkan Metaverse sebagai dunia komunikasi virtual tanpa akhir yang saling terhubung, di mana orang dapat bertemu, bekerja, dan bermain menggunakan headset realitas virtual, kacamata augmented reality, aplikasi smartphone, atau perangkat lain, juga akan menggabungkan aspek lain kehidupan online seperti belanja dan media social. Victoria Petrock, seorang analis menyebut Metaverse sebagai evolusi konektivitas berikutnya di mana semua hal mulai menyatu dalam alam semesta “doppelganger” (serupa) yang mulus. Artinya kita menjalani kehidupan virtual kita dengan cara yang sama seperti kita menjalani kehidupan fisik kita,” jelasnya. Dalam Metaverse, orang tidak hanya bisa menggunakan akal, namun juga bisa merasakan emosi, seperti gembira, takut, sedih, terharu, dan sebagainya. Walau memang Metaverse masih dalam fase awal konsep baru, kendati dapat mengubah kehidupan digital menjadi laebih inovatif.

Sebagai internet tahap dua, unsur-unsur Metaverse meliputi: video konferensi, games (seperti Minecraft atau Roblox), surat elektronik, realitas virtual, media social dan live-streaming. Media social tersebut terus berkembangn dan mencakup berbagai lingkungan virtual yang dimediasi computer, serta didorong oleh berbagai teknologi dan ekosistem. Teknologi sebagai jembatan yang mendorong transisi dari internet saat ini ke Metaverse, yakni: Extended Reality, User Interactivity (Human-Computer Interaction), Kecerdasan Buatan, Computer Vision, Edge, Komputasi Awan, dan Future Mobile Networks, Ekosistem Metaverse memungkinkan pengguna manusia untuk hidup dan bermain dalam ranah mandiri, gigih, dan terus berbagi. Namun demikian, ekosistem Metaverse harus benar-benar mempertimbangkan elemen yang berpusat pada pengguna itu sendiri, termasuk: Identitas Avatar, Pembuatan Konten, Ekonomi Virtual, Penerimaan Sosial, Kehadiran, Keamanan dan Privasi, serta Kepercayaan dan Akuntabilitas. Hal inilah yang membutuhkan literasi dan kedewasaan para pengguna dalam mengoptimasi pengembangan, dan penggunaan Metaverse.

.

Pengembangan & Ekosistem Metaverse

Laman Wikipedia menyebutkan Standar teknis pengembangan Metaverse meliputi: standar umum, antarmuka, dan protokol komunikasi diantara lingkungan virtual sedang dalam pengembangan. Kolaborasi dan Kelompok Kerja berusaha membuat standar dan protokol yang mendukung operasional antara lingkungan virtual, termasuk: 1) Dunia Virtual-Standar untuk Kelompok Kerja Komponen Virtual Sistem (P1828), IEEE (2010-Sekarang); 2) Teknologi informasiKonteks dan Kontrol Media-Bagian 4: Karakteristik objek dunia maya (ISO/IEC 23005-4:2011), ISO (2008-Sekarang); 3) Immersive Education Technology Group (IETG), Media Grid (2008-Sekarang); 4) Virtual World Region Agent Protocol (VERAP), IETF (2009-2011); 5) Roadmap Metaverse, Yayasan Studi Percepatan (2006-2007); 6) Proyek Metaverse Sumber Terbuka, (2004-2008).

Metaverse memerlukan infrastruktur mumpuni yang juga disokong oleh banyak perusahaan dari berbagai segmen, mulai dari segmen cloud dan hosting, visualization & digital twin, decentralized infra, artificial intelligence, sampai adtech & marketing. Sebagaimana terlampir.

Infrastructure Metaverse | Sumber: Newzoo

Newzoo membagi ekosistem Metaverse ke dalam beberapa kategori dengan beberapa perusahaan yang mengembangkannya. Pertama, metaverse gateways yang merupakan pintu bagi konsumen untuk masuk ke Metaverse. Segmen ini terbagi dua kelompok, yaitu centralized atau terpusat dan decentralized atau tersebar. Perusahaan yang menyediakan centralized gateways adalah Fortnite, Minecraft, Animal Crossing, Grand Theft Auto Online, Roblox, VRChat, dan lain sebagainya. Sementara platform decentralized gateaway adalah The Sandbox, Decentraland, Somnium Space dan lain-lain.

Dua bagian dari segmen metaverse gateways. | Sumber: Newzoo

Elemen kedua, Avatar & identitas bagian lain dari metaverse. Sesuai namanya, perusahaan yang bergerak di bidang ini biasanya menawarkan jasa untuk membuat avatar atau identitas di dunia virtual. Contoh perusahaan yang bergerak di bidang ini adalah Avatar SDK, The Fabricant, Tafi, dan lain-lain.

Elemen ketiga, user interface & immersion. Banyak perusahaan game dan teknologi yang masuk dalam kategori ini, seperti Samsung, Apple, HP, HTC, Microsoft HoloLens, Xbox, PlayStasion, dan Nintendo Switch.

Elemen keempat, perekonomian. Perusahaan yang masuk dalam kategori ini bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berkaitan dengan pembayaran (seperti PayPal dan WeChat Pay) serta transaksi jual-beli (seperti OpenSea, DMarket, dan Elixir). Dalam kategori ini, juga akan kita temukan perusahaan crypto wallet seperti Metamask dan Fortmatic, serta perusahaan yang bergerak di bidang NFT, seperti Forte, Ultra, dan Maddie’s.

Elemen kelima, sosial yang juga berperan penting dalam Metaverse. Karena itu, perusahaan-perusahaan media social seperti Facebook, LINE, Discord, TikTok, dan lain-lain merupakan bagian dari ekosistem Metaverse. Perusahaan-perusahaan yang membuat game playtoearn atau playto-collect, seperti DeltaTime, dan Exceedme juga berperan tersendiri dalam pengembangan Metaverse.

Sejumlah perusahaan yang menjadi bagian dari ekosistem metaverse. | Sumber: Newzoo

Pada akhirnya, setiap industri cenderung memiliki peluang bisnis di Metaverse. Beberapa industri yang mulai masuk ke Metaverse dan akan menyusul dalam gambar berikut.

Industri yang telah melompat ke Metaverse

Industri yang akan segera menyusul

Sejumlah perusahaan yang memanfaatkan Metaverse. | Sumber: Newzoo

.

.

.

Dunia Terbuka, Juga Pisau Bermata Dua

Bill Gates, pendiri Microsoft dalam blog pribadinya menuliskan perkembangan mengejutkan terkait aktivitas digital, yaitu Metaverse. Metaverse sebagai dunia virtual akan mengubah masa depan model pekerjaan, yang juga didorong oleh pandemi. Di masa depan perusahaan akan lebih fleksibel pada karyawannya untuk bekerja jarak jauh. Pertemuan 2D platform yang digunakan meeting online seperti Zoom atau Teams akan bertransformasi ke Metaverse yang menyajikan secara 3D. Dalam dua atau tiga tahun ke depan, ia memperkirakan sebagian besar meeting virtual pindah dari grid gambar 2D ke Metaverse, ruang 3D dengan avatar digital.

Wakil Presiden platform Omniverse Nvidia, Richard Kerris: “.…. Akan ada banyak perusahaan yang membangun dunia dan lingkungan virtual di Metaverse, dengan cara yang sama ada banyak perusahaan yang melakukan sesuatu di World Wide Web. “Disebutkannya bahwa Metaverse sangat penting untuk terbuka dan dapat diperluas, sehingga kita dapat berteleportasi ke dunia yang berbeda baik itu oleh satu perusahaan atau perusahaan lain, dengan cara yang sama.

Dilansir dari Read Write, Metaverse menjadi dunia terbuka di mana penggunanya dapat berinteraksi dengan lingkungan dan satu sama lain. Fungsi interaksi social ini dinilai penting karena menusia menjelajahi ruang sambil terhubung dengan orang lain. Metaverse disebut akan memungkinkan pertukaran sosial dan budaya dan dapat diintergrasikan secara organik ke dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sementara, Market Insider menyebut kebangkitan Metaverse juga menciptakan peluang investasi baru, mulai dari tanah digital hingga barang-barang desainer digital. Hal ini pun disambut antusias oleh investor dengan kecanggihan cryptosphere.

Dari pandangan dunia usaha pakar di atas, Metaverse menjadi sesuatu yang diharapkan. Dari sudut pelanggan, Survey Newzoo terhadap 5,5 ribu orang di empat Negara: Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Tiongkok menyambut hangat dan menunjukkan ketertarikan terhadap Metaverse. Namun kebanyakan responden masih lebih tertarik menggunakan Metaverse untuk melakukan hal-hal sederhana, seperti berkumpul dengan teman dan keluarga, daripada melakukan sesuatu yang fantastis.

Ketertarikan pelanggan memanfaatkan Metaverse. | Sumber: Newzoo

.

Kendati harapan baru berkembang, namun di sisi lain kehadiran Metaverse juga memunculkan kekhawatiran. Sejumlah pakar memperkirakan masalah yang mungkin muncul. Seperti perbedaan pengalaman yang dialami oleh para pengguna, muncul tentang keamanan dan privasi data. Semakin banyak informasi yang kita unggah ke internet, maka semakin besar pula risiko akan kebocoran data pribadi. Metaverse juga bisa memperburuk masalah mis-informasi dan radikalisasi yang sudah marak karena internet.

John Hanke, CEO dan pendiri Niantic memberikan peringatan bahaya Metaverse. Dia menjelaskan bahwa kita seharusnya menghindari konsep Metaverse yang diangkat dalam novel fiksi ilmiah “Snow Crash” yang digagas Neal Stephenson tahun 1992. Sebagai bagian dari masyarakat, kita seharusnya berharap agar keadaan di dunia nyata tidak menjadi begitu buruk, sehingga kita ingin terus menerus melarikan diri ke dunia virtual. Karena itu, Hanke mengatakan dalam mengembangkan Metaverse, Niantic memutuskan fokus pada segmen “reality” dari “augmented reality”. Artinya, Niantic ingin membuat Metaverse yang justu mendorong para penggunanya untuk pergi keluar rumah dan menjalin hubungan dengan orang-orang dan dunia di sekitar. Hanke menyebut konsep Metaverse Niantic sebagai “real world metaverse”. “Teknologi seharusnya digunakan untuk membuat kehidupan sehari-hari manusia menjadi lebih baik dan bukannya digunakan untuk menjadi pengganti dunia nyata, jelas Hanke”.

Mark Zuckerberg menyebutkan kemungkinan iklan akan menjadi sumber pemasukan Metaverse sama seperti Facebook. Hal ini membuat sejumlah pakar khawatir. Jika Metaverse menjadikan iklan sebagai sumber pemasukan utama, maka berpotensi menciptakan kesenjangan di kalangan pengguna. Pegalaman yang didapatkan pengguna akan tidak sama. Tergantung mereka sanggup membayar atau tidak. Hal ini menimbulkan sejumlah masalah.

Avi Bar-Zeev, pendiri badan konsultan AR dan VR, RealityPrime-dikutip CNN – mengatakan “Saya tidak ingin melihat dunia virtual yang membagi para penggunanya ke dua kelompok, yakni: kelompok berbayar yang mendapatkan pengalaman lebih baik dan kelompok pengguna gratis yang diekaploitasi dengan iklan.” Dia menambahkan bahwa keberadaan Metaverse juga bisa memperparah online harassment. Menurutnya, untuk mencegah hal-hal buruk terjadi di Metaverse, semua pelaku yang terlibat dalam pengembangan teknologi tersebut harus bertanggung jawab.

Metaverse tidak hanya menarik perhatian perusahaan, tapi juga pemerintah Negara. Korea Selatan salah satu Negara yang peduli pada pengembangan teknologi Metaverse. Pada Mei 2021, Korea Selatan membuat aliansi Metaverse yang berisi perusahaan telekomunikasi lokal, perusahaan internet Naver, serta peneliti universitas negara tersebut. Tujuan aliansi untuk mendorong perkembangan platform virtual dan augmented reality, juga bertugas membuat kode etik terkait dunia virtual. Laporan The Register menjelaskan bahwa aliansi Meraverse tersebut ditugaskan mendifinisikan platform Metaverse Korea Selatan. Cho Kyeongsij, Wakil Menteri Sains berharap aliansi Metaverse ini akan mencegah Metaverse agar tidak menjadi lahan bisnis yang hanya dimonopoli oleh salah satu perusahaan besar. Platform itu harus diakses semua pihak yang ingin menyediakan layanan virtual.

.

Rewriter: lili irahali-22 Juni 2022,dari berbagai sumber:

.

.