INVALIDITE

0
1,871 views

INVALIDITE

The Bridge of Perfection

Judul : Invalidite
Penerbit : Kubus Media
Penulis : Faradita
Ketebalan : 404 hlm
Dimensi : 13 cm x 19 cm
Cover : Soft Cover (doff)
ISBN : 978-602-6731-15-9
Berat : 310 gr
Tahun Terbit : 2018

Dunia boleh saja berlaku buruk padamu, tapi itu bukan alasan untuk membalasnya dengan cara yang sama. Ingat saja bahwa setiap orang memiliki gelap dan terangnya masing-masing. Jangan takut melangkah maju hanya karena kamu tidak sanggup merobohkan tembok besar, hanya perlu cari cara untuk melompatinya. Jangan mundur hanya karena kamu berbeda, cukup tunjukkan dirimu berguna bagi orang lain. Jangan malu hanya karena kamu mencintainya, cukup katakan dan beranikan diri menerima hasilnya. hlm 391

————

Buku novel ini menceritakan tentang seorang gadis tegar bernama Pelita Senja, yang dengan keterbatasan fisiknya namun mampu menunjukkan bahwa rasa kasih, menjadi manusia yang bermanfaat dan peduli pada sesama menjadi jauh lebih bermakna daripada sekedar kesempurnaan fisik semata. Selalu berfikir positif pada setiap orang dan keadaan, pandai, dan selalu bersyukur.

 

Dewa Pradipta adalah pewaris tunggal keluarga Pradipta (pemilik kampus tempatnya kuliah), seorang lelaki yang memiliki sisi gelap warna suram dalam hidupnya dan menjadi pemberontak atas ketidakadilan yang terjadi di rumahnya. Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak beralasan, semua ulahnya hanyalah bentuk kekecewaannya pada Kakeknya sebagai satu-satunya keluarga yang dia harapkan untuk dapat percaya ketika dimasa kecil, Dewa Pradipta menyaksikan langsung pembunuhan Ayah dan Ibu nya di depan mata, namun tidak ada seorang pun yang percaya pada kesaksiannya tersebut dan menganggap bahwa dia berhalusinasi semata. Hal itulah yang menjadikan Dewa menjadi sosok pandai meremehkan orang lain, pandai berkelahi, dan menyakiti orang lain.

 

Bahwa kuat bukan hanya soal berdiri tegak melawan angin, tapi juga tentang menunduk mengulurkan tangan. hlm 82.

Dewa selalu terusik oleh pelita yang terpilih menjadi pembimbing studi Dewa, berani memaksa mengatur hidupnya,. Ini tidak jauh dari peran kakeknya yang memutuskan untuk menghentikan kebebasan Dewa yang semakin tidak terkendali, dan menginginkan masa depan yang baik Bagi Dewa sebagai penerus Pradipta. Tentunya, Kakek David salah besar jika berfikir bahwa Dewa akan menurut begitu saja membuat Dewa makin murka.

Dikala semua orang tunduk pada Dewa, bahkan ketika dia berjalan di koridor kampus misalnya, tanpa menunggu perintah apapun mahasiswa lain akan membelah jalan untuk ia lewati. Sementara Pelita dengan tenangnya berjalan menghadapi Dewa dan membalas tatapan tajamnya dengan senyuman. Tanpa menyadari akibat yang bisa menyakiti dirinya, Dewa memulai permainan untuk menaklukan Pelita atas usulan Rendi dan Gerka selaku sahabatnya yang menjadi saksi bagaimana semuanya bermula. Bagi Dewa, Pelita menjadi paket lengkap untuk dapat menyakiti Gilvy, sepupu tirinya (yang selalu melindungi Pelita) dan sebagai bentuk perlawanan terhadap Kakeknya.

Tanpa Dewa sadari, perubahan besar terjadi dalam hidupnya. Dimulai dari kebiasaan baru dia masuk kelas, mulai mengikuti ujian, dan yang terpenting dia lebih memahami arti berbagi kebaikan dengan orang lain sejak Pelita selalu membawanya mengikuti kegiatan anak-anak berkebutuhan khusus dan panti asuhan. Ada perasaan lain yang tergerak, yang dia tidak mengerti apa itu namanya. Melihat anak-anak itu yang meski dengan segala keterbatasannya, tetapi mereka tetap bisa tertawa lepas, saling memeluk, bermain, dan menyayangi. Bahkan tetap semangat menjalani hari-hari disepanjang hidupnya. Diam-diam Dewa tersenyum yang entah kapan terakhir dia tampakkan, dan ini karena kehadiran Pelita. Seperti namanya, pelita yang telah hadir dalam hidup Dewa yang gelap.

Ada hal yang memang sengaja dihadirkan untuk membuatmu jatuh. Untuk kemudian belajar bagaimana caranya bangkit. hlm 86

Perlahan keduanya mulai membagi rahasia masa lalu hidupnya, membagi luka bersama. Pelita yang ternyata menyimpan kesedihan mendalam karena diabaikan ayahnya yang selalu menyalahkan dia karena kematian ibunya, dan menjadi anak yang tak diinginkan ayahnya. Kebersamaan yang terjalin mampu menumbuhkan perasaan lain diantara keduanya. Dewa yang memperlakukan Pelita dengan luar biasa seperti ketika memandang kelumpuhan Pelita bukanlah sesuatu hal yang besar bagi Dewa, hanya Dewa lah yang membuat Pelita merasa menjadi orang yang diinginkan dengan sangat, dan membuat lupa akan rasa rendah diri yang selama ini sebenarnya dia tutupi.

Bila tiba saatnya kamu percaya, maka sudah waktunya kamu mesti belajar menyembuhkan luka. Namanya hati. Ia egois, bergerak sendiri. Memilih tanpa mau mengikuti jikapun seluruh indra memaksa menjauh, tapi hati tetap tahu ke mana harus berlabuh

Sepertinya takdir masih ingin bermain-main dengan mereka, mendapati kenyataan bahwa ternyata Burhan (Ayah Pelita) adalah salahsatu pelaku pembunuhan kedua orangtuanya, membuat titik kebimbangan Dewa yang sebenarnya. Hamparan bayangan beberapa tahun lalu yang selama ini selalu menjadi mimpi buruk Dewa setiap malamnya, Dewa dihadapkan pada pilihan yang membuat kepala rasanya mau pecah, Dewa ingin menegakkan keadilan bagi orangtuanya dan jika itu dilakukan gadisnya akan tersakiti. Namun jika tidak, maka dia akan dihantui rasa bersalah dan ketakutan yang tiada habisnya. Hingga akhirnya pilihan pertama yang diambil dan menjadi penghancur perasaannya sendiri. Melepas dan memperlakukan gadisnya dengan buruk disaat perasaan ingin melindungi begitu kuat terhadap pelita nya, membuat hati dan pikirannya nyatanya berlipat kali jauh lebih menyakitkan.

Tidak cukup sampai disitu, Dewa harus menemukan kenyataan pahit lainnya bahwa dalang semua kepahitan selama ini adalah pamannya sendiri, yang tidak lain adalah Ayahnya Gilvy. Pamannya sendiri yang begitu berambisi akan tahta keluarga Pradipta, yang dengan begitu teganya menjadi otak pembunuhan terhadap kedua orang tua Dewa. Tidak cukup disitu, seakan masih haus untuk membuat Dewa menderita dan hancur selama ini, dia juga ingin merebut kebahagian Dewa dengan merampas Pelita dari sisi Dewa, untuk dia buat menderita.

Dewa yang tidak bisa menahan hanya dengan berada jauh dengan Pelitanya saja, dibuat murka ketika mengetahui bahwa Pelita telah disandera dan dijadikan bahan mainan oleh anak buah pamannya. Tanpa berpikir dua kali, Dewa bergegas melangkahkan kaki ke gudang kosong tempat Pelita disekap. Disini Dewa akan mempertaruhkan segalanya untuk Pelita bahkan nyawanya sekalipun. Tiba di gudang kosong, menyaksikan tampang-tampang penghianatan yang membuat muak. Dewa tidak akan tinggal diam menyaksikan gadisnya diperlakukan seperti ini, luka penuh sayatan dan memar ditubuh Pelita dan dirinya membuat titik nadirnya bergejolak. Meski peluh dan luka telah memenuhi tubuhnya, namun tak mampu menghentikan dia untuk melawan musuhnya. Hingga waktu yang dia nantikan tiba ketika Polisi dan Kakek David datang menyerbu gudang kosong itu, dan membuat Paman dan semua anak buahnya tidak berkutik dan tertangkap tanpa perlawanan berarti.

Semuanya selesai, Dengan langkah lunglai dia mendatangi Pelita. Melupakan cucuran darah segar yang mengalir dari tubuhnya, memeluk gadisnya dan enggan melepaskannya lagi. Semua membaik dan segala kepahitan telah sirna, seiring dengan kata maaf dari Dewa yang telah menyakiti Pelita dengan begitu mendalam.

jika pertemuan selalu berpasangan dengan perpisahan, maka perpisahan hanya boleh terjadi jika kita kehabisan usi. Itu saja. Dewa Pradipta.

Kesempurnaan bukan ukuran sebuah kebahagiaan. Bukan juga cara untuk menilai seseorang. Dengan menerima diri apa adanya dan menghargai orang lain, itu merupakan cara terbaik menentukan diri kamu sebenarnya.

 

Intan Liswandini