Saturday, August 2, 2025
Home Blog Page 72

Talkshow Entrepreuners, Entertain and Charity

Talkshow Entrepreuners, ? Entertain and Charity

Talkshow Entrepreuners, Entertain and Charity Bandung (29/11/14), Dalam kaitan sharing peminatan dan konsentrasi penjurusan di Fakultas Bisnis Manajemen, SEMA Fakultas Bisnis dan Manajemen ? Departemen Kesmapengmas menggelar acara bertema TLC, Talkshow Entertain Charity. Acara yang mengemas Talkshow, Entertaint, dan Charity ini mengundang Owner Jigoku Ramen dan Owner Cosmic Cloth serta 4 dosen Universitas Widyatama berbagi informasi dan pengalaman tentang peminatan penjurusan, serta entrepreneur. Talkshow bertambah meriah dengan kehadiran Sarasvati dan Band Internal. Kolaborasi sajian khas ini merupakan inovasi karya SEMA Fakultas Bisnis dan Manajemen. Tanggapan menarik datang dari Ibu Kartini, seorang tunanetra yang berhasil mendapatkan gelar Sarjana. Dengan membawa rekannya Aceng dan Syifa, beliau menyampaikan tanggapan acara tersebut, Acara ini sangatlah baik, selain mahasiswa mengetahui konsentrasi yang mereka akan jalani, mereka pun mendapatkan suguhan terbaik dari panitia-paniatia yang ramah tamah. Dari sisi charity, panitia memberikan sumbangsih hasil tiket mereka yang terjual laris kepada Yayasan tuna netra tempat Ibu Kartini, Syifa dan Aceng berkegiatan (mkt).

Editorial

Sidang Pembaca yang budiman,

Dari tahun ke tahun kontribusi Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM) cenderung meningkat. Tahun 2012, tercatat 56,53 juta UMKM berkontribusi terhadap produk domestik bruto 59,08 %; serta berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 97,16 % atau

107 juta orang. Sisanya adalah kontribusi usaha besar. Sebagai penyumbang terbesar terhadap perekonomian, dan memiliki daya tahan tinggi terhadap krisis global, UMKM perlu mendapat keberpihakan. Karena pemberdayaan UMKM jelas-jelas mendukung peningkatan produktivitas, penyediaan lapangan kerja yang lebih luas, dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat miskin. Hal ini selaras dengan ungkapan Joseph Alois Schumpeter –ahli ekonomi Amerika: bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh kewirausahaan (entrepreneurship), dimana UMKM termasuk di dalamnya.

Meskipun kontribusi UMKM begitu fundamental, namun kebijakan pemerintah maupun peraturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. UMKM hingga saat ini meng hadapi berbagai permasalahan klasik, seperti: permodalan, pemasaran, produksi dan tek nologi, pengelolaan Sumber Daya Manusia, akses informasi dan jaringan, regulasi dan birokrasi (keberpihakan), infrastruktur, maupun hak intelektual.

Pemberdayaan tentu merupakan upaya yang harus dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri (UU RI No. 20 Tahun 2008). Upaya pemberdayaan tersebut tidak dipungkiri membutuhkan layanan berupa: konsultasi bisnis, pendampingan atau monitoring bisnis, fasilitas akses pembiayaan, pemasaran dan promosi, pelatihan bisnis, networking. Disitulah UMKM membutuhkan peran semua unsur serta stakeholder secara sinergis, termasuk perguruan tinggi (PT). Upaya itu untuk mendorong masyarakat pelaku UMKM lebih inovatif, kreatif dan efisien.

Fungsi PT dalam melaksanakan tri dharma, pengabdian kepada masyarakat belum banyak dirasakan oleh masyarakat, khsususnya UMKM. Padahal PT di satu sisi adalah tempat bertemunya para ahli dari berbagai bidang dan tempat dikembangannya beragam ilmu dan teknologi yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh UMKM. PT dapat terlibat dan bersumbangsih dalam pendampingan UMKM dari sisi teknologi dan inovasi tersebut.

Bagi UMKM, sebagai pelaku usaha dapat menyerap ilmu, teknologi, dan inovasi yang diberikan PT. Sedangkan bagi PT sendiri, pendampingan kepada UMKM dapat menjadi kajian untuk meningkatkan derajat akademik. Sekaligus langkah bermanfaat bagi PT untuk belajar banyak tentang UMKM.

Lebih jauh, kerjasama antar keduanya dapat mensinkronisasikan program kerja yang mewujudkan sinergi. Langkah kongkrit yang dilakukan misalnya bersama-sama menggarap UMKM Center, One Village One Product (OVOP), Desa Mandiri, Cluster UMKM, SDM Kewirausahaan. Menggarap hal itu, PT secara kelembagaan dapat membantu sumber daya di laboratorium, lembaga kajian akuntansi dan perpajakan, lembaga kajian bisnis, pusat kuliah kerja nyata (KKN), dosen, hingga keterlibatan mahasiswa (lihat rubrik utama Komunita edisi #7, 2013).

Dunia usaha, diantaranya melalui peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dikembangkan penumbuhan usaha baru (UMKM) melalui kemitraan dari dana corporate social responsibility (CSR) mereka.

Untuk itu Komunita mencoba memotret model-model upaya riil –walaupun kecil– yang dilakukan para pionir di kota Bandung, yang melibatkan asosiasi industri (KADIN), dunia usaha, serta perguruan tinggi (PT). Sejauh mana, sinergi antara BPPU-Kadin, BUMN dan PT melalui BPPU ?Kadin berupaya memberdayakan UMKM.

Komunita juga menyajikan rubrik lain seputar pendidikan Widyatama, tantangan ekonomi Indonesia menghadapi MEA 2015, ragam yang merupakan olah pikir civitas academica terkait dengan profesi masing-masing. Kali ini ini kami ungkap keindahan permainan layang-layang dalam ideologi dan kehidupan masyarakat Bali. Selain itu, ditengah-tengah persaingan bisnis di era global yang ditandai dengan inovasi dan kreatifitas, kami angkat resensi buku Blue Ocean Strategy karya Kim & Mauborgne yang masih relevan di era ini. Juga tulisan rehat berupa aktivitas Widyatama, inspiring dan komunitas yang diharapkan menambah energi kreatif, serta lifestyle dan wisata Bandung utara untuk relaksasi. Mari kita simak bersama.

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta.

Redaksi Lili Irahali

 

15 UMKM Banten Dilatih Biar Melek Teknologi

15 UMKM Banten Dilatih
Biar Melek Teknologi

Liputan6.com, Serang – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) memberangkatkan 15 pelaku Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) untuk mendapatkan pelatihan inovasi teknologi di Pusat Penerapan Ilmu dan Tekhnologi (Puspitek) Nasional yang berlokasi di Tangerang.
Intinya untuk meningkatkan sistem inovasi daerah. Untuk sekarang meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Biar Banten ini mempunyai daya saing produk daerahnya, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Banten Ali Fadillah, usai pelepasan peserta pelatihan di Banten, Rabu (5/11/2014).
Pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) ini diberangkatkan ke Puspitek agar mereka mendapatkan ilmu dan penerapan tekhnologi tepat guna yang berguna bagi pengembangan dan inovasi hasil produknya.
Pelatihan dan pendampingan UMKM untuk produk inovatif di Business Inovation Centre Puspitek Serpong, terangnya. Pelaku UMKM ini telah memproduksi beberapa jenis produk, antara lain gula aren bubuk, madu, kain tenun baduy, emping singkong, hingga sate bandeng.
Gula aren yang bentuknya bubuk akan dikembangkan lagi biar pengeringannya nggak cuma lewat penjemuran matahari. Dikembangkan juga bagaimana caranya biar sate bandeng itu nggak cepat basi, biar bertahan bisa 1 bulan, jelas dia. Selain makanan dan pakaian, pelaku UMKM untuk pupuk alami pun diikutsertakan dalam pelatihan di Puspitek tersebut. Salah satunya pembuat pupuk kompos dari kotoran kambing.
Kotoran kambing dibawa ke puspitek biar bisa dihancurin jadi bubuk. Biar kotoran kambing itu nggak bulat-bulat lagi, biar jadi media tanam, kata Toton, pelaku UMKM asal Kampung Domba, Kabupaten Pandeglang.

Editorial

editorial agustus 2014

Sidang Pembaca yang budiman,

Tidak bisa terbantahkan bahwa fungsi manusia sebagai makhluk sosial diskenariokan Tuhan agar menjadi warga sosial yang dapat memberi manfaat bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Salah satu upaya membangun kebermanfaatannya tersebut, manusia membangun komunikasi untuk menyatakan pikiran dan perasaannya (pesan) dengan sesamanya menggunakan bahasa sebagai alat.

Komunikasi visual adalah suatu komunikasi menggunakan bahasa rupa berbentuk gra- fis, tanda, simbol, ilustrasi gambar/foto, tipo- grafi/huruf dan sebagainya yang disusun berdasarkan kaidah bahasa visual berdasar ilmu tata rupa dengan tujuan menginformasikan, mempengaruhi hingga merubah perilaku target audience sesuai dengan tujuan yang ingin diwujudkan.

Di era perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi saat ini, yang ditunjukkan melalui penemuan berbagai perangkat lunak canggih dengan teknologi hardwarenya, seperti komputasi, printer, interface, internet dan programming-nya sangat mendukung terjadinya transformasi komunikasi visual. Kini lingkup Desain Komunikasi Visual semakin melebar diantaranya aspek: Advertising (periklanan), Animasi, Game, Desain Identitas Usaha (corporate identity), Desain Marka lingkungan, Multimedia, Desain Grafis Industri (promosi), Desain Grafis Media (buku, surat kabar, majalah, dll), Cergam (komik, karikatur, Poster), Fotografi, tipografi dan ilustrasi, dll. Hingga saat ini belum ada era yang dapat menggantikan peranan informasi dan digitali- sasi. Pengembangan berbagai fitur dan dunia gadget malah semakin canggih. Oleh karenanya berbagai media komunikasi yang dibutuhkan manusia sangat berimplikasi pada realitas informasi yang dikemas sedemikian rupa agar dengan mudah dipahami. Disinilah Desain Komunikasi Visual mengambil peran

peran semakin besar dalam dunia kita yang dirasakan semakin sempit.

Sehubungan dengan itu Komunita mencoba menyimak 40 tahun dinamika keilmuan serta praktis DKV yang berkembang di Indonesia dalam kontribusinya menghadapi perubahan zaman. Untuk itu kami mencoba berbincang dengan Drs. Indarsah Tirtawidjaja, sosok pelaku yang terlibat dalam perintisan dan perkembangan DKV di Indonesia, juga Dr. Pindi Setiawan, M.Si (dosen, peneliti dan penggiat DKV) dan Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn (dosen, peneliti dan penggiat Art Therapy) selaku generasi-generasi muda dalam keilmuan dan praktis DKV. Juga mencoba memotret perkembangan pendidikan DKV di salah satu perguruan tinggi, serta game sebagai salah satu reinkarnasi desain komunikasi visual yang menjadi industri.

Selain itu, Komunita menyimak pemikiran Prof. Dr. Abdul Hakim Halim tentang tantangan kualitas perguruan tinggi mengembangkan knowledge society dan knowledge economy dan knowledge cycle dalam memperkuat kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan. Juga geliat Universitas Widyatama dengan kepemimpinan baru mensikapi dinamika dan tantangan kualitas pendidikan tinggi.

KOMUNITA juga menyajikan rubrik lain seputar pendidikan, ekonomi & perbankan, ragam yang merupakan olah pikir civitas academica terkait dengan profesi masing-masing mensikapi masalah dari pandangan akademis dan kemas- yarakatan. Selain itu kami sajikan tulisan rehat berupa aktivitas Widyatama, inspiring, komunitas, tamu kita/profil, lifestyle yang bisa kita simak bersama.

 

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta.

 

Redaksi ? Lili Irahali

 

 

Pikiran Masa Depan : Gagasan Pokok & Komentar

Pikiran Masa Depan : gagasan & komentar

Buku Howard Gardner (2006) yang terkenal, Five Minds for the Future (Harvard University Press), memperkenalkan pikiran masa depan. Esei singkat ini meringkas gagasan baru profesor psikologi kognitif itu, yang sering disebut-sebut sebagai salah seorang jenius di abad ini.

Sebagai ringkasan, tulisan ini tidak bermaksud mereviu buku setebal 195 halaman itu. Dalam bukunya, Howard Gardner mengartikulasikan dengan sangat detil lima pikiran masa depan :

– disciplined mind,

– synthesizing mind,

– creating mind,

– respectful mind,

– dan ethical mind.

Asumsi dasar yang memandu Gardner adalah bahwa tanpa pikiran yang berpijak kukuh pada disiplin ilmu tertentu, kita sebagai pribadi dan/atau kelompok hanya akan mampu mengekor orang lain, tanpa pikiran yang mampu menyintesiskan segala bentuk kemajuan dari berbagai sumber kita takkan mampu mengambil manfaat dari informasi yang melimpah-ruah, tanpa kemampuan berpikir yang membuahkan karya baru kita akan tak berdaya dan dikendalikan oleh produk teknologi semisal komputer, tanpa adanya pikiran yang santun kita takkan mampu bersinergi dan menjalin hubungan kerja simbiosis mutualistis dan karenanya akan terlibat benturan antarmanusia yang membahayakan semua pihak; tanpa kemampuan berpikir etis umat manusia akan terjebak dalam cara pikir dan pola-tindak egoistis yang berbahaya bagi semesta yang melingkupinya.

Menggambarkan jenis-jenis pikiran ini sebagi hierarki, Gardner memaparkan setiap jenis pikiran ini dengan gaya personal-narrative, yang intisarinya secara berurutan disajikan dalam esei pendek ini.
Disciplined mind. Ini pikiran yang berbasis pada disiplin-ilmu dan bidang kepakaran tertentu semisal psikologi, manajemen dan kepemimpinan. Menurut pengalaman Gardner sebagai seorang psikolog, diperlukan sedikitnya sepuluh tahun untuk menginternalisasi dan kemudian mengeksternalisasikan cara berpikir sebagai psikolog. Demikian pula dalam bidang manajemen dan kepemimpinan: pengalaman Gardner dalam mengelola berbagai proyek penelitian raksasa dan memimpin berbagai kelompok peneliti dalam berbagai megaproyek keilmuan, sekitar sepuluh tahun pulalah rentang waktu yang diperlukannya untuk membuatnya mantap sebagai manajer dan sebagai pemimpin.
Menurut Gardner, hasil belajar di kebanyakan institusi persekolahan dan universitasi di muka bumi ini belum mampu membuat lulusannya berpikir disipliner terutama karena cara pengajarannya yang tidak tepat sasaran. Kebiasaan interaksi pembelajaran yang tak menguntungkan ini sangat sulit diperbaiki karena telah berurat-berakar dalam praktik akademik di lembaga pendidikan scara umum di dunia. The old habits die hard kata Garder (p.24). Ketakmampuan berpikir disipliner ini merugikan kita karena kita menjadi tak berbeda dengan orang yang tak terdidik (unschooled minds) dalam memikirkan dunia fisik, dunia biologis, dunia kemanusiaan kita, dunia kreasi imaginatif, dan dunia bisnis dan kiprah politik kita. Tanpa kemampuan berpikir disipliner kita tak mampu memahami apa yang dikatakan orang lain tentang peristiwa yang sedang terjadi, tentang temuan ilmiah terbaru, teknik-teknik matematik mutakhir, karya seni masa kini, bentuk-bentuk ekonomi baru, aturan- aturan pemeliharaan lingkungan baru. Akibatnya jelas, tanpa kerangka pikir dan pola-tindakan berbasis disiplin ilmu ini kita tidak mampu merumuskan pendapat secara baik tentang peristiwa hari ini, tahun ini dan abad ini.
kebiasaan berpikir yang unik berbasis keilmuan dan profesi tertentu, yang baru dapat diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang panjang. Ada empat tahap yang harus dilakukan untuk mulai menumbuhkembangkan cara pandang dan kebiasaan berpikir yang dijagokan Gardner ini.
Pertama, kita harus mengidentifikasi konsep dan topik yang benar-benar vital dalam disiplin ilmu yang diajarkan. Konsep dan topik vital ini dapat mengambil bentuk contents semisal hukum persediaan dan tuntutan (i.e., laws of supply & demand dalam ekonomi & bisnis) dan juga metodologi (misalnya, bagaimana memahami dokumen asli dan otentik dari masa lalu, bagaimana menganalisis neraca keuangan, dst).

Kedua, pelajari secara mendalam dan sedetil-detilnya hal-ihwal mengenai konsep dan topik vital yang telah dipilih tersebut. Kalau suatu konsep dan topik sudah dipilih maka hal itu harus dipelajari secara mendalam, dalam jangka waktu yang lama, menggunakan banyak contoh dan menggunakan berbagai modus analisis.

Ketiga, dekati konsep dan topik pilihan tersebut dengan berbagai cara. Gardner menegaskan bahwa pemahaman mendalam terhadap suatu konsep dan topik cenderung terjadi setelah konsep dan topik ini disajikan dan diproses melalui berbagai cara termasuk melalui cerita, eksposisi logis, debat, dialog, humor, permainan-peran, representasi grafis, presentasi video dan film, pengejawantahan nilai-nilai, gagasan-gagasan serta teladan perilaku dan sikap dalam diri seorang tokoh panutan.

Cara pengajaran dengan beraneka metode ini mengandung dua keuntungan:

– dapat menjangkau sebanyak-banyaknya pembelajar karena kemungkinan besar cara belajarnya dipenuhi
– para pembelajar terbantu mengonseptualisasikan pemahamannya dalam banyak cara dan modalitas. Kemampuan mengonseptualisasikan gagasan dalam berbagai cara dan bentuk ini merupakan keterampilan vital bagi kemampuan menyintesiskan gagasan dari berbagai sumber.

Keempat, rancang dan ciptakan kesempatan untuk unjuk pemahaman (performance of understanding) bagi pembelajar. Kesempatan unjuk-kinerja ini harus diberi waktu yang cukup dan dalam variasi konteks yang berbeda-beda sehingga pemahaman pembelajar dapat benar-benar diberi masukan konstruktif dan teruji dalam konteks yang beraneka. Dengan demikian, melalui rangkaian pengalaman praktik yang panjang dan dengan feedback detil yang memberdayakan, penguasaan bidang keahlian menjadi lengkap dan kukuh.

Synthesizing mind. Pikiran yang menyintesiskan adalah pikiran yang mensenyawakan berbagai informasi dan pengalaman dari berbagai sumber untuk membentuk suatu komposit baru yang bermanfaat bagi suatu tujuan yang baru. Di manapun tempat kerjanya baik di universitas, di perusahaan maupun di lembaga hukum tugas seorang manajer adalah mensenyawakan informasi dari berbagai sumber. Misalnya, seorang manajer akan mempertimbangkan tugas yang akan dikerjakannya, memperhitungkan komposisi staf yang ada di sekitarnya beserta kemampuan dan tugas yang kini tengah dilakukannya, dan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan masalah yang ada di hadapannya dan kemudian berlanjut ke tugas lainnya lagi. Menyintesiskan status keilmuan mutakhir, memasukkan temuan-temuan keilmuan baru, dan menjelaskan berbagai dilema baru merupakan hal yang tak terpisahkan dari pekerjaan seorang profesional yang berkeinginan berada di baris depan dalam bidang keahliannya.

Menurut Gardner, kemampuan merangkai informasi dari berbagai sumber ke dalam suatu keseluruhan yang koheren merupakan keterampilan vital pada zaman ini. Mengutip pemenang Hadiah Nobel bidang fisika (Murray Gell-Mann), Gardner menegaskan bahwa kemampuan paling berharga pada abad-21 adalah pikiran yang mampu menyintesiskan dengan baik. Diakui Gardner bahwa untuk sebagian besar orang di muka bumi ini, berpikir sistematis dalam satu disiplin ilmu saja sudah sulit apatah lagi berpikir sistematis dalam sintesis yang melibatkan basis keilmuan interdisipliner.
Apa bentuk sintensis yang telah umum dikerjakan manusia sepanjang sejarah? Delapan jenis sintesis diajukan Gardner sebagai contoh seperti yang diringkaskan berikut.
  1. aratif (narrative) berarti cerita. Melalui rangkaian cerita kita dapat merangkai peristiwa dan relasi antarperistiwa. Melalui cerita manusia di berbagai kultur dapat merangkum nilai-nilai budaya yang hendak dilestarikannya untuk generasi berikutnya. Tak cuma itu. Banyak fakta sejarah dikemas dalam cerita.
  2. taksonomi (taxonomies). Sejumlah materi informasi yang besar dapat diorganisasikan berdasarkan sistem kategori tertentu sehingga dapat dengan mudah dicerna dan diingat. Contoh sangat terkenal adalah sistem kategori keilmuan dan kelompok-kelompok judul buku di perpustakaan yang diatur dengan sistem yang dikembangkan John Dewey. Contoh yang lain adalah sistem penamaan tanaman.
  3. konsep komplek (complex concepts). Gejala yang rumit seringkali muncul dari interaksi berbagai fenomena yang rumit juga. Pembuatan konsep tertentu dapat membuat kerumitan fenomena sema-cam itu dapat dicerna dengan relaif mudah. Misalnya, dalam bidang bisnis, Michael Porter memahami dan merumuskan strategi sebagai gabungan lima hal, secara bersama-sama, menentukan potensi keuntungan.
  4. aturan dan aforisme (rules and aphorisms). Banyak kearifan orang awam (folk wisdom) dikemas dalam
    ungkapan yang ringkas dengan tujuan membuat ajaran ini menjadi mudah diingat dan dapat diterapkan secara luas. Misalnya “pikir dulu, baru bicara”,”Jangan mengajari renang kepada anak itik”.
  5. metafor, imaji dan tema (powerful metaphors, images, and themes). Orang dapat menghidupkan konsep-konsep dengan metafora (perumpamaan). Misalnya Adam Smith menggambarkan sifat pasar yang mengatur dirinya sendiri melalui imaji tangan yang tak terlihat (the invisible hand).
  6. pengejawantahan tanpa kata (embodiments without words). Contoh bentuk sintesis tanpa kata, antara lain, adalah lukisan. Perhatikan bagaimana Picasso menggambarkan kekuatan brutal pada Perang Sipil Spanyol melalui lukisan Guernica yang masyhur itu.
  7. teori-teori (theories). Teori merupakan wadah yang merangkum berbagai konsep. Misalnya teori ekonomi pasar (market economy) merajut berbagai gagasan, termasuk supply & demand, labor, production, profit, dan loss (kerugian).
  8. metateori (metatheory). Meta teori adalah teori tentang teori. Ini juga merupakan cara menyintesiskan berbagai konsep dan teori.

Creating mind. Pikiran yang mencipta dapat muncul hanya setelah pemahaman mendalam dan kukuh terhadap suatu konsep (atau topik) dikuasai. Kalau sebelumnya dikatakan bahwa pikiran sintesis sangat lazim dilakukan para manager, pikiran yang menciptakan sesuatu yang baru pada umumnya muncul pada pemimpin. Synthesizing is the work of manager, and creating is the work of leaders, demikian penjelasan Gardner tentang perbedaan antara pikiran yang menyintesakan dan pikiran yang mencipta. Penciptaan sesuatu yang baru adalah bidang garapan para pemimpin, dan bukan merupakan tanggungjawab para manajer.

Dalam pandangan Gardner pikiran yang mencipta ini baru dimungkinkan apabila kita telah terbiasa berpikir dan bertindak melampaui basis pengetahuan dan sintesis yang telah ada untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan baru, menawarkan solusi-solusi baru, menciptakan sesuatu yang belum ada sebelumnya atau mengembangkan genre tertentu ke arah yang lebih baik. Penciptaan hal baru ini berbasis pada satu atau lebih dari satu disiplin ilmu atau profesi yang telah mapan, karena untuk sampai ke tahap penciptaan ini diperlukan pemahaman bidang disiplinilmu yang kukuh untuk menimbang kualitas dan keberterimaannya.

Di dalam konteks kelas di lembaga pendidikan formal, pikiran yang mencipta didahului dengan kebiasaan mengerjakan tugas melebihi yang diwajibkan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru yang substantif, menghasilkan karya unik yang di luar dugaan tetapi mengena sesuai kaidah-kaidah projek kreativitas.Di dalam dunia pekerjaan, thinking outside the box pantas dilakukan para pemimpin visioner, yang mampu merumuskan dan menjangkau visi-visi baru yang lebih tepat sasaran.

Respectful mind. Pikiran yang takzim, pikiran yang santun, pikiran yang dilandasi rasa hormat. Dalam kata-kata Gardner sendiri, pikiran berbasis bidang keahlian (disciplined mind), pikiran yang mensenyawakan (synthesizing mind), serta pikiran yang mencipta (creating mind) merupakan bentuk pikiran yang berurusan dengan berbagai bentuk kognisi semata, sedangkan dua pikiran yang lainnya (yakni respectful dan ethical minds) deals with our relation to other human beings (p.8). Jadi, pikiran yang santun ini merupakan jenis pemikiran tentang sesuatu dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya, pada tahap ini kita berpikir tentang manusia secara umum:

– bagaimana manusia berpikir,
– bagaimana manusia merasa,
– bagaimana manusia termotivasi dalam bekerja-tanpa terkotak-kotak dalam disiplin ilmu dan fungsi jabatan administratifnya.
Dalam memikirkan rasa hormat kita kepada manusia secara umum, misalnya, kita melepaskan diri dari stereotype (prasangka) yang mungkin telah terlanjur ada, dan kita menjauhkan diri dari sikap dan perilaku menganggap enteng orang lain. Kita berupaya memikirkan orang lain dalam berbagai kemungkinan konteks dan motifnya dalam mengambil tindakan. Meskipun demikian, Gardner menegaskan, Respect does not entail a ‘pass’ for terrorist (hal.8). Jangan salah pahami kesantunan: terorisme tidak bisa ditolelir. Menakut-nakuti dan menekan orang lain merupakan kejahatan yang nyata.

Dalam pandangan Gardner, pikiran yang takzim dapat berbentuk respons empatis dan konstruktif terhadap berbagai perbedaan yang mengemuka dalam pergaulan antarpribadi dan antarkelompok, dapat berbentuk upaya memahami dan mengulurkan ajakan kerjasama dengan pihak-pihak yang berbeda keterampilan dan orientasi nilai. Dalam konteks belajar di lembaga pendidikan, pikiran yang takzim dapat dipupuk melalui kegiatan kerjasama secara efektif dengan teman sebaya, dengan guru dan staf tanpa menghiraukan latarbelakang etnik dan pandangan politiknya, Dalam konteks pekerjaan, pikiran yang takzim dapat diasah melalui kegiatan kerjasama yang efektif dengan rekan sekerja, atasan, bawahan dan pegawai lainnya tanpa mempersoalkan latar kepangkatan dan status sosialnya. Orang semacam ini selalu berupaya mengembangkan kapasitasnya untuk mengerti dan memaafkan orang lain.

Ethical mind. Sangat erat berkaitan dengan pikiran yang santun, pikiran yang etis juga ada dalam relasi dengan orang lain. Dalam berupaya bersikap etis, misalnya, seorang individu berupaya memahami peranannya sebagai seorang pekerja atau perannya sebagai anggota warga suatu komunitas, wilayah, negara, serta warga suatu planet. Apa relevansi gagasan besar Howard Gardner ini dengan kita sebagai negara-bangsa dan sistem pendidikan yang ada di Indonesia? Apa yang harus dilakukan agar Indonesia dapat mengembangkan sumberdaya manusia (SDM) yang lengkap dan kompak sebagai negara-bangsa? Ruang terbatas pada rubrik ini tidak memungkinkan kita untuk menjawab pertanyaan besar tersebut. Alih-alih mencari jawaban tergesa-gesa, sisa kesempatan dalam tulisan ini akan digunakan untuk mengajak sidang pembaca untuk menghadirkan ke dalam pikiran kita masing-masing gambaran tentang bagaimana interaksi belajar-mengajar umumnya dilakukan di kelas dan ruang kuliah di sekolah dan kampus di Indonesia. Dengan berbekal gambaran kelaziman yang terjadi di ruang belajar di sesi-sesi pelajaran dan perkuliahan ini, marilah kita jawab pertanyaan berikut.

    1. Mungkinkah, dengan cara kita melakukan belajar-mengajar seperti yang lazimnya terjadi sekarang-sekarang ini, kita melahirkan pakar yang handal yang dapat berpikir disipliner?
    2. Mungkinkah, dengan cara kita mengelola interaksi belajar-mengajar di sekolah dan ruang kuliah di kampus-kampus seperti yang lazim terjadi sekarang ini, kita dapat menyiapkan para pembelajar yang terampil melakukan sintesis?
Jawaban saya terhadap kedua pertanyaan tersebut negatif adanya. Alasannya terkandung dalam bukti yang dipaparkan berikut. Lihatlah dan cermati silabus dan SAP yang dibuat dan dilaksanakan guru dan dosen di kelas. Hampir pasti kita akan menemukan acara yang padat: satu topik dibahas dalam setiap sesi. Silabus semacam ini sangat padat dan tidak memungkinkan pembelajar dan instruktur dapat berkomunikasi dengan detil dan mendalam pun pihak guru dan dosen tidak akan memiliki kesempatan memadai untuk dapat memberi feedback yang detil, konstruktif, dan kasus-per-kasus. Dalam konteks kelas yang bekerja terburu-buru dan dipadati pembelajar yang kebingungan, kecil kemungkinan terjadi keterlibatan lahir-batin (engagement) yang mendalam. Pemahaman yang sepintas-sepintas dan berada di permukaan tidak mungkin memberikan pijakan yang kukuh untuk tindakan.
 Untuk menimbang apakah mungkin pikiran sintesis dapat dibangun di dalam kelaziman interaksi belajar-mengajar diruang kelas sekolah dan ruang kuliah di perguruan tinggi di Indonesia, periksalah jenis bacaan yang dijadikan sumber dan tugas yang didesain guru dan dosen untuk memandu pembelajar melakukan apa yang (harus) dilakukannya. Saya yakin temuan Anda akan sama dengan simpulan saya: pada umumnya sumber bacaannya seragam dan mengandung perspektif tunggal dan tugas yang diberikan kepada pembelajar juga serangam dan mengarahkan pada perspektif dan hasil belajar yang satu nada, satu arah, dan satu bentuk. Di dalam kelas yang diarahkan ke convergent thinking semacam ini, kecil kemungkinan lahir karya sintesis yang menghendaki eksplorasi berbagai jenis sumber dengan berbagai perspektif yang berbeda. Cara kita mengelola interaksi belajar-mengajar yang seperti ini hanya akan melahirkan para pengekor, dan cara belajar semacam ini musykil mengarah ke penemuan hal-hal baru.
 Tanpa bermaksud menciptakan aura pemikiran pesimistis di antara kita, saya berharap agar kita segera dapat melihat celah jalan-keluar yang dapat membawa kita pada perbaikan yang substansial dalam upaya kita mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga.

Bachrudin Musthafa, Dekan Fakultas Bahasa UTama.

Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Sebagai Prediksi Kondisi Krisis Keuangan

Alfiana

Perkembangan teknologi dan meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Tingginya inovasi, makin beragamnya dan makin kompleksnya produk keuangan mengakibatkan sumber sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan juga semakin meningkat, semakin beragam dan dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Kemungkinan sumber - sumber ketidakstabilan sistem keuangan
Tabel 1: Kemungkinan sumber – sumber ketidakstabilan sistem keuangan
Stabilitas sistem keuangan yang biasa disebut stabilitas keuangan, menurut MacFarlene (1999) adalah upaya untuk menghindari terjadinya krisis keuangan. Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang dan seberapa jauh potensi resiko tersebut membahayakan, meluas dan bersifat sistemik, sehingga akan melumpuhkan perekonomian. Indeks stabilitas sistem keuangan dibutuhkan untuk melihat dan memprediksi kondisi sistim keuangan yang terjadi.
Stabilitas sistem keuangan yang biasa disebut stabilitas keuangan, menurut MacFarlene (1999) adalah upaya untuk menghindari terjadinya krisis keuangan. Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang dan seberapa jauh potensi resiko tersebut membahayakan, meluas dan bersifat sistemik, sehingga akan melumpuhkan perekonomian. Indeks stabilitas sistem keuangan dibutuhkan untuk melihat dan memprediksi kondisi sistim keuangan yang terjadi.

Sistem Keuangan, Stabilitas sistem Keuangan, Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

Sistem keuangan secara prinsip diartikan sebagai kumpulan pasar, institusi, peraturan dan teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat suku bunga ditentukan, jasa keuangan dihasilkan dan ditawarkan keseluruh dunia. Sistem keuangan dalam perekonomian memiliki fungsi pokok sebagai berikut :

(1) fungsi tabungan,

(2) fungsi penyimpan kekayaan,

(3) fungsi likuiditas,

(4) fungsi kredit,

(5) fungsi pembayaran,

(6) fungsi risiko,

(7) fungsi kebijakan (Rose 2000), (Dahlan Siamat (2009)). Sistem keuangan dapat didefinisikan pada tingkat global, regional maupun perusahaan.

Schinasi (2006) mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai kondisi dimana sistem keuangan:

 

  • Secara efisien memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara keseluruhan.
  • Dapat menilai/mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko keuangan.
  • Dapat dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada sektor keuangan dan ekonomi.

Secara umum, stabilitas sistem keuangan adalah ketahanan sistem keuangan terhadap guncangan perekonomian, sehingga fungsi intermediasi, sistem pembayaran dan penyebaran risiko tetap berjalan dengan semestinya. (Bank Indonesia 2007). Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia (2013)). Pentingnya stabilitas sistem keuangan dikarenakan stabilitas moneter hanya dapat terwujud dengan adanya stabilitas keuangan, karena sistem keuangan merupakan transmisi kebijakan moneter.

Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dengan stabilitas moneter
Gambar 1: Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dengan Stabilitas Moneter

Pada dasarnya, fungsi stabilitas sistem keuangan ditujukan untuk menganalisis perkembangan dan menilai risiko-risiko serta merekomendasikan kebijakan yang diperlukan untuk memelihara stabilitas keuangan. Untuk menciptakan sistem keuangan yang stabil dan tangguh perlu dilakukan monitoring terhadap gejala-gejala yang dapat menimbulkan krisis termasuk melakukan proyeksi secara reguler apakah terdapat potensi risiko yang membahayakan Untuk mendapatkan sampai tingkat mana stabilitas sistem keuangan Indonesia saat ini, maka indeks stabilitas sistem keuangan (ISSK) dibentuk, dimana menggambarkan kondisi ketahanan, tekanan dan intermediasi dari institusi keuangan serta pasar keuangan. (Bank Indonesia 2013)

indeks stabilitas sistem keuangan
Gambar 2 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

 

pembentuk indeks stabilitas sistem keuangan
Tabel 3 : Pembentuk Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

 

indeks stabilitas sistem keuangan (ISSK)
Gambar 3: Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK)

 

indeks stabilitas institusi keuangan (ISIK)
Gambar 4 : Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK)

?

indeks stabilitas pasar keuangan (ISPK)
Gambar 5: Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK)

 

Kesimpulan
Berdasarkan kemungkinan sumber sumber ketidak stabilan sistem keuangan (tabel 1), pada tahun 2013, terjadi tekanan di pasar keuangan Indonesia yang ditunjukan dari Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) dimana puncaknya terjadi pada bulan agustus 2013 yang sudah mencapai waspada, namun Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISPIK) masih berada pada kondisi normal. Pergerakan Indeks stabilitas sistem keuangan mencerminkan kondisi stabilitas sistem keuangan sehingga monitoring terhadap gejala gejala yang menimbulkan krisis termasuk melakukan proyeksi secara reguler harus selalu dilakukan untuk menghindari potensi risiko yang membahayakan dan melumpuhkan perekonomian Indonesia.

Alfiana, Kandidat Doktor dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Membangun,

E-mail : [email protected]

ART THERAPY CENTER WIDYATAMA menjadi Wadah Sharing Orang Tua

ART THERAPY CENTER WIDYATAMA menjadi Wadah Sharing Orang Tua Dan Masyarakat Peduli Disabilitas

Di latar belakangi oleh kebutuhan sekelompok orang tua guna mempersatukan diri dalam menghadapi masalah disabilitas yang disandang oleh anak mereka dan upaya pemerintah untuk mengimplementasikan amanah perundang-undangan tentang Kecacatan dan Perlindungan anak dalam memberikan kesamaan kesempatan pada penyandang disabilitas, hal ini pula yang telah menjadi dasar pemikiran Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn untuk membentuk pendidikan alternatif yang mengacu pada sistem pelatihan kerja bagi penyandag disabilitas berbasis desain grafis. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan Widyatama sesuai dengan amanah pendiri yayasan Prof. Koesbandijah untuk selalu peduli pada pendidikan anak bangsa termasuk penyandang disabilitas.

Sharing Orang Tua Dan Masyarakat Peduli Disabilitas

Para Orang tua anak penyandang disabilitas menghadapi persoalan tersendiri dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka jika pola asuhnya salah maka masa depan anak-anak mereka tidak akan terarah. Penyandang disabilitas tidak hanya akan menjadi masalah bagi dirinya sendiri, namun merupakan permasalah bagi orang tua dan masyarakat, yakni ketidak berfungsian sosial keluraga dan lingkungan, serta perlakuan yang salah terhadap penyandang disabilitas tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari penyandang disabilitas mengalami hambatan dalam fungsi sosialnya, maka perlu dibangun kemandirian behavior atau kebiasaan sehari-hari. Dalam hal ini orang tua atau keluarga mempunyai peranan yang sangat penting, oleh karenanya perlu dimiliki pemahaman bagaimana mengatasi permasalahan sosial, sikap dan prilaku yang mendukung tercapainya kemandirian dan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.

 

Masalah lain yang muncul di masyarakat terkait penyandang disabilitas khususnya di Jawa Barat adalah banyaknya komunitas yang didirikan oleh Orang tua penyandang disabilitas dengan status sosial ekonomi yang beragam ini membuat gap seluruh penyandang disabilitas yang seharusnya bergerak bersama-sama untuk mengusung hak atas kesamaan dan kesetaraan. Pemicu gap ini diantaranya adalah krisis ekonomi sehingga bagi keluarga yang tidak mampu persoalan anak disabilitas cenderung diabaikan hal ini berdampak terhadap pola rehabilitasi sosial penyandang disabilitas. Karena itu perlu upaya untuk menumbuh kembangkan rasa kepedulian dan kesadaran keluaraga serta masyarakat agar masyarakat senantiasa memperhatikann hak-hak penyandang disabilitas sebagai mana manusia pada umumnya melalui pembinaan kemandirian hidup mereka. Adapula Deskriminasi masyarakat berdasarkan disabilitas berarti setiap perbedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang dimaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan, pelaksanaan, atas dasar kesetaraan terhadap semua hak asasi manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, sipil dll. Hal ini mencakup semua bentuk deskriminasi masyarakat termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan dimana para orang tua penyandang disabilitas sangat sensitif akan deskriminasi atas putra-putrinya dengan para masyarakat pada umumnya.

 

Pemerintah telah berupaya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas adalah merupakan bagian dari pembangunan bidang kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang disabilitas, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang disabilitas, Konvensi Penyandang disabilitas dan Peraturan-Peraturan terkait lainnya. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti warga Indonesia lainnya. Hak-hak dimaksud antara lain adalah hak hidup dan berpartisipasi dalam pembangunan secara layak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari adanya perlakuan diskriminasi.

 

Ketika mendapatkan kecaman dan deskriminasi dari masyarakat luas pada pertama kali orang tua mengetahui bahwa buah hati mereka cacat pun, tidak sedikit orang tua yang merasa tidak dapat menerima kenyataan serta tidak siap untuk membesarkan dan membimbing anaknya. Namun hal ini dapat dihindari apabila orang tua menyadari dan mau merubah pandangan bahwa memiliki anak penyandang disabilitas adalah bukan merupakan aib bagi keluarga, tetapi merupakan titipan dari Tuhan yang sangat berharga dan senantiasa perlu dijaga, dibimbing serta diberdayakan. Para orang tua yang mempunyai anak penyandang disabilitas perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap kondisi anaknya sehingga mereka dapat bertindak dan berbuat dengan tepat terhadap anaknya dalam keluarga dan lingkungan sosialnya, serta dapat mendorong / memotifasi putra-putrinya yang menyandang disabilitas untuk meningkatkan kemauan, kemampuan dan keterampilan yang memadai baik secara individu, berkelompok maupun bersama unsur masyarakat yang lain.

 

Berdasarkan hal tersebut bahwa penyandang cacat mental sesungguhnya dapat berprestasi bila dilatih dan dididik serta di bimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Oleh sebab itu, diharapkan para orangtua dan keluarga yang mempunyai anak penyandang disabilitas janganlah merasa sebagai anggota masyarakat yang termarjinalkan dan menutup diri dari pergaulan. Begitu juga masyarakat diharapkan bersama-sama peduli dan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh para penyandang cacat mental saat ini. Peran orang tua dan keluarga yang mempunyai anak cacat mental akan memiliki makna dan manfaat yang penting apabila ada komitmen bersama dengan sektor terkait baik dari pihak pemerintah maupun swasta untuk memberdayakan.

 

Lembaga pelatihan kerja yang didirikan oleh Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn dibawah Yayasan Widyatama menjadi wadah dan tempat pembinaan pendidikan alternatif berbasis seni dan desain bagi penyandang disabilitas. Upaya ini dilakukan untuk membangun kemampuan spiritual, budaya, sosial, yang dikemas dengan pemahaman bisnis yakni menjadi creativepreneur siswa dilatih untuk bisa menjadi pribadi yang siap untuk mandiri secara finansial. Disamping anak penyandang disabilitas lembaga ini memfasilitasi komunikasi antar orang tua penyandang disabilitas dengan pemerintah dan masyarakat umum dipayungi oleh Persatuan Orang Tua Dan Pemerhati Penyandang Disabilitas Indonesia DPW Jawa Barat (PORTADIN) dimana Dr. Anne Nurfarina, S.Sn., M.Sn menjadi ketuanya.

Ketika Anak Menggunakan KAMERA

Pandangan terhadap citra yang terbentuk dalam media fotografi pada kebanyakan orang, umumnya sebatas pemindahan objek asli ke bidang gambar. Pandangan ini yang kemudian menjebak kita pada pemahaman bahwa, fotografi hanya sebatas media perekaman yang berhubungan dengan cahaya dari objek. Munculnya pandangan tersebut sangat wajar karena perkembangan teknologi kamera yang nyaris tidak pernah selesai dalam capaian kesempurnaan visual. Kamera-kamera terbaru yang menawarkan kemudahan dalam hal pengoperasian bermunculan, sehingga setiap orang bisa dengan mudah melakukan pemotretan.

KAMERA
Karya; Jenifer 10 tahun ? Menangkap Cahaya

Ketika penggunaan kamera telah memasyarakat, dan cenderung menjadi gaya hidup, tentu perlu diimbangi dengan cara pandang terhadap media fotografi. Melalui cara pandang inilah, setidaknya kita tersadarkan bahwa transformasi teknologi kamera dari masa ke masa membutuhkan juga imajinasi dan kreativitas dari para pegiatnya. Dengan berkembangnya cara pandang terhadap fotografi, jebakan konvensi fotografi yang berkisar pada komposisi, pengolahan intensitas cahaya, dan pengaturan pencahayaan, dapat dihindari. Walaupun kerap ditemukan, muatan ide muncul berdasarkan penentuan subject-metter berupa pencitraan hasil permainan proses pencahayaan dan sudut pandang.

Dalam perkembangannya justru kita masih terjebak pada konvensi umum fotografi. Manakala kita selalu berpandangan pada sebuah konvensi yang dianggap mainstream maka kita akan terperangah melihat karya-karya hasil pemotretan para fotografer belia berusia 8 ? 14 tahun. Menariknya, para fotografer belia ini mampu membuat karya dengan media fotografi seperti halnya dibuat oleh orang dewasa kebanyakan. Dalam hal penghadiran fakta mengenai subjek, baik secara teknis maupun pengaturan setiap unsur dalam bidang gambar, mereka sudah melakukannya dengan baik. Sebagian besar karya memperlihatkan bagaimana para fotografer belia memperlakukan kamera sebagai media representasi objektif. Mereka menggunakan kamera untuk merekam realitas, wujud dari suatu figur, alam benda, lanskap, atau apa pun yang ada di sekitar.

 

Ketika saya diperlihatkan keseluruhan karya foto karya fotografer dari Bidik Fun Photography for Kids, nampak keberanian anak dalam merekam dan memainkan teknik dalam merepresentasikan objek. Representasi objektif yang diperlihatkan dalam salah satu karya oleh Andrew Wongso misalnya, menggambarkan seorang lelaki yang mengenakan pakaian berwarna biru sedang duduk di sebuah taman sambil membaca koran. Dalam konteks bentuk visual, karya yang dibuat Andrew telah mencapai citra yang sempurna, menggunakan komposisi yang dikenal dengan prinsip rule of third. Dengan prinsip rule of third, Andrew menempatkan subyek di antara titik perpotongan garis horizontal dan vertikal yang berada di bagian kanan bidang gambar. . Penempatan subjek di sudut kanan bawah memberi kesan seimbang, dan menuntun mata yang melihat pada warna pakaian mencolok yang dikenakan obyek utama. Pencapaian kesempurnaan visual diperlihatkan oleh Andrew dalam karya lain, sebuah obyek sederhana berupa bagian ekor buaya. Ketika diatur dalam bingkai gambar secara diagonal, ekor tersebut selain memberi kesan keseimbangan juga mencitrakan transformasi bentuk sirip. Kedua karya yang dibuat Andrew tersebut menunjukkan adanya eksplorasi dan kepekaan pada obyek yang bisa kita temukan di dalam keseharian. Kedua karya tersebut merupakan gambaran besar keseluruhan karya yang kemudian dipilih untuk disajikan dalam pameran bertajuk Expression The Things Around US.

 

Melihat keseluruhan karya terlihat pencitraan visual bertumpu pada hasil akhir dalam capaian representasionalnya, pilihan teknik atau perekaman objek dapat dilakukan dengan cara apa pun. Pada salah satu karya yang dibuat oleh Thirza dalam karya bertajuk The Flowers, digambarkan bagaimana suatu objek diperlihatkan dengan cukup jelas sedangkan latar-latar yang mengganggu dibuat kabur. Karya lainnya tampak pada karya Yolandita yang diberi judul Freezing With Flash, terlihat cara perekaman obyek dengan membekukan cipratan air. Obyek gambar berupa gelas dengan air berwarna hijau menciprat manakala dimasukan benda berat. Dengan memperhitungkan waktu yang tepat maka cipratan air yang keluar dengan cepat dapat terekam dengan cukup sempurna. Barangkali para pegiat fotografi sudah tahu bahwa untuk mendapatkan citra tersebut sangatlah sulit dan dibutuhkan pemotretan berulangkali.

Secara visual, tekstur yang terekam memperlihatkan sejumlah bentuk-bentuk organik yang disusun sedemikian rupa dan bahkan cenderung repetitif. Tampak pada gambar, ada rasa garis tegas yang hadir dan dipertemukan oleh nada-nada lengkung di dalam suatu ruang. Ketidakjelasan obyek terlihat pula pada karya yang dibuat oleh Jenifer yang diberi judul Menangkap Cahaya dengan memanfaatkan garis-garis dari permainan lampu yang keluar dari ikatan figuratif. Jenifer memanfaatkan sebuah lampu senter yang digerakkan sehingga membentuk garis-garis lengkung tidak beraturan dalam bingkai dan latar yang gelap. Perekaman yang dilakukan oleh Jenifer hampir mirip dengan karya yang dibuat Philippe Halsman ketika memotret Salvador Dali yang sedang menggambar dengan senter. Dengan keberanian menampilkan objek seperti itu, Bryan dan Yolandita justru menghasilkan karya masing-masing yang mencengangkan secara visual.

Karya-karya lain selebihnya, memperlihatkan bentuk visual yang baik seperti halnya pada karya-karya yang mengutamakan teknik pemotretan. Secara konvensi, mungkin karya-karya yang dipamerkan secara visual dianggap tidak mencapai kesempurnaan. Terlepas dari capaian kesempurnaan, yang jelas karya-karya yang dipamerkan sesungguhnya mencerminkan adanya dorongan kreativitas, kepekaan dan terhadap objek. Pilihan teknik mereka pada saat merekam obyek menunjukkan adanya keinginan untuk mencoba. Walaupun, tampak seperti main-main bagi orang dewasa. Ini merupakan ciri dari usia anak, yang secara alami memang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi. Rasa keingintahuan yang kuat menjadikan dorongan bermain pada diri seorang anak sebagai salah satu cara untuk mereka dalam mengeksplorasi kemampuan dirinya. Hal ini berpengaruh pada cara para fotografer belia dalam pameran ini memperlakukan obyek yang dianggap biasa oleh orang dewasa. Dari objek yang sederhana ini, fotografi menjadi tidak bisu dan diam, melainkan mampu menyuguhkan makna dan bahkan sanggup berbicara.

Secara visual karya-karya ini menyuguhkan representasi obyektif dari obyek. Namun, pada beberapa karya telah tampak konstruksi yang utuh antara bentuk visual yang selalu indah dengan isi yang dituturkannya. Melalui suguhan keseluruhan karya, orang-orang dewasa dihadapkan pada kenyataan bahwa ketika anak-anak dibekali pengetahuan tentang cara memotret, mereka dapat menghasilkan karya yang baik seperti yang dibuat oleh para fotografer dewasa sekaligus menunjukkan semangat anak-anak dalam berkarya. Bravo untuk kawan-kawan fotografer belia!

Asep Deni Iskandar, M.Sn. Dosen Fakultas DKV Universitas Widyatama

Sepintas Kilas Dyslexia

Sasmi Farida , Sepintas Kilas Dyslexia

Dyslexia sering dianggap sebagai salah satu penyebab munculya kesulitan belajar, bahkan penyandang dyslexia digolongkan kedalam orang-orang yang berkebutuhan khusus. Sebenarnya kesulitan belajar dapat menimpa siapa saja dan pada usia berapa saja, bisa terjadi pada usia kanak-kanak, remaja, dan bahkan orang dewasa sekalipun. Kondisi ini akan mempengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang, di sekolah misalnya, di tempat kerja, bahkan di kehidupan dalam keluarga.

Apa dyslexia itu?

Disleksia diartikan sebagai kesulitan dalam memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca-pemahaman. (Pusat kurikulum Badan penelitian dan pengembangan Departemen pendidikan nasional, 2007). Istilah dyslexia sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu dys dan lexia. Dys berati susah atau sulit dan lexia berarti kata. Dyslexia kemudian dimaknai sebagai hambatan dalam belajar yang diakibatkan oleh sulitnya seseorang mengenali dan merangkai huruf-huruf menjadi kata, kata menjadi frase, klausa ataupun kalimat. Misalnya kata buku oleh penyandang dyslexia bisa jadi ditulis ataupun diucapkan duku, kata sederhana seperti kata itu ditulis dengan uit atau uti, tanpa disadari olehnya.

Padahal terjadinya perbedaan huruf atau pertukaran huruf mengakibatkan terjadinya perbedaan makna, maka terjadilah perbedaan informasi. Lebih parah lagi, penyandang dyslexia secara tidak disadari tidak hanya mempertukarkan huruf, melainkan juga menghilangkan kata dalam kalimat, misalnya kalimat Bandung kota kita tercinta dapat saja menjadi Bandung kita tercinta dengan menghilangkan kata kota. Atau bahkan membacanya dari kanan ke kiri sehingga menjadi Tercinta kita kota Bandung. Kondisi ini menyebabkan teman-teman sebayanya atau orang-orang di sekitarnya terheran-heran dan kemudian menjadikan mereka bahan olok-olok. Bukan tidak mungkin kondisi ini pun akan melabeli dirinya sebagai seorang bodoh, atau seorang dengan tingkat intelegensi rendah, padahal mereka tidak termasuk orang-orang yang mengalami keterlambatan inteletual.

Keterbatasan atau ketidakmampuan mengolah kata ataupun mengolah informasi ini berdampak pada kemampuan membaca-pemahaman (Pusat kurikulum Badan penelitian dan pengembangan Departemen pendidikan nasional, 2007). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian yang dilakukan baik oleh para psikolog maupun oleh para psikolinguis, dan hasilnya menunjukkan bahwa para penyandang dyslexia memiliki prestasi yang rendah di bidang akademis padahal mereka memiliki tingkat intelegensi normal bahkan tidak jarang di atas IQ rata-rata.Miller-Medzon, (dalam Nevid, et al.,2005) meyebutkan, dyslexia merupakan 80% dari kasus gangguan belajar dan terjadi pada individu-indvidu yang mengalami kesulitan membaca walaupun mereka memiliki inteligensi rata-rata. Kemampuan menulis dan membaca merupakan keterampilan berbahasa yang sangat diperlukan, dan terjadinya gangguan dalam membaca tersebut menyebabkan penyandang dyslexia kurang dapat meningkatkan potensinya. Dyslexia kemudian diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk kesulitan belajar akademik.

Penyandang dyslexia banyak terjadi di negara-negara berbahasa Inggris, karena bahasa tersebut memiliki banyak ejaan dengan bunyi yang sama misalnya bunyi [u:] pada ‘to’, ‘too’ dan ‘two’; atau ejaan yang hampir sama seperti ‘split’ dan ‘spilt’, sehingga sulit dibedakan. Tetapi bukan tidak mungkin terjadi di negeri kita yang tidak berbahasa Inggris. Meskipun angka pasti tentang jumlah penyandang dyslexia ini belum diketahui, The Yale Center for Dyslexia & Creativity menyebutkan angka 20 % dari jumlah penduduk menderita dyslexia. Itu berarti di Indonesia juga terdapat para dyslexic yang mungkin dapat kita kenali dengan sejumlah ciri antara lain:

  • Mengalami kesulitan memahami teks. Mungkin mereka dapat membaca dengan benar, tetapi tidak mengerti atau memahami teks yang dibacanya.
  • Mengalami kesulitan dalam mengeja kata atau suku kata dengan benar, terbalik-balik ketika membunyikan huruf yang mempunyai kemiripan bentuk (seperti: d-b, u-n, atau m-n), serta rancu membedakan huruf atau fonem yang memiliki kemiripan bunyi (seperi: v dan f).
  • Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya: kuda menjadi duka, Mengucapkan bahasa Indonesia dengan benar. menjadi Dengan benar mengucapkan Indonesia.
  • Di lingkungan pelajar dan mahasiswa penyandang dyslexia dapat ditandai dengan seringnya mereka meminjam catatan kuliah temannya karena mereka tidak mampu membuat catatan sendiri. Jangankan untuk membuat catatan sendiri, penyandang dyslexia mengerjakan tugas-tugas sederhana saja misalnya mengisi formulir, atau membaca daftar kuliah dapat merupakan tugas berat yang mungkin saja menyebabkan mereka frustasi.
  • Penyandang dyslexia juga sering lupa mencantumkan huruf besar, kalaupun dicantumkan, dicantumkan tempat yang salah. Begitu pula dengan tanda baca, sering lupa meletakkan titik, koma, tanda tanya, atau tanda seru.
  • Sulit berkonsentrasi, acuh tak acuh dan sering tidak masuk kuliah (malas), terlambat menyelesaikan tugas, bahkan suka berbohong dan berpura-pura Para akhli berpendapat ada beberapa faktor penyebab dyslexia, antara lain:
  1. Faktor keturunan dan biologis, Volger, DeFris, dan Decker, 1985 dalam Pinel 2009, menyebutkan bahwa mereka yang memiliki orang tua disleksia akan beresiko lebih besar untuk memiliki gangguan tersebut. Adapun penelitian Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 persen dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah atau latar belakang anggota keluarga yang mengalami learning disabilities (http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/ panduan05228-02.htm). Shaywitz dan Mody (2006), kemudian mengemukakan bahwa dyslexia pada anak dan remaja terjadi karena adanya gangguan pada belahan otak kiri sistem saraf posterior saat mereka mencoba membaca.
  2. Faktor gangguan pada pendengaran sejak usia dini, Gangguan pendengaran yang terjadi sejak usia dini dan tidak terdeteksi mengakibatkan terjadinya gangguan pada otak yang sedang berkembang. Dengan demikian otak akan mengalami kesulitan menghubungkan suara dalam satu kata dengan bentuk tertulisnya. Kemampuan untuk menghubungkan pendengaran dengan penglihatan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan kemampuan bahasa. Bila tidak ditindak-lanjuti, gangguan ini akan bersifat menetap. (http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05228-02.htm).
  3. Faktor kombinasi, Faktor kombinasi yang dimaksud adalah gabungan dari faktor keturunan dan pendengaran. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi penyandang dyslexia semakin serius sehingga diperlukan penanganan secara terus menerus dari usia dini hingga dewasa.
Dapatkah dyslexia disembuhkan?
Apa penyebabnya?
Dyslexia adalah bawaan dari lahir dan bukan penyakit, oleh karena itu tidak ada obat tertentu yang dapat menyembuhkan. Artinya penyandang dyslexia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya. Akan tetapi dyslexia adalah anugerah yang diberikan kepada orang-orang terpilih, jadi tidak perlu dihilangkan, melainkan berusaha hidup berdamai dengannya dengan cara meminimalkan kekurangan-kekurangan melalui penanganan khusus sejak dini dengan metode dan teknik yang tepat. Banyak riset telah dilakukan oleh para psikolog ataupun para psikolinguis dalam upaya mengembangkan strategi belajar para penyandang dyslexia. Menurut Baumer (1996) ada empat langkah untuk mengajarkan penderita dyslexia dalam meningkatkan pemahaman terhadap suatu bacaan. Berikut langkah-langkah tersebut:
  1. Meminta penderita memilih cerita yang menarik baginya dan dengan kata-kata yang dapat dipahami atau familiar dengannya. Kemudian mintalah penderita membaca dengan keras dan menceritakan kembali apa yang telah dibacanya.
  2. Bila mereka tidak mampu menceritakan, mintalah mereka membaca tiap paragraf dalam hati tanpa suara, kemudian menceritakan isi paragraf tersebut.
  3. Ketika pemahamannya meningkat, tambahkan jumlah paragraf yang dibaca sampai mereka mampu membaca dan memahami keseluruhan isi bacaan.
  4. Berikan arahan untuk membantu pemahamannya, misalnya dengan memberikan pertanyaan seperti: Bagaimana akhir ceritanya? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah si pemeran utama berhasil menjalankan misinya?
  5. Berikan pujian untuk setiap keberhasilannya. Pujian akan membangkitkan semangat untuk terus giat berlatih. Terlepas dari yang telah diuraikan, yang paling penting adalah memberikan dukungan sepenuhnya kepada setiap kemampuan yang ditunjukkannya. Berikan pemahaman kepada mereka bahwa memiliki dyslexia bukanlah sebuah kesalahan.
Berdasarkan riset-riset yang dilakukan baik oleh para psikolog maupun para psikolinguis ataupun keduanya, terdapat berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh dyslexia, termasuk model pembelajaran yang dikembangkan oleh depdiknas. Mungkin pada kesempatan yang lain kita dapat membahas ini.

 

Penutup

Dyslexia memang kemampuan membaca yang buruk yang dimiliki oleh seseorang yang berinteligensi normal. Kondisi faktor penyebabnya didominasi oleh faktor genetis ini mengakibatkan penyandang dyslexia mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran karena mereka sulit menyatukan dan mengolah informasi-informasi yang mereka terima. Walaupun demikian, mereka memiliki kemampuan berfikir yang imajinatif yang mungkin tidak dimiliki oleh banyak orang. Mereka adalah anak yang luar biasa bila mendapatkan penanganan dari ahlinya dan mendapatkan tempat untuk menyalurkan kemampuan mereka.

Sasmi Farida, Dosen Fakultas Bahasa Universitas Widyatama.

Sejuta Manfaat Buah Durian untuk Kesehatan

Siapa yang tidak kenal dengan buah durian? Rasanya yang lezat membuatnya disukai banyak orang, terutama di kawasan Asia. Buah ini memiliki banyak manfaat di bidang kesehatan.

Berikut ini adalah manfaat buah durian :

  • Mencegah sembelit. Bagi anda yang sering mengalami gangguan pencernaan berupa sembelit sebaiknya anda mengonsumsi durian karena buah yang dianggap sebagai raja buah ini memiliki kandungan serat sebanyak 37 persen. Kandungan serat serta nutrisi buah ini dapat membantu anda buang air besar. Manfaat kedua adalah buah durian mampu untuk menanggulangi terjadinya penyakit anemia. Hal ini dikarenakan tingginya asam folat yang dapat meningkatkan sel darah merah pada tubuh.
  • Untuk keindahan kulit. Durian mengandung banyak sekali vitamin C yang membantu proses pembentukan kolagen sehingga proses regenerasi kulit akan terjadi dengan mudah.
  • Menjaga kesehatan tulang. Kandungan potassium yang tinggi pada durian memungkinkan untuk menyehatkan tulang Anda apabila Anda rajin mengonsumsi durian.
  • Menstabilkan gula darah. Walaupun terasa manis Anda tidak perlu khawatir gula darah Anda naik karena durian dapat membantu menstabilkan gula darah karena kandungan mangaan yang ada pada buah ini.
  • Durian juga mengandung tembaga yang sangat tinggi. Kandungan tembaga ini dapat membantu agar kelenjar thyroid anda dapat berfungsi dengan baik. Dengan demikian Anda tidak akan khawatir terkena gondok jika memakan buah durian.
  • Apabila Anda termasuk orang yang gampang terserang penyakit migrain, maka makanlah buah durian agar migrain Anda segera sirna. Kandungan vitamin B yang sangat tinggi pada durian memungkinkan untuk hilangnya rasa sakit yang disebabkan oleh migrain Anda.
  • Selain itu kandungan vitamin B yang tinggi juga mampu mengendalikan nafsu makan anda karena dengan memakan durian Anda akan mampu merasa kenyang lebih lama.
  • Dari berbagai manfaat buah durian, salah satu manfaat pentingnya adalah untuk membantu pembentukan tulang dan juga gigi. Kandungan fosfor yang tinggi pada buah durian inilah yang membantu dalam hal pembentukan dua buah bagian tubuh yang penting tersebut.
(sumber: www.sehataja.com)