PKM Widyatama Berbasis SDGs Kolabarasi Program Bersama Mewujudkan Kesejahteraan

0
203 views

Bincang Bersama:

Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum – Rektor Universitas WIiyatama

 

Memaknai  tujuan pendirian Negara dan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: “… Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,…”. Tentunya ada benang merah yang menghubungkan Pembukaan UUD 1945 tersebut dengan fungsi dan tujuan pendidikan tinggi yang direpresentasi oleh perguruan tinggi. Dua butir Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 menyebutkan pendidikan tinggi bertujuan menghasilkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan mewujudkan Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

            Bertepatan dengan itu, dalam 15 tahun yang lalu (sejak 2016) sampai 2030 mendatang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mencanangkan kerangka kerja global yang penting untuk mencapai kehidupan lebih baik dan lebih berkelanjutan bagi semua orang di planet ini. Kerangka kerja ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs) – Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang mencakup 17 kerangka kerja.

            Realitanya kita – bangsa Indonesia – sedang berproses mewujudkan tujuan  tersebut di atas mengingat problematika kehidupan masyarakat yang tampak dihadapan kita. Menjawab realita ini salah satunya melalui peran perguruan tinggi untuk berkontribusi.

Belakangan ini, majalah Komunita tergelitik dengan pengabdian masyarakat (PKM) Universitas Widyatama berbasis pada SDGs. Untuk itu kami menyempatkan diri berbincang-bincang dengan Rektor Universitas Widyatama – Prof. Dr. H. Dadang Suganda, M.Hum ditengah kesibukan beliau mengusung gagasan “Widyatama Unggul, Mengakar, dan Bermanfaat dalam upaya menjalankan peran perguruan tinggi memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut bincang-bincang kami.

 

Majalah Komunita:

Bagaimana perspektif Prof. Dadang selaku Rektor terkait dengan SDGs dan tantangan PTS berkontribusi dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi?

Prof. Dadang:

Pertama, ada 17 tujuan SDGs yang merangkum berbagai problematika kehidupan, bukan hanya regional tapi juga global. Bahkan PBB sudah mencanangkan peta jalan kehidupan ke depan menggunakan SDGS sebagai rujukan. Kedua, Indonesia sudah mendesain peta jalan SDGsnya. Kami sering mendapatkan informasi berkaitan bagaimana SDGs menjadikan Indonesia ke depan lebih baik, terutama berkaitan dengan pelestarian alam, sosial budaya, dan lain-lain.

Karena itu, SDGs kami turunkan dalam platform Tridarma Perguruan Tinggi Widyatama. Memang kelihatannya beberapa perguruan tinggi belum merujuk pada SDGs komprehensif. Tapi kami Universitas Widyatama memfokuskan SDGs setelah direnungkan, direfleksikan problematika kehidupan kampus dengan SDGs sangat linier. Linearitas ini dapat di-matching-kan dalam pendidikan, pengabdian kepada masyarakat. Karena itu, kami menurunkan SDGs sebagai rujukan untuk orientasi Tridharma.

Contoh ketika membicarakan MBKM, sasarannya adalah mahasiswa memiliki keterampilan bukan hanya sifatnya kecerdasan akademik, tapi juga kecerdasan keterampilan, sikap dan karakter. Kemudian untuk apa tujuan itu semua, salah satunya misalnya mendapatkan pekerjaan, sasaran akhir dari mendapatkan pekerjaan itu supaya tidak ada kemiskinan. Jadi kemiskinan diturunkan pada bagaimana kita mencerdaskan anak bangsa supaya tidak miskin, kemudian kami menerjemahkan miskin bukan hanya miskin harta, miskin ilmu, miskin keterampilan, miskin sikap dan karakter. Karena dengan miskin ilmu peluang untuk mendapatkan jalan kehidupan yang layak menjadi tipis, dan ruang sempit. Karena itu, bagi kami menerjemahkan SDGs bukan hanya dalam bentuk yang sifatnya tercantum dalam tujuan pendidikan, tapi bagaimana dioperasionalkan. Bagaimana penanggulangan kemiskinan dioperasionalkan di dalam pendidikan, dimana tujuan pendidikan yakni  mencerdaskan bangsa. Maka kita jangan memiskinkan anak untuk yang sifatnya akademis keilmuan dan lain-lain. Itu maksud kami SDGs dalam rujukan sebagai platform terhadap Tridharma di Widyatama.

Majalah Komunita:

Kalau begitu makna SDGs bagi perguruan tinggi swasta, khususnya WIdyatama seperti apa?

Prof. Dadang:

Kami mendasarkan SDGs terkait Academic University, tujuan kami adalah bagaimana Widyatama dikelola yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran betul ada kurikulum, ada kurikulum yang sifatnya kurikulum, yang saya sebutkan sebagai core business dan  core disciplineCore discipline adalah bagaimana kurikulum inti di setiap prodi. Lalu Wings discipline bagaimana kurikulum lintas prodi dan lintas fakultas dalam universitas.

Ketika kita bicara soal rumpun keilmuan kemudian cabang dan ranting, ujung-ujungnya memang ada di dalam peta 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Jadi, sekali lagi makna SDGs dalam Academic University adalah kurikulum yang adaptif dengan 17 tujuan SDGs. Bagaimana implementasinya, kita harus menciptakan kreativitas bagaimana sisi substansi di Fakultas Hukum, di FIB, FEB berkaitan dengan itu semua. Mungkin juga memang ada hal yang sifatnya substantif ke inti, ke ber-irisan atau ketambahan. Ini sangat relevan dengan kurikulum MBKM, ada kurikulum inti, ada kurikulum yang ber-irisan, ada kurikulum tambahan. Jadi kami mendistribusikan SDGs dalam akademik, bisa dalam kurikulum inti, ber-irisan dan tambahan. Bagaimana implementasinya itu kreativitas kita sebagai pembimbing.

Majalah Komunita:

Tantangan yang dihadapi dalam rangka implementasi SDGs pada proses Tridharma di Widyatama?

Prof. Dadang:

Pertama, SDM harus betul-betul menguasai satu secara lain apa itu SDGS, bagaimana operasional SDGs, lalu bagaimana implementasinya, dan bagaimana impact dari SDGs itu sendiri. Kedua, bagaimana SDM terutama para dosen bisa menerjemahkan SDGs dalam bentuk struktur kurikulum. Kurikulum ada yang sifatnya mata kuliah transdisiplin, interdisiplin sampai multidisiplin. Misalnya teori-teori, ada praktik-praktik, ada juga best practice. Bagaimana dosen bisa menerjemahkan, mempraktikkan, mengoperasionalkan SDGs dalam setiap kurikulum sendiri. Oleh karena itu kami juga memperhatikan dosen dalam aspek kualitas dosen, kualifikasi pendidikan dan kompetensi. Itulah  implementasi yang merupakan tantangan.

Majalah Komunita:

Dalam kaitan itu persiapan-persiapan yang dilakukan Universitas Widyatama, khusus dalam aspek penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, bagaimana menjabarkan dalam jangka pendek.

Prof. Dadang:

Pertama, dalam riset dan pengabdian masyarakat Widyatama membuat rencana induk penelitian dan pengabdian masyarakat. Di dalam rencana induk itu tentu semua program unggulan perguruan tinggi dimatangkan. Program ini mengacu pada dua subjek: Kewirausahaan, dan SDGs.  Kemudian kita akan membuatkan topik dan tema yang berkaitan dengan turunan dari SDGs. Kedua, para dosen harus memiliki semacam perpajangan bagaimana respons SDGs diturunkan pada kompetensi masing-masing. Demikian juga, disiapkan kepakarannya,  ada kepakaran utama dan kepakaran tambahan. Sebab bagaimanapun nanti ketika kita bicara tentang kepakaran dengan hasil riset dan lain-lain.  Selain itu, disiapkan sebuah rancangan bagaimana menciptakan inter dan multidisiplin dalam bentuk riset dan pengabdian masyarakat. Kita membuat kerja induk penelitian, dan pengabdian masyarakat, dengan memperhatikan peta jalan individu mengenai pengabdian dan riset termasuk untuk prodi, fakultas dan universitas. Selanjutnya bagaimana implementasi dari peta jalan itu dikaitkan dengan kompetensi linieritas dan arahan yang bersangkutan untuk jabatan fungsional. Itulah jabaran jangka pendeknya.

Majalah Komunita:

Akhir-akhir ini arah PKM ke Desa Cikurubuk – Sumedang dan Cisontrol – Ciamis, Kenapa fokusnya ke situ ?

Prof. Dadang:

Pertama, kami dihimbau LLDIKTI bahwa Widyatama mewakili PTS Wilayah IV. Memang pada saat LLDIKTI mengadakan KKN tematik untuk PTS Wilayah IV Widyatama terlibat dan sampai dengan tahap empat. Kedua, selesai tahap empat LLDIKTI menyarankan untuk membuat KKN mandiri. Kebetulan Widyatama diundang oleh Dinas Pertanian dan kerja sama Kabupaten Sumedang untuk mendiskusikan berbagai problematika, permasalahan di Sumedang. Kemudian juga proyek-proyek yang sedang dirancang, lalu kami tertarik dengan pengelolaan padi organik di desa Cikurubuk. Tentu sebagai perguruan tinggi dengan tupoksi Tridharma kami berpikir bisa berkontribusi dalam pengelolaan pendidikan di Cikurubuk. Di situ kita diskusikan ada produksi, distribusi dan konsumsi. Kami mengambil celah-celah apa yang bisa kami kontribusikan dalam hal yang bersifat produksi, dan konsumsi. Kami sudah sepakati dengan kabupaten Sumedang, Dinas Pertanian dan Perikanan, dan dua Dinas Tanaman Pangan Jabar, juga ada dukungan dari Menteri PMK dan Koperasi Widyatama melakukan KKN tematik di desa Cikurubuk – Sumedang dengan objek utamanya pengelolaan padi organik.

Sedang untuk desa Cisontrol – Ciamis,  Widyatama sudah bekerja sama dengan UNIGAL (Universitas Galuh) melaksanakan kampung literasi Cisontrol. Kegiatannya pertama memberikan semacam edukasi kepada masyarakat terkait: literasi bahasa Inggris, literasi finansial bagi UMKM dan lain- lain. Tujuan kami ingin memberikan sedikit keterampilan dan sains kepada mereka. Kemudian kalau bisa memfasilitasi mereka terutama potensi UMKM bisa menjadi besar. Tentu bagi kami adalah memberikan pencerahan bagaimana dunia saat ini berkaitan dengan kompetensi dan literasi digital.

Majalah Komunita:

Bagaimana dengan KKN Nusantara yang sedang digiatkan Kementerian.

Prof. Dadang:

Berkaitan KKN Nusantara sebetulnya waktu itu kami tidak diminta menjadi koordinator, tetapi pada saat diskusi dengan LLDIKTI IV dan teman-teman PTS, Widyatama mengajukan secara mandiri mengadakan KKN tematik Nusantara dengan Bangka Belitung. Mengapa ke Bangka Belitung karena kami sudah menjalin kerja sama dengan Universitas Ba-Bel, dan Kabupaten Belitung Timur. Ternyata LLDIKTI IV merespons sebagai bagian dari subjek yang dijadikan rujukan dalam artian tematik Nusantara. Sejak itu, beberapa perguruan tinggi bergabung, dan kami diminta menjadi PIC-nya di sana. Sekarang kami sudah melakukan koordinasi, juga sudah berkunjung ke Belitung Timur, lalu kami putuskan KKN Nusantara di bawah Widyatama akan dikonsentrasikan di Belitung Timur. Berkaitan dengan potensi apa yang bisa diangkat untuk KKN Nusantara Belitung Timur? Merujuk rencana kerja Belitung Timur terdapat banyak sumber daya alam yang bisa di eksplorasi. Pertama, berkaitan untuk potensi hasil bumi dan juga pertambangan. Mungkin adik-adik kami yang akan kami kirimkan ke Belitung, Kedua, juga difokuskan pada hal yang berkaitan dengan problematika Belitung Timur, kemudian bagaimana prospek ke depannya yang bisa mengangkat perekonomian di sana.

Majalah Komunita:

Prodi-prodi yang terlibat terkait PKM di atas, agar tepat menjawab tantangan yang ada di sana ?

Prof. Dadang:

Untuk Cikurubuk – Sumedang dan Cisontrol – Ciamis, kami melibatkan seluruh Prodi, baik mahasiswa dan dosen. Mengapa demikian, karena sekali lagi dalam program KKN mahasiswa tidak hanya diberi dengan ilmu-ilmu yang sifatnya mono-disiplin, tapi ada ilmu sifatnya tambahan. Oleh karena itu seluruh mahasiswa kami berikan kesempatan, Apa yang mereka lakukan di sana? Kita melakukan semacam magang atau riset. Kemudian untuk para dosen kita memberikan arahan supaya mereka membuat semacam kegiatan-kegiatan bersifat sains, maupun bersifat keterampilan yang bisa memberikan kontribusi pada program-program, dan problematika desa Cikurubuk dan Cisontrol. Lalu berkaitan dengan KKN Nusantara kami melibatkan seluruh mahasiswa.  Kami tawarkan tapi tidak memaksa mereka. Ada beberapa mahasiswa yang berminat, tapi kami hanya memberikan jatah tiga orang. Hal ini sebagai bentuk partisipasi kami dengan masyarakat agar ada implementasinya. Lalu bagaimana kami mengarahkan mahasiswanya, kami memberikan pembekalan kepada mahasiswa, kemudian ada rekognisi, ada dosen yang ditugaskan membimbing. Pada akhirnya hasil dari kegiatan akan berkognisi untuk pemenuhan kurikulum di prodi. Tentang rekognisi kami sedang menghitung.  Selama dua bulan ini kami rekognisi sepuluh sks, kemudian sisanya akan diberikan pada tugas-tugas lain supaya bisa memenuhi target dua puluh sks.

Majalah Komunita:

Kalau KKN yang berkaitan dengan SDGs, tentunya tidak berlaku jangka pendek, bagaimana menjaga keberlanjutannya?

Prof. Dadang:

Inilah yang sedang kami desain, bahkan kami membuat peta jalan yang kami diskusikan bersama Warek Riset dan Pengabdian Masyarakat. Jadi setiap dosen akan kami arahkan untuk membuat ranting-ranting keilmuannya, lalu diimplementasikan dalam bentuk riset dan pengabdian. Tentu ranting ilmu itu tidak bisa hanya diselesaikan dengan satu tahun, dua tahun, sebab akan bersinggungan terus.

Oleh karena itu, pada tahap pertama, tahun pertama kami membuat hematokrit (membuat parameter untuk mengukur, red.) yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dosen, kemudian dengan arah kebijakan kami tahun berikutnya kita berikan semacam ruang baru.

Bagaimana dosen melanjutkan atau mungkin juga membuat tema- tema topik baru. Yang jelas bagi kami adalah SDGs adalah peta jalan jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian kami mengambil filosofis SDGs bahwa “alam semesta itu bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu”. Oleh karena itu, kelestarian alam semesta dan kehidupan sosial harus bisa dinikmati oleh generasi penerus. Tentu perubahan itu sendiri di-support oleh tiga hal: 1) agen, 2) ruang, dan 3) waktu. Artinya mungkin kita harus beradaptasi dengan pelaku Generasi X dan Generasi Z, kemudian generasi milenial dan lain- lain. Kemudian juga ruangnya ada ruang abstrak, ruang bagaimana pemikiran mereka, bagaimana sosial mereka. Lalu periodisasi ruangan dan waktu, mungkin tahun sekarang akan berbeda dengan tahun yang akan datang, berkaitan dengan situasi, bermacam-macam yang akan mendukung program itu sendiri.

Majalah Komunita:

Pesan-pesan Prof. Dadang, saran untuk pertma rekan rekan di internal, kedua untuk perguruan tinggi lain, karena SDGs merupakan tantangan ke depannya harus kita jawab.

Prof. Dadang:

Pertama, untuk teman-teman di Widyatama mari kita akrabi indikator tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), kemudian mari kita turunkan operasional seperti apa. Turunan ini harus diintegrasikan pada Tridharma, baik akademik kemudian penelitian dan pengabdian. Lalu kalau kita belum memiliki kompetensi yang memadai mari kita adakan semacam workshop, kemudian berbagi pengetahuan. Juga bisa mengikuti seminar-seminar atau mungkin arahan berbagai komunitas, berbagai institusi, berbagai kelompok yang akan memberikan pencerahan. Kemudian, mari kita refleksikan diri kita sendiri untuk masyarakat, kebermanfaatannya. Tujuan SDGs juga supaya masyarakat bisa menikmati kehidupan yang layak. Dan selanjutnya kemudian alam ini tidak boleh hancur lebur berantakan dalam pengertian karena proses-proses pengelolaan yang tidak berbasis pada keberlanjutan.  Untuk internal kami arahkan, kami ajak untuk bisa mengakrabi secara mendalam berkaitan dengan SDGs dan operasionalnya.

Kedua, bagi teman-teman di perguruan tinggi lain, memang hak masimng-masing untuk membuat rencana strategis dan pengembangan. Jika memang mempunyai visi misi yang sama berkaitan dengan SDGs. Terima kasih mudah-mudahan kita bisa berkolaborasi, bisa bekerja sama dan bisa saling berbagi tentang kelebihan-kelebihannya dan menutupi kekurangan-kekurangan.

Interview & Written by: Lili Irahali; Transkrip wawancara: Yanda Ramadana.