Sunday, August 10, 2025
Home Blog Page 60

Download Multi Video Youtube dan Convert Gunakan Freemake Video Downloader

0
Ditya Kusnawira, S.ST
Ditya Kusnawira, S.ST

Bila Anda sering melihat video – video di Youtube dan terkadang ingin melihatnya lagi secara offline karena kuota internet? Anda terbatas atau ingin di play multi devices (TV, Smartphone, Iphone, Tablet, dll), Freemake ini bisa menjadi salah satu solusinya, dan menurut saya Freemake yang paling praktis penggunaannya dan aman bila koneksi terputus di tengah-tengah, bisa di-resume kembali untuk diteruskan download nya. Berikut tutorial cara men-download menggunakan Freemake Video Downloader.

  1. Langkah pertama download programnya di freemake.com, selain program Freemake Video Downloader, Freemake juga menyediakan program lain seperti, Freemake Video Conveter (merubah jenis video offline), Freemake Youtube to Mp3 Boom (merubah format video di Youtube menjadi format music mp3), dll. Klik teks Freemake Video Downloader (Gb. 1) lalu muncul halaman berikutnya klik icon Download sebelah kanan atas (Gb. 2).
    Freemake Video Downloader 1
    Gb. 1

    Freemake Video Downloader 2
    Gb. 2
  2. Setelah di download program tersebut, install ke PC atau Notebook kemudian buka web Youtube.com, pilih video mana yang akan di download, copy tautan (link) di atas (Gb. 3)

    Freemake Video Downloader 3
    Gb. 03
  3. Buka program Freemake Video Downloader dari PC (Gb. 4), paste link youtube yang sudah di copy dengan cara klik tombol Paste URL (tombol biru) di kiri atas (Gb. 5).
    Freemake Video Downloader 4
    Gb. 4

    Freemake Video Downloader 5
    Gb. 5
  4. Setelah di paste, tunggulah beberapa saat untuk prosesnya sampai muncul jendela Choose Quality pilihlah format MP4, 3GP atau lainnya, pilihlah format video yang umum dipakain di berbagai device seperti format MP4, untuk hasil MP4 yang maksimal, pilihlah 720p atau 1080p. Di dalam katagori Choose Action ada pilihan Only Download dan Convert To, pilihan format video di dalam Convert To diantaranya, AVI, MKV, MP3 (musik), WMV, iPod, iPad, Android, PSP dan 3GP. Pada pilihan Save To klik tombol titik-titik di sebelah kanan untuk tempat hasil download video dari Youtube yang akan di download (Gb. 6).Freemake Video Downloader 6
  5. Tunggulah beberapa saat untuk prosesnya, maka akan muncul bar / garis hijau penanda bahwa download sedang bejalan. Untuk me- download lagi beberapa video di Youtube, pilih video mana di Youtube yang akan di download, copy link video Youtube, Paste link pada tombol Paste URL, tunggu beberapa saat maka akan muncul bar / garis hijau lainnya di bawahnya menandakan bahwa proses download sedang berjalan seperti pada gambar (Gb. 7).

    Freemake Video Downloader 7
    Gb. 7
  6. Setelah proses download selesai, muncul jendela kecil di kanan bawah menandakan proses download telah selesai (Gb. 8).

    Freemake Video Downloader 8
    Gb. 8

Untuk hasil maksimal pilihlah format yang paling besar seperti 720p, 1080p, dst. Pilihan ini muncul tergantung dari Uploader (peng-upload di Youtube), bila yang di upload format video High Quality maka muncul pilihan Quality yang bagus, bila video yang di upload formatnya kecil maka pilihan Quality pun hanya terbatas.

Plagiasi, Orisinalitas, dan Wibawa Gagasan dalam Tulisan Akademik

Plagiasi (atau dalam bahasa Inggris resminya disebut plagiarism) merupakan fenomena praktik literasi yang belum terlalu lama disadari urgensinya bagi masyarakat kelisanan seperti di Indonesia yang tradisi baca-tulisnya masih rendah. Mengapa plagiasi dianggap tidak penting dalam masyarakat kelisanan? Masyarakat yang terlalu banyak bersandar pada? komunikasi lisan memang sulit diminta menegakkan pembicaraan yang berakurasi tinggi dan menggunakan catatan pinjaman gagasan yang rapih dan rinci. Barangkali, memang demikianlah tuntutan wacana lisan: kita yang terlibat di dalam komunikasi lisan diminta bersandar pada pengetahuan konteks yang sama-sama diketahui dan-akibatnya-banyak asumsi-asumsi implisit digunakan dalam komunikasi lisan ini. Sementara itu, komunikasi lisan berjalan sekali lewat dan lazimnya tidak memungkinkan pengulangan. Dalam komunikasi lisan, seringkali kita diminta merelakan melakukan tindak komunikasi dalam ketakjelasan dan akibatnya-menenggang pertukaran gagasan dalam kesamaran makna.

Lain komunikasi dalam modus kelisanan lain pula komunikasi dalam modus tulisan akademik dalam masyarakat literat. Dalam dunia akademik, komunikasi kita diatur dalam berbagai lapis operasionalnya. Misalnya, dalam melakukan komunikasi akademik, kita diminta menyandarkan gagasan kita pada kaidah-kaidah yang telah terlebih dahulu disepakati dan aturan main komunikasi akademik ini dilembagakan melalui praktik persekolahan. Contoh konkretnya ini: kapan seseorang dinyatakan melakukan plagiasi? Kapan seseorang dapat mengklaim orisinalitas dalam gagasan-gasan yang ditulisnya? Kapan seorang penulis akademik dapat meminjam gagasan orang lain dengan sah dan memperoleh wibawa akademik dari tulisan yang dibuatnya?

Plagiasi-di kalangan akademisi-dipandang sebagai kecurangan yang memercikkan aib bagi pelakunya. Anda akan dipandang nyontek apabila Anda menulis tentang sifat air yang akan mengalir ke dataran yang lebih rendah dan mencari imbangan dalam bejana berhubungan tanpa menyebut-nyebut Hukum Archimides. Pun Anda dianggap melakukan kecurangan akademik ketika Anda menulis tentang multiple intelligences tanpa merujuk Howard Gardner sebagai penggagasnya. Juga tuduhan plagiasi akan diberlakukan kepada Anda apabila Anda menulis tentang emotional intelligence tanpa merujuk nama Daniel Goleman sebagai originator dan penggagas awalnya.

Sedikitnya ada dua alasan mengapa kita harus memberikan kredit (yakni, pengakuan jasa) kepada sumber yang gagasannya kita sadap: (a) menambahkan otoritas pada pendapat yang kita kemukakan, dan (b) menghindari tuduhan kecurangan akademik yang disebut plagiarism itu.

Apa persisnya plagiarism itu? Dengan rumusan yang dapat bervariasi, plagiarism umumnya dimaknai sebagai tindakan sengaja (atau tindakan gegabah) yang kita lakukan ketika kita mengunakan kata-kata atau gagasan orang lain tanpa memberi tahu secara eksplisit dan akurat sumber yang kita kutip itu sehingga dapat menimbulkan salah pengertian. Salah pengertian dapat terjadi karena pembaca dapat terkondisikan untuk menganggap bahwa tulisan kita itu benar-benar gagasan kita (padahal, dalam realitasnya, misalnya kita pinjam ide dari penulis lain). Bahaya yang lain adalah, dengan bersengaja tak mencantumkan sumber muasal gagasan itu, kita telah turut serta mengacaukan tatanan penulisan akademik yang telah mapan. Yakni, ada aturan dalam dunia akademik yang mengharuskan kita melihat bahwa setiap serpihan pengetahuan terbangun atas serpihan pengetahuan lainnya yang telah terlebih dahulu terpublikasi sehingga wajib hukumnya bagi kita untuk mencantumkan dari mana gagasan itu kita pinjam dan-berdasarkan sumber itu-kita kemudian membubuhkan gagasan kita sendiri. Dalam melakukan publikasi ini, dengan demikian, kita tengah turut serta berbagi dan membangun pengetahuan tentang topik yang kita bahas.

Banyak mahasiswa dan/atau penulis akademik yang belum matang merasa kuatir bahwa kalau dia banyak mengutip gagasan orang lain yang meneliti dan menulis terlebih dahulu penulis pembelajar ini tidak berkesempatan mengemukakan sesuatu yang orisinal. Hal ini tidak tepat. Karena dalam dunia akademik- mungkin tak seperti dalam bidang vokasi dan kekaryaan semacam seni tari, kriya, dan desain grafis-cara kita mengorganisasikan gagasan dan cara kita menggelar argumen akan menyisakan ruang lapang bagi kemunculan keunikan cara kita berpikir dan menulis. Dengan demikian, kalau kita menulis dengan tertib dan mengutip dengan akurat kita akan menampilkan dalam pikiran pembaca citra diri kita sebagai penulis yang tertib dan akurat.

Pembangunan citra kepenulisan profesional yang tertib dan akurat ini tentu saja tidak akan terwujud seketika-diperlukan proses panjang dan disiplin kerja yang tertib untuk dapat tampil sebagai penulis yang berwibawa. Bagi Anda yang memiliki minat serius dalam penulisan akademik, beberapa saran dasar berikut dapat dilakukan sebagai langkah awal menuju ke arah keprofesionalan penulisan itu.

Pertama, tanamkan sikap dan laksanakan secara konsisten niat untuk bertindak hati-hati dan bekerja mengikuti prosedur akademik yang benar. Kehatihatian dan ketelatenan ini dibangun awal sejak proses membaca-ketika Anda menghimpun gagasan untuk tulisan Anda. Ketika membaca dalam rangka menyiapkan tulisan, Anda tandai dan catat gagasan-gagasan mana saja dan dari sumber mana saja yang kemungkinannya perlu Anda masukkan ke dalam tulisan Anda. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Anda dapat mengutip dengan tepat dan mencantumkan dengan akurat sumber-sumber yang Anda kutip.

Kedua, variasikan cara Anda merujuk tulisan sumber yang Anda gunakan. Coba hayati informasi dan/atau gagasan macam apa yang terasa meyakinkan bila dikutip langsung (dengan menyajikannya dalam apitan tanda kutip ?). Pelajari juga informasi dan /atau gagasan macam apa yang lebih nyaman kalau disajikan dalam parafrase-yakni Anda kemukakan gagasan orang lain ke dalam bahasa Anda sendiri dan Anda memberi keterangan pada ujung kalimat itu dari mana gagasan tersebut diambil. Dengan variasi sajian yang Anda telah perhitungkan dampaknya bagi pembaca ini, Anda pada hakikatnya tengah belajar meramu-dengan gaya ungkap Anda sendiri-berbagai gagasan pinjaman yang dengan sah Anda dapat miliki dalam konteks tulisan Anda sendiri.

Terakhir-dan ini teramat penting bagi kualitas tulisan Anda-Anda harus memastikan bahwa dalam setiap tulisan akademik yang Anda buat, Anda memiliki gagasan utama Anda sendiri yang jelas yang hendak Anda sampaikan, dan kemudian Anda atur organisasi gagasan yang Anda pinjam dari berbagai sumber itu untuk mendukung gagasan pokok yang Anda sampaikan itu. Dengan demikian, Anda memiliki swara (voice) Anda sendiri sembari menggunakan gagasan para ahli yang Anda kutip untuk menambah otoritas bagi tulisan Anda.

Kalau Anda dapat menulis akademis seperti ini, niscaya Anda dipandang pembaca Anda sebagai memiliki orisinalitas dalam tulisan Anda, dan gagasan dan sajian tulisan Anda terasa berwibawa di mata-hati pembaca Anda.

 

  • Bachrudin Musthafa, M.A., PhD.

Bachrudin Musthafa

Dekan Fakultas Bahasa, Universitas Widyatama

 

Upaya Penanganan Kasus Plagiarisme

Dari perspektif hukum, kasus pelagiarisme merupakan rana etika moral dan kalaupun kasus ini dibawa ke ranah hukum, akan terkait dengan hukum perdata. Di lain sisi, adapun? dasar hukum untuk kasus plagiarisme adalah UU No. 20 thn 2003, pasal 25 ayat 2 “Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dapat dicabut gelarnya.

Pasca maraknya terjadi kasus plagiarisme, sejumlah perguruan tinggi mengklaim telah berhasil membuat alat atau perangkat software antiplagiarisme. Salah satu perguruan tinggi yang yang bangga memperkenalkan produk software antiplagiarisme adalah Unpar Bandung. Universitas Surabaya dan Universitas Binus juga telah berhasil membuat buku panduan atau buku pedoman tentang upaya mencegah dan mengatasi masalah plagiarisme. Belum lama ini Ditjen Dikti juga mengeluarkan edaran tentang ancaman sangsi berat bagi pelaku tindak tindakan plagiarisme. Upaya inisiatif dari masing-masing individu untuk memiliki kejujuran akademis mulai dari diri individu masing-masing seperti yang juga direkomendasikan oleh Prof. Manalu dalam presentasinya di Seminar Nasional Plagiarisme di Universitas Binus. Namun, terdapat tantangan cukup berat menghadapi upaya penegakkan aturan dan UU, misalnya ada kasus di beberapa perguruan tinggi yang tenaga akademiknya pernah terlibat kasus plagiarisme dan telah dijatuhi sangsi administratif yang cukup berat telah menggugat Rektornya.? Dalam beberapa kasus gugatan di PTUN, cukup mengejutkan karena gugatan itu? sering dimenangkan oleh dosen yang telah dinyatakan tersangka melakukan plagiat. Sumber : Australian Alumni Ambassador and Member of Australian Alumni Reference Group (ARG) www.jikti.bakti.or.id

Dosen Lebih Suka Menjiplak, Tahun Lalu Ada 808 Kasus Plagiarisme

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG?Salah satu persyaratan untuk mengajukan sertifikasi dosen adalah membuat karya ilmiah atau makalah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah, nasional, atau internasional. Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak dosen yang melakukan plagiarisme untuk pembuatan karya ilmiahnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Djoko Santoso, saat dikonfirmasi tentang hal tersebut, mengakui masih adanya persoalan krusial dalam proses sertifikasi, salah satunya adalah masih adanya plagiarisme. Menurut data Kemendikbud, kasus plagiat?atau biasa disebut copy paste (copas) pada proses sertifikasi dosen mencapai 808 kasus di tahun 2013.

Kasus plagiarisme bisa terungkap karena Kemendikbud mempunyai data lengkap karya ilmiah, makalah, dan jurnal ilmiah. Terlebih adanya sistem yang bisa mengetahui ada-tidaknya plagiarisme dalam suatu karya ilmiah.

“Jadi, kalau ada yang copas, pasti ketahuan karena kita punya sistem bagus. Disangkanya tidak tahu. Kalau ada yang ngeyel (tidak mengaku), kami punya buktinya,” kata Djoko saat ditemui pada acara Pameran Elektronic Engineering Day ITB di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganeca, Bandung, Selasa (3/6/2014).

Kasus-kasus yang ditemui Kemendikbud antara lain pemalsuan dokumen karya ilmiah, jurnal rakitan, jurnal bodong, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama tapi sampul baru, dan nama pengarang yang berbeda.

Sebenarnya, kata Djoko, imbauan atau peringatan sudah kerap dilayangkan kepada universitas dan perguruan tinggi untuk tidak coba-coba melakukan tindakan plagiarisme karena Kemendikbud memiliki data base komplet. “Sudah diimbau, karya ilmiah ya buat sendiri, jangan sekali-kali melakukan tindakan (copas/plagiat) yang merugikan sendiri,” katanya.

Karena hal tersebut, kata Djoko, Kemendikbud membuat persyaratan khusus bagi doktoral ditingkatkan standar nasional pendidikannya. Dicontohkan, para calon doktor tersebut harus menulis di jurnal internasional minimal dua kali. Selain itu, bagi mahasiswa S3 juga ada batas minimal dan tidak ada batas maksimal. Hal ini dimaksudkan agar riset yang dilakukan benar- benar maksimal dan tidak asal-asalan. “Masa doktor hanya dua tahun, kan ngga benar,” katanya.

Persoalan lain yang masih dihadapi oleh perguruan tinggi adalah masih adanya perguruan tinggi yang tingkat rasio antara dosen dan mahasiswanya tidak seimbang. Hal ini tentu menjadi pertanyaan tentang kualitas perguruan tinggi tersebut. Diakuinya, persolan tersebut lebih banyak ditemui di perguruan tinggi swasta (PTS). “PTS yang ideal ya sudah ada. Tapi masih ada juga yang belum ideal. Bagaimana mau berkualitas kalau rasio dosen dan mahasiswanya masih tinggi,” ujar Djoko. Ia mencontohkan, ada PTS yang rasio dosen dengan mahasiswanya 1:300, bahkan ada 1:700. Menyikapi hal ini, Djoko berharap perguruan tinggi tersebut bisa segera melakukan pembenahan. Selain itu, upaya lainnya, Kemendikbud akan memperketat seleksi atau pengangkatan calon profesor.

“Untuk mencetak profesor ya tidak asal-asalan. Kalau begitu, dibubarkan saja. Karena kalau nggak benar, nantinya jadi profesor-profesoran, terus ke bawahnya jadi doktor-doktoran, magister-magisteran, sarjana-sarjanaan, terus universitasnya ya jadi universitas-universitasan,” katanya. (tif)-(www.tribunnews.com, 4 Juni 2014)

Sederet Kasus Plagiarisme di Kampus

JAKARTA?-?Koran Sindo, 25 Februari 2014 mengungkap beberapa kasus plagiarisme di lingkungan kampus:

25 Maret 2000

Universitas Gadjah Mada (UGM) mencabut gelar doctor Ipong S Azhar. Disertasinya yang diterbitkan menjadi buku berjudul “Radikalisme Petani Masa Order Baru: Kasus Sengketa Tanah Jenggawah” pada pertengahan 1999 ternyata menjiplak karya peneliti LIPI bernama Mochammad Nurhasim.

8 Februari 2010

Prof Anak Agung Banyu Perwita, dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai dosen akibat skandal plagiarisme. Artikelnya di sebuah suratkabar harian Jakarta post (16/11/2009) berjudul “RI as a New Middle Power?” menjiplak karya tulis ilmiah milik Carl Ungerer, “The Middle Power Concept in Australian Foregin Policy” di Australian Journal of Politics and Histroy : Volume 53 Number 4, pada 2007.

15 April 2010
Reputasi Institut Teknologi Bandung (ITB) tercoreng setelah alumninya, Dr. M. Zuliansyah, melakukan plagiarisme. Makalahnya berjudul “3D Topological Relations for 3D Spatial Analysis” terbukti menjiplak makalah berjudul “On 3D Topological Relationship” karya Siyka Zlatanova yang diterbitkan di jurnal IEEE.

24 Agustus 2011

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan Guru Besar Universitas Riau (UNRI) Prof Dr. Isjoni Ishaq Msi terbukti melakukan plagiarisme dalam membuat buku judul “Sejarah Maritim”. Buku dimaksud merupakan jiplakan dari Buku Budaya Bahari Karya Mayor Jenderal (Marinir) Joko Pramono pada 2005.

17 April 2012
Universitas Lampung (Unila) memastikan telah memecat calon guru besar FKIP berinisial BS yang diduga melakukan plagiat karya ilmiah keputusan itu diambil setelah tim verifikasi berhasil membuktikan pelanggaran kode etik dosen tersebut.

4 Maret 2012

Senat akademik UPI Bandung menjatuhkan sanksi penurunan jabatan dan golongan bagi tiga calon guru besar karena terbukti melakukan plagiarisme. Mereka adalah Dr. Cecep Darmawan (Direktur Kemahasiswaan UPI & Rektor Universitas Subang), Dr. B Lena Nuryanti (Dosen FPIPS UPI), dan Dr. Ayi Suherman (Dosen UPI Kampus Sumedang).

7 Februari 2014

Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Maranatha (YPTKM) memberhentikan sementara Rektor Universitas Kristen Maranatha (UKM) Dr. dr. Felix Kasim MKes. Pemberhentian itu berkaitan dengan proses penyelidikan dugaan plagiarisme yang dilakukan Felix. Felix Kasim diduga telah melakukan plagiarisme terhadap sejumlah karya ilmiah mahasiswanya.

17 Februari 2014

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Anggito Abimanyu mengundurkan diri dari jabatan dosen di UGM. Sikap ksatria itu dilakukan menyusul tuduhan plagiarisme yang dilakukan Anggito terhadap artikelnya “Gagasan Asuransi Becana” yang terbit di harian Kompas, 10 Februari 20174. Tulisan ini memiliki kesamaan dengan artikel Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan berjudul “Menggagas Asuransi Becana“.

2014

Wakil Rektor II Unhas Dr. dr. Wardihan A Sinrang MS diduga menerbitkan hasil penelitian orang lain dengan judul “Effect of Isolated Active Compound (BV103) of Boehmeria Virgata (Forst) Guil Leaves on Anti- Proliferation in Human Cervix Hela Cells Through Activation of Caspase 3 dan p53 Protein” yang dimuat di jurnal Tropical Medicine & Surgery (TMS), Vol.1, Issue 3, 2013. artikel itu memiliki kesamaan/ kemiripan dengan judul sama yang di muat di majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol 16, No 3 November 2012, Halaman 115-120. (ade)-(KoranSindo , 25 Februari 2014)

Kasus Dosen Plagiat Terjadi Hampir di Seluruh Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Kasus plagiat yang dilakukan dosen sudah meluas dan terjadi di hampir seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Kepada?Republika,?Kepala Dewan Kebudayaan DIY Prof Wuryadi, Kamis (3/10), mengungkapkan, kasus ini terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia.

”Saya melihat ini gejala lama yang mulai ketahuan sekitar tahun 90-an. Dulu ketahuan ada guru besar plagiat langsung dipecat. Kasus ini tidak hanya terjadi di Bandung, melainkan di seluruh kota di Indonesia,”tuturnya. Dia menambahkan, di UGM pernah ada doktor yang melakukan plagiat. Dia pun dihukum tidak diberi izin untuk melakukan kegiatan dan S2 nya tidak berlaku. Meskipun sudah diberi sanksi, tetapi hal itu tidak mengubah dan memberi efek jera bagi dosen lain untuk melakukan plagiat.

Menurutnya, ?adanya kondisi masyarakat ?yang mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat atau ?budaya jalan pintas menyebabkan hal ini. Kalau mereka menemui kesulitan untuk membuat karya tulis dan sebagainya, mereka pun melakukan plagiat atau meng-copy?karya orang lain dengan mencontek persis.

Padahal sebetulnya cara mengutip tulisan orang ada caranya sendiri yang sudah disepakati secara internasional yakni menyebutkan sumbernya diambil dari mana, halaman berapa, judulnya, dan seterusnya, kata Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Sebetulnya, dia mengungkapkan, dosen tahu caranya bagaimana cara mengutip ?tulisan orang lain sehingga tidak dikutip semuanya. Berbeda halnya kalau mahasiswa yang melakukan plagiat mungkin belum tahu caranya mengutip tulisan orang lain. ?(www.republika.co.id, 25 Februari 2014)

Lakukan plagiat, 100 dosen di Indonesia dapat Sanksi

Sindonews.com – Sebanyak 100 dosen setingkat guru besar, lektor dan lektor kepala perguruan tinggi, melakukan plagiat pada 2012 lalu. Sanksi mulai dari penurunan pangkat, hingga pemecatan pun dilakukan. Direktur Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Supriadi Rustad mengatakan, bagi para dosen yang ingin naik jabatan itu syaratnya membuat buku dan karya ilmiah.

Ke 100 tenaga pendidik ini nekat memalsukan buku atau karya ilmiah bukan untuk mengejar tunjangan. Namun untuk menaikkan prestise dirinya sendiri. Padahal sekarang zaman sudah maju. Segala bentuk pemalsuan pasti terdeteksi oleh tim kami. Tapi mereka nekat, katanya di gedung Kemendikbud, Rabu (2/10/2013).

Supriadi menambahkan, pemalsuan ini terjadi di kampus negeri dan swasta. Bahkan kampus kedinasan pun pernah ditemukan kasus serupa. Untuk tahun ini, jelasnya, ada 12 kasus aduan plagiat yang sedang diteliti. Dia menuturkan, tim dibagi beberapa kelompok. Ada yang memeriksa secara konvensional dan meneliti dari data online. Tim juga akan mengkonfirmasi ke penerbit tentang keabsahan penerbitan buku.

Dia menuturkan, selama 2012 kemarin ada empat yang diturunkan pangkatnya dan dua yang dipecat. Dia menjelaskan, sesuai dengan Permendiknas No 17/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Pendidikan Tinggi, maka rektor harus menindak dosen yang melakukan plagiat tersebut.

Jika rektor tidak mau, jelasnya, maka Ditjen Dikti yang akan menjatuhkan sanksi. Lalu jika Ditjen Dikti lalai, maka menteri berhak menjatuhkan sanksi ke Ditjen Dikti.

Supriadi menerangkan, kasus plagiat kebanyakan datang dari pengaduan masyarakat. Dia menduga orang yang mengadu berasal dari kampus yang sama dengan para plagiator.

Pasalnya, bukti yang dilampirkan bersama dengan aduan sangat lengkap. Pihaknya mengaku setiap hari ada saja aduan yang masuk. Namun aduan yang diseleksi memang yang kelengkapan datanya baik untuk diklarifikasi.

Selain itu, Kemendikbud juga menemukan sekira 400 perguruan tinggi swasta, melakukan kejahatan berupa pemalsuan data jumlah dosen dan mahasiswa. Tindak pemalsuan tersebut dilakukan untuk mendapatkan dana pembinaan dan tunjangan sertifikasi dosen.

“Rasio dosen dan mahasiswa kan ada aturannya. Mereka lakukan pemalsuan itu agar nampak memenuhi rasio,” lanjut Supriyadi. (http://nasional.sindonews.com, 2 Oktober 2013)

Isu Kasus Plagiarisme dalam Konteks Global

Dalam konteks isu kasus plagiarisme global, sejumlah media melaporkan kasus yang menghebohkan seperti berita Kompas tanggal 3 April 2012 yaitu berita tentang Presiden Hongaria, Pal Schmitt yang meletakkan jabatan tahun 2012 setelah gelar doktornya yang diraihnya tahun 1992 dibatalkan pasca temuan bahwa terbukti ada unsur plagiat sebagian dari disertasinya setebal 200 halaman. Presiden Schmitt melepaskan jabatan kurang dari dua tahun terhitung sejak resmi dilantik menjadi? presiden. Desas-desus pengunduran diri sang presiden terekspos sehari setelah Semmelweis University di Budapest mencabut gelar doktornya. Namun, Schmitt tetap bertahan dan berkeras ia “tak melihat hubungan” antara masalah plagiat dan pekerjaannya seperti dilansir koran Kompas.

Tahun 2011, Media Online DW memberitakan kasus Menteri Pertahanan Jerman, Karl Theodor zu Guttenberg menghadapi masalah tuduhan kasus penjiplakan beberapa bagian dalam tesis doktornya. Guttenberg, 39 tahun, menulis tesis doktornya di Universitas Bayreuth pada tahun 2006 lalu. Tesis setebal 475 halaman itu berjudul ?”Verfassung und Verfassungsvertrag” (Konstitusi dan Perjanjian Konstitusi), sebuah perbandingan antara sistem konstitusi di Amerika Serikat dan di Eropa. Beberapa bagian dalam tesis itu ternyata merupakan jiplakan langsung dari tulisan orang lain, tanpa ada catatan mengenai sumbernya dan tanpa ada kutipan. Ada bagian dari analisa di koran yang dikutip langsung, tanpa menyebut sumbernya. Antara lain dari koran Swiss Neue Zrcher Zeitung dan koran Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung. Dalam tesis doktornya, Guttenberg juga mengutip beberapa tulisan yang dipublikasi di Internet. Tuduhan awal dilontarkan oleh profesor hukum Andreas Fischer-Lescano. Ia membaca tesis Guttenberg karena tertarik secara ilmiah. Namun ia menemukan beberapa bagian yang sama dengan teks dari sumber lain. Tidak ada catatan kaki mengenai sumber asli. Tadinya, Fischer-Lescano ingin mengungkapkan hal ini dalam sebuah jurnal ilmiah akhir Februari. Tapi temuan Fischer-Lescano lalu diberitakan oleh harian Sddeutsche Zeitung. Sejak itu, makin banyak temuan plagiarisme dalam tesis Guttenberg yang diungkap berbagai media.

Pada tanggal 9 Februari 2013 Media online suaramerdeka.com melaporkan berita pengunduran diri Menteri Pendidikan Jerman, Annette Schavan, mundur dari jabatannya setelah Universitas Duesseldorf menuduhnya plagiat dan mencabut gelar doktornya. Schavan yang dikenal sebagai sekutu dekat Kanselir Jerman, Angela Merkel, ini? membuat malu koalisi yang memerintah. Namun, Schavan menyatakan mundur bukan karena bersalah. “Saya tak akan menerima putusan (universitas) dan akan melakukan tindakan hukum,” katanya dalam jumpa pers. Schavan adalah menteri kabinet Kanselir Angela Merkel kedua yang kehilangan gelar doktor akibat hal yang sama. Seperti yang diberitakan Telegraph, Rabu 6 Februari 2013, komite akademisi Universitas Heinrich Heine di Duesseldorf menyatakan wanita 57 tahun ini melakukan plagiat di beberapa bagian thesisnya pada tahun 1980. (Kompas, 6 Juni 2012).

Plagiarisme Itu Haram ! Berantas Plagiat dan Kecurangan Akademik

Muhammad Nasir (Koperstis 12.or.id)Pendidikan Tinggi kita sejauh ini dihadapkan pada hingar bingar dan kegaduhan yang seringkali tidak berujung pada perbaikan pada input, proses, output apalagi outcome yang diinginkan banyak pihak. Satu sisi realitas menunjukkan isu plagiarisme yang dilakukan dosen dan mahasiswa dari tahun ke tahun cenderung berulang bahkan meningkat. Kasus heboh plagiarisme terjadi tahun 2000 di UGM – Yogyakarta, tahun 2010 di Unpar dan ITB – Bandung, tahun 2011 di Universitas Riau, tahun 2012 di Universitas Lampung dan UPI – Bandung, tahun 2014 Universitas Kristen Maranatha – Bandung, UGM – Yogayakarta dan Universitas Hasanuddin – Makassar. Bahkan menurut catatan Ditjen Dikti pada 2012 lalu sebanyak 100 dosen setingkat guru besar, lektor dan lektor kepala melakukan plagiat; dan tahun 2013 terungkap 808 kasus plagiarisme di kalangan dosen. Ada kondisi masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah dan cepat atau budaya jalan pintas. Hal ini tentunya, sesuatu yang kontradiksi dengan mimpi Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Muhammad Nasir yang menginginkan perguruan tinggi Indonesia menjadi 10 kampus terbaik di tataran global.

Menristekdikti, Muhammad Nasir merasa galau dengan maraknya plagiarisme di Perguruan Tinggi Indonesia. Kasus plagiarisme menjadi masalah dan perhatian serius. Ia ingin plagiarisme tersebut segera diberantas. Kegalauan saya terhadap perguruan tinggi adalah melihat perguruan tinggi yang melakukan kecurangan-kecurangan di dalam masalah publikasi.

Publikasi dan Kejujuran

Dalam seminar nasional bertema Plagiarisme Dalam Perspektif Etika dan Hukum di Jakarta, 16 April lalu Menristekdikti mengatakan praktik plagiat di dunia pendidikan tinggi perlu diberantas. Kecurangan akademik seperti itu harus dihindari dan pentingnya penegakan hukum terhadap plagiarisme. “Kecurangan dalam pendidikan tinggi ini harus ditata karena menyangkut masalah kejujuran. Publikasi dari riset ilmuwan menjadi tolak ukur. Namun harus diperhatikan apakah hal yang dipublikasi terjadi plagiat atau tidak. Peraturan terkait plagiarisme sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Aturan tersebut mengkategorikan plagiarisme sebagai pelanggaran ringan dan berat, sampai mencabut predikat guru besar. Menristekdikti menegaskan, “Perlu penegakan hukum untuk berantas kecurangan. Kita ingin tingkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Ia menambahkan dalam proses kenaikan pangkat dan menjadi guru besar dicek secara online di Kemristekdikti untuk mengetahui apakah ada potensi plagiat. Sebab praktik plagiat sebelumnya kerap terjadi berulang. Sistem online ini juga menegakkan kebenaran dan keadilan. “Jangan sampai ketika membuat prototipe memakai paten orang lain sehingga yang dihasilkan prototipe palsu,” paparnya.

Buat Sistem Pencegahan Plagiat

Muhammad Nasir (Koperstis 12.or.id)

Menristekdikti mengatakan plagiat itu seperti mencuri hak orang. Haram hukumnya bagi saya, kata M. Nasir. Menurutnya plagiarisme juga banyak ia lihat di lingkungan Kementerian Ristekdikti. Hal itu diketahui saat ada yang mengajukan karya ilmiah untuk kenaikan jabatan atau untuk menjadi guru besar.

Sepanjang tahun 2014-2015 publikasi Indonesia jauh tertinggal dari Singapura, Malaysia dan Thailand. Penting upaya mendorong publikasi riset dengan tetap menjaga etikanya. Plagiat harus diberantas supaya masyarakat terlindungi. Sehubungan dengan itu, ia berharap semua perguruan tinggi membentuk dewan etik atau dewan kehormatan untuk menyelesaikan persoalan plagiarisme tersebut. Ia menerangkan Kementerian Ristekdikti sudah mengatur soal plagiarisme lewat Peraturan Menteri. Apabila mereka melakukan pelangaran hal semacam ini. Kalau berat, untuk guru besar bisa dicabut guru besarnya.

Plagiarisme Mahasiswa

Saat ini generasi muda Indonesia (termasuk mahasiswa/remaja) sedang mengalami banyak godaan. Kasus plagiarisme, ijazah palsu, sex bebas, dan lain-lain yang merusak adab dan moral generasi muda semakin mencuat dan mencuat. Hal ini merupakan bentuk ukhuwah yang salah. Ukhuwah dalam kemaksiatan dan kemungkaran merupakan perbuatan tercela dengan dosa yang berlipat ganda. Untuk mengantisipasi dan membungihanguskan masalah ini, salah satu pihak yang berperan adalah perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan sarana menanamkan pendidikan pada mahasiswa, pendidikan akademik, pendidikan akhlak, dan pendidikan moral.

Melalui pendidikan moral diharapkan terjalin ukhuwah yang benar, ukhuwah yang hakiki yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan prestasi, mutu, dan daya saing kita. Pendidikan di perguruan tinggi bukan sekedar proses pengayaan intelektual, tetapi juga menumbuh-kembangkan nilai-nilai luhur insani bagi kemajuan peradaban bangsa.

Menristekdikti, M. Nasir menyesalkan terjadi tindakan plagiarisme skripsi oleh mahasiswa. Ia menegaskan, pembuatan skripsi palsu akan mencoreng dunia pendidikan di Tanah Air. Untuk antisipasi plagiarisme, Kemenristek Dikti menyerahkan ke masing-masing universitas untuk melacak secara teliti hal tersebut. Kalau terjadi maka perlu diberikan sanksi oleh kampus. Namun, merujuk pada pengalamannya sebagai dekan di Universitas Diponegoro Semarang, menurut Nasir, mahasiswa yang ketahuan melakukan plagiarisme harus membuat kembali karya ilmiahnya.

Menurut Nasir, sejauh ini Kemenristek Dikti telah menemukan tempat pembuatan skripsi palsu di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, dengan menangkap tiga pelaku. Bahkan, tempat tersebut turut menjual skripsi dari UI. Kalau permintaan tinggi, muncul suplai, ucapnya di sela-sela peninjauan pelaksanaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2015 di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Selasa (9/6).

Dalam acara talkshow Indonesia Mencari Doktor di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 8 Oktober 2015 lalu, Menristekdikti, Mohammad Nasir mendorong generasi bangsa untuk terus berkarya dan berinovasi dengan merujuk orisinalitas. Dia mewanti-wanti agar praktik plagiarisme atau plagiat jangan didekati. “Jangan menjadi plagiarisme. Hukumnya haram, harus dijauhi,” ucap Nasir di hadapan ratusan mahasiswa, dosen dan pegiat pendidikan. Dia menginginkan para penerus bangsa menjadi tokoh-tokoh hebat yang membanggakan Indonesia.?”Mari membangun anak bangsa yang baik dan beretika,” tegas Nasir.

Bermimpi Kampus Indonesia Masuk 10 Terbaik Dunia

Menristekdikti berharap ada perguruan tinggi Indonesia yang masuk dalam daftar sepuluh kampus terbaik dunia. Sejauh ini, sepuluh kampus terbaik dunia masih didominasi perguruan tinggi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, Australia, Kanada, Swiss, dan lainnya. Kampus-kampus terbaik di Indonesia baru masuk terbaik Asia, itu pun masih dalam 100 besar.

Menteri mengakui bahwa memang tak mudah untuk mencapai sepuluh besar. Pertama dan utama adalah harus mengubah pola pikir dunia akademik Indonesia menjadi?national competitiveness?atau memiliki kompetensi nasional. M. Nasir menyebutkan sejumlah tolok ukur agar perguruan tinggi di Indonesia memiliki kompetensi nasional. Pertama,?skill worker?atau keterampilan tenaga kerja. “Lihat dosen yang dimiliki, kualifikasi doktor berapa banyak, sudahkah mencapai 50 persen. Kalau masih kurang harus ditingkatkan lagi,” kata Nasir dalam sebuah seminar di kampus Universitas Negeri Makassar, Kamis, 20 Agustus 2015.

Tolok ukur kedua adalah inovasi atau penemuan hasil riset. Kalau banyak inovasi dalam suatu negara, pasti berdampak langsung pada kompetensi nasional. Inovasi itu memang seharusnya lebih banyak muncul dari perguruan tinggi dibanding lembaga lain. Hasil riset dan inovasi pun dapat dimanfaatkan untuk masyarakat atau kalangan industri, sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Semakin berkurang tingkat pengangguran, tentu akan meningkatkan kompetensi nasional. Menggiatkan riset di perguruan tinggi, kata dia, merupakan masalah tersendiri. Soalnya ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya, dosen yang berkualitas. Dosen yang berkualitas itu ditunjang oleh kompetensi, riset, dan publikasi yang dilakukannya.

Dia mewanti-wanti dosen maupun mahasiswa Indonesia agar menghindari penjiplakan atau plagiarisme. Tindakan itu tak hanya melanggar etika pendidikan maupun intelektual, melainkan juga mengurangi kreativitas dan inovasi yang seharusnya lahir dari karya orisinal.

Tingkatkan Riset

M.Nasir mengatakan, kemenristek saat ini menuntut para dosen agar meneliti dan menerbitkan hasil-hasil penelitiannya. Minimnya riset dan penelitian dari sejumlah perguruan tinggi di tanah air dituding sebagai penyebab anjloknya posisi Indonesia di tingkat internasional. Tak heran, hanya dua perguruan tinggi di Indonesia yang masuk jajaran dunia, padahal sebelumnya ada enam.

Ia juga memaparkan tentang tingginya plagiarisme di berbagai kampus. Plagiarisme itu ditandai dengan banyaknya ijazah aspal (asli tapi palsu) yang beredar. Bahkan ada belasan skripsi aspal. Saat ini sedang kita investigasi, katanya. Akibat plagiarisme itu, sampai-sampai pihak perguruan tinggi luar negeri, khususnya di Inggris, ada kampus yang tidak mengakui ijazah mahasiswa Indonesia. Plagiarisme menurut Nasir, salah satunya muncul akibat sifat serakah sejumlah dosen. Sifat serakah yang hanya ingin mengejar uang tanpa mengejar mutu. Karena itu ia mengingatkan agar pembukaan program studi baru di perguruan tinggi jangan sampai hanya sekadar mencuri dosen dari prodi lain, sehingga akreditasinya hanya C. Ini namanya latah, dalam bahasa Jawa artinya serakah, sambungnya.

Upaya meningkatkan akreditasi juga tak lepas dari peran guru besar dan kinerja dosen? dalam meningkatkan jumlah dan mutu publikasi karya tulis akademik. Sebisa mungkin bisa berkompetisi di tingkat nasional dan internasional. Dengan catatan praktik plagiarisme, harus dihindari.

Sumber : (www.sp.beritasatu.com), (www.kabarkampus.com), (www.sinarharapan.co), (www.news.detik.com), (www.news.detik.com), (www.jelasberita.com)

Upaya Mencegah Tindakan Plagiarisme

Indradjati Sidi, Akademisi dan Penggiat Pendidikan

DR. Indradjati Sidi

Indradjati Sidi ditengah kesibukannya selaku akademisi ITB dan penggiat pendidikan berbincang dengan Komunita seputar upaya mencegah Plagiarisme di perguruan tinggi. Berikut petikan wawancaranya.

Komunita : Mohon dijelaskan fenomena plagiarisme yang berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia dalam perspektif etika, karakter dan aturan ?

Indradjati Sidi : Dunia pendidikan memang cukup rentan terhadap unsur-unsur plagiarisme. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: politik, target percepatan studi, kenaikan pangkat dan lain sebagainya. Mencermati fenomena yang terkait faktor tersebut, tentu sebagian besar banyak dialami oleh para civitas akademica perguruan tinggi. Sebagai contoh: seorang dosen yang ingin mempercepat kenaikan golongan/pangkat, maka berbagai persyaratan yang ada ditempuh melalui cara-cara kurang beretika. Apalagi segala persyaratan tersebut semakin hari lebih ketat dan cukup sulit sehingga dibutuhkan multi talenta yang kuat. Pemerintah melalui Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi (Kemesristekdikti), mengeluarkan aturan serta kebijakan baru yang lebih berat dimaksudkan agar kompetensi seseorang dapat teruji secara kualitas sesuai bidangnya masing-masing. Dengan melihat persyaratan yang cukup berat tersebut, maka sebagian orang berfikir dan bertindak menggunakan jalan pintas diantaranya: melakukan plagiarisme, menyontek, mengcopy karya orang lain, dll. Apalagi ditambah adanya modernisasi media teknologi, maka tindakan tersebut? menjadi semakin mudah. Contohnya: media internet, media translatter, dan media converter. Nah, berkaitan dengan karakter, jika orang berkarakter benar, maka dia akan melakukan usaha secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya. Kemudian apabila menemukan persoalan seberat apapun, dia tidak akan melakukan tindakan menyontek, plagiat dan sebagainya. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menghindari praktek-praktek plagiarisme diantaranya : pendekatan secara dialogis melalui pembinaan yang berkesinambungan, kemudian law enforcement dari sisi aturan. Saya kira jika hal ini dapat diterapkan oleh setiap perguruan tinggi dengan konsisten, maka tidak menutup kemungkinan praktek plagiarisme sedikit demi sedikit akan berkurang walaupun secara keseluruhan tidak dapat hilang begitu saja.

Komunita : Menurut pemaparan bapak, berarti kebijakan law enforcement perlu diterapkan secara terstruktur sebagaimana dilakukan ITB, sebagai salah satu upaya pencegahan yang semestinya dicontoh oleh perguruan tinggi lainnya ?

Indradjati Sidi : Iya memang, sebab plagiarisme harus segera dicegah. Bahkan seharusnya tiap perguruan tinggi memiliki code of conduct (pedoman etika yang merupakan sekumpulan komitmen yang terdiri dari etika bisnis dan etika kerja) guna meminimalisir aksi plagiarisme. Jika pada tataran mahasiswa dinamakan student regulation (peraturan mahasiswa) yang selalu dibagikan menyeluruh sebagai panduan akademik dalam proses pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi. Selain itu juga dibentuk suatu komite disiplin yang menangani serta mengawasi berbagai permasalahan seputar kegiatan para civitas akademica, agar senantiasa selalu berada pada koridor yang benar dan bila terbukti bersalah maka akan dikenakan sanksi sesuai aturan. Hal ini bukan saja diperuntukkan bagi mahasiswa dan dosen, namun staf pegawai juga diperlakukan sama (equal law enforcement). Segala pokok-pokok peraturan yang ada tentunya harus dilakukan pembaharuan secara berkesinambungan, mengingat modus kejahatan melalui media teknologi semakin hari menjadi semakin canggih.

Komunita : Berbagai upaya pencegahan praktek plagiarisme telah dilakukan, diantaranya menggunakan alat (tools) pendeteksi sistem plagiarisme (software plagiarisme). Namun disinyalir alat tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan diantaranya, yakni banyak istilah-istilah baku dan umum yang seharusnya tidak dikategorikan sebagai plagiarisme, dianggap sebaliknya. Pendapat bapak ?

Indradjati Sidi : Untuk software tersebut alangkah lebih baik dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum diberikan kesimpulan akhir. Kemudian kita datangkan orang-orang yang kompeten/ahli di bidangnya serta berintegritas. Jika ternyata penilaian awal melalui sistem perangkat software tersebut menunjukkan pada kriteria ambang batas prosentase yang lebih (contoh: lebih dari 20%), maka dibutuhkan hasil akhir melalui mekanisme penelaahan orang yang memang pakar di bidangnya.

Komunita : Jika terjadi hal-hal sedemikian rupa, saya kira memang harus dibuatkan standarisasi sebagai sumber acuan ?

Indradjati Sidi : Sebaiknya Kemenristekdikti menerapkan standar acuan melalui range ambang batas prosentase dengan cara mengambil rata-rata terhadap jumlah paper/karya ilmiah yang sedang diuji coba melalui sistem software plagiarisme. Setelah dirata-ratakan maka kita dapat memutuskan bahwa ambang batas keseluruhan penilaian aplikasi software tersebut ternyata maksimal 20%. Nah itulah yang seharusnya pertama kali dapat diterapkan oleh Kemenristekdikti, sehingga semua institusi pendidikan tinggi dapat mengaplikasikan standar tersebut secara konsisten.

Komunita : Selain suatu tindakan tegas dari pimpinan perguruan tinggi, diperlukan pula pembinaan karakter bagi segenap pemangku kebijakan termasuk pimpinan yayasan. Apa yang harus disiapkan, khususnya oleh pimpinan yayasan agar setiap kebijakan dapat memenuhi semua aspirasi dari pengelola pendidikan tinggi (perguruan tinggi/PT) ?

Indradjati Sidi : Pertama-tama, harus kita akui bahwa pelayanan bidang pendidikan memang merupakan suatu usaha jasa yang dibutuhkan sekali oleh seluruh lapisan masyarakat, sebagaimana adanya kausalitas permintaan & penawaran (supply & demand). Adapun jiwa akademisi yang dimiliki sebagian civitas academica serta kesadaran untuk berintegritas, jujur dalam dunia pendidikan tentunya masih kurang. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan dan perhatian khusus secara berkala dari para pimpinan yayasan terhadap pengelola pendidikan tinggi, agar senantiasa tetap menjalankan prinsip-prinsip pokok serta landasan peraturan yang telah diamanahkan. Jika setiap perguruan tinggi dapat melakukan tugasnya masing-masing dalam upaya pencegahan terhadap hal-hal negatif serta mampu menerapkan sanksi dan aturan yang ada, maka tidak mustahil perguruan tinggi tersebut dapat menjadi kebanggaan masyarakat dan negara. Dari semua problematika dalam dunia pendidikan tinggi, metode pembentukan pendidikan yang berkarakter itu menjadi sangat penting untuk diaplikasikan.

Indradjati Sidi

Komunita : Bagaimana membentuk pendidikan berkarakter ini dapat diterapkan oleh setiap perguruan tinggi sebagaimana dicontohkan ITB yang sukses menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia ?

Indradjati Sidi : Pengalaman saya di ITB. Para pimpinan/manajemen mampu membagi pendidikan ke dalam dua sisi ? baik secara formal maupun informal. Secara formal, setiap pegawai/karyawan dibekali karakter dasar berstandar melalui mekanisme diklat (pendidikan & pelatihan) yang berjenjang sesuai dengan kepangkatan/golongan. Berikutnya adalah pendidikan secara informal melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat temporal, seperti: mengadakan makan siang bersama, simposium, seminar, dll. Hal-hal tersebut akan mampu mengikatkan tali persaudaraan yang lebih erat serta akan mengokohkan ikatan bathin antara dosen-dosen yang senior dengan juniornya. Dalam kesempatan itu juga secara tidak langsung mampu diterapkan pola pembinaan antara pihak atasan dan bawahan. Di ITB juga terdapat lembaga pengawasan tersendiri yang dinamakan SPM (satuan pengawasan). Lembaga ini bertugas mengecek dan mengawasi segala hal berkenaan dengan karya ilmiah dosen dan mahasiswa agar tindakannya senantiasa berada pada koridor yang benar. Dengan demikian, penerapan sistem pendidikan formal dan informal yang dilakukan oleh ITB mampu membangun jiwa korsa yang lebih mandiri, konsisten dan berintegritas.

Komunita : Saran bapak tentang upaya pencegahan tindakan plagiarisme di perguruan tinggi, khususnya bagi para dosen muda dan mahasiswa ?

Indradjati Sidi : Pertama, yang dibutuhkan bangsa kita adalah mencetak dosen-dosen muda berkompeten melalui proses pendidikan berkesinambungan, dan bekerja keras sesuai pada bidang keilmuannya masing-masing. Kedua, setiap perguruan tinggi harus memiliki code of conduct (pedoman etika) yang mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan academic integrity (integritas akademik), yakni pedoman dalam mengatur sistem pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi disertai dengan proses pemberian sanksinya jika terbukti bersalah. Ketiga, setiap program studi harus memiliki cara-cara objektif untuk melakukan verifikasi terhadap karya ilmiah yang dihasilkan oleh dosen dan mahasiswa. Keempat, membangun kebersamaan yang harmonis diantara para senior dan juniornya melalui berbagai kegiatan baik yang bersifat formal maupun informal. Target akhir yang dapat kita tanamkan dalam diri civitas akademica dari setiap proses pembelajarannya yakni memiliki rasa kebanggaan intelektual, memiliki jiwa integritas akademik yang tinggi, serta mampu menghasilkan karya-karya ilmiah terbaik sendiri. Dengan demikian suatu saat nanti, dia akan menjadi seorang guru besar yang berkompeten sesuai bidangnya. Kelima, menerapkan sistem law enforcement yang konsisten, serta adanya sanksi tegas bagi setiap pelaku, khususnya pada bidang intelektual akademik. (Written by Abdul Rozak)

PENCEGAHAN PLAGIARISME

Dosen dan Mahasiswa sangat Berpeluang Melakukan Plagiarisme”, Bagaimana Mencegahnya ?

Ketua APTISI IV A Jawa Barat, Dr.Ir.H.M. Budi Djatmiko, M.Si., M.E.I ditengah kesibukannya berbincang dengan Komunita seputar fenomena dan upaya mencegah Plagiarisme di perguruan tinggi. Berikut petikan wawancaranya.

Komunita : Mohon dijelaskan istilah plagiarisme dari sudut pandang APTISI selaku asosiasi perguruan tinggi disertai dengan aspek legalitasnya ?

Budi Djatmiko : Dalam konteks keilmuan di bidang akademik, istilah plagiarisme/ plagiasi bermakna menyalin sebagian kecil maupun besar suatu kalimat tanpa menyebutkan sumber pengambilannya. Sementara untuk aspek legalitasnya terdapat UU yang mengatur hal tersebut, yakni : KUH Perdata; UU nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta; Sanksi Plagiat UU No. 20/2003 (Pasal 25 ayat 2, Pasal 70).

Plagiarisme terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Bentuk tulisan yang disalin tanpa menyebutkan sumbernya. 2) Menyalin atau mempublikasikan satu pemikiran/sistem/tata cara seseorang tanpa dijelaskan sumbernya. Yang sering terjadi adalah bentuk praktek plagiarisme di tingkat masyarakat sebagaimana pada butir kedua, sedangkan yang pertama jarang dilakukan oleh mahasiswa ataupun dosen dikarenakan sebagian besar telah memahami etikanya. Sebagai contoh kasusnya adalah mahasiswa bimbingan saya yang sedang menempuh jenjang S3 kedapatan menyalin beberapa tulisan hasil karya ilmiah pada beberapa kampus lain tanpa menyebutkan sumber referensinya.

Komunita : Bagaimana fenomena plagiarisme khususnya di kalangan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta, serta siapa saja yang berpeluang dalam melakukan tindakan tersebut ?

Budi Djatmiko : Yang sangat berpeluang dalam melakukan tindakan plagiarisme adalah mahasiswa dan dosen. Keduanya memang yang paling sering menyusun sebuah penelitian baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dari sisi dosen terkadang dituntut untuk membuat karya ilmiah dengan sesegera mungkin dikarenakan adanya pengumpulan angka kredit (kum) yang besar dari instansi pendidikan tinggi. Biasanya dosen melakukan tindakan plagiarisme berasal dari karya ilmiah yang telah dilakukan oleh mahasiswa bimbingannya, seperti: skripsi/tesis/disertasi.

Hal ini yang sering terjadi pada dosen sehingga memperoleh kritikan/klarifikasi dari APTISI, DIKTI, maupun KOPERTIS. Hasil laporan dari berbagai daerah, kejadian tersebut sifatnya sama, yakni melakukan tindakan mengutip atau bahkan menggunakan karya ilmiah mahasiswa tanpa menuliskan urutannya. Contoh, tidak menyebutkan penulis pertama dan keduanya. Dari sisi mahasiswa, berdasarkan pengalaman saya yaitu: pertama, pihak pembimbing (dosen) kurang teliti dan memahami akar permasalahan dari karya ilmiah yang sedang dibuat oleh mahasiswanya. Begitupun juga terkadang tidak mencantumkan sumber dari hasil kutipannya. Yang kedua, biasanya saya melakukan bimbingan tidak sekaligus selesai satu bab-satu bab. Melainkan dibahas dan dikoreksi halaman perhalaman dengan melihat hasil pemikiran/sistemnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya tindakan plagiarisme dari hasil karya ilmiah orang lain pada berbagai perguruan tinggi.

Komunita : Dalam suatu karya ilmiah yang telah dihasilkan para akademisi (dosen & mahasiswa), bagaimana yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan plagiarisme? apakah ada ciri-ciri khususnya?

Budi Djatmiko : Bagian yang termasuk dalam tindakan plagiarisme yaitu dengan bercirikan pada ketidak-tersedian sumber referensi dari tiap halaman pembahasan. Hal ini sering terjadi dalam penulisan karya ilmiah di tingkat perguruan tinggi, baik sebagian kecil maupun sebagian besarnya. Ciri khusus yang kedua, yaitu pada saat si peneliti melakukan berbagai rekayasa penulisan dalam jumlah banyak berdasarkan pemikiran/ucapan sendiri padahal sebenarnya tulisan tersebut telah dibuat oleh peneliti sebelumnya (sistem orang lain digunakan oleh sendiri tanpa memberikan sumbernya). Kemudian kita juga bisa melihat dari isi daftar pustaka, misalnya: penelitian kuantitatif yang tidak dapat membuktikan pengaruh atau hubungan antar variabel sebagaimana yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Budi Djatmiko 2

Komunita : Faktor apa saja yang menyebabkan aksi plagiasi kian mewabah di kalangan Perguruan Tinggi serta apakah terdapat sanksi khusus bagi para pelakunya ?

Budi Djatmiko : Faktor yang menyebabkan aksi plagiasi ini semakin banyak, jika dilihat dari sisi mahasiswa yaitu: dikejar oleh waktu (deadline) dalam pembuatan karya ilmiahnya. Biasanya mahasiswa mengambil jalan pintas secara cepat, tanpa dipikirkan terlebih dahulu dengan banyak melakukan pengutipan karya ilmiah peneliti lainnya. Aksi plagiasi dalam karya ilmiah ini sebenarnya dapat dicegah pada saat mahasiswa melakukan tahapan usulan penelitian (UP), dengan cara menyeleksi unsur referensi yang digunakan dalam penelitian tersebut. Umumnya yang menjadi fokus pengamatan dalam tahapan tersebut yaitu: jumlah referensi penelitian sebelumnya yang membahas tentang hubungan antar variabel serta gejala-gejalanya. Dikarenakan waktu penelitian yang sempit, maka kebanyakan mahasiswa melakukan pengutipan dengan cara seenaknya sendiri tanpa proses analisis yang mendetail ditambah lagi oleh kurangnya pengetahuan dosen dalam memahami unsur variabel yang menjadi fokus penelitian tersebut (mismatch antara kompetensi dosen dengan fokus penelitian mahasiswanya).

Nah, bagi mahasiswa yang kedapatan melakukan aksi plagiasi secara terang-terangan, maka akan diberi sanksi khusus dengan cara tidak diluluskan pada saat ujian sidang tugas akhir. Kemudian diberi kesempatan lagi untuk mengulang penelitiannya dengan topik yang berbeda. Bagi dosen yang melakukan tindakan aksi plagiasi dalam suatu karya ilmiah, maka akan diberi sanksi berupa tidak diprosesnya jabatan akademik/fungsional, terlebih lagi bisa saja dilakukan penurunan pangkat jabatan. Bahkan sebagian perguruan tinggi yang lebih ekstrim lagi, dapat melakukan pemecatan secara tidak hormat kepada dosen yang bersangkutan.

Komunita : Adakah tips khusus guna menghindari tindakan plagiarisme ?

Budi Djatmiko : Tips pertama, yakni diawali dengan kompetensi dosen dalam bidang kekhususan sendiri ditambah pengalaman dalam melakukan penelitian secara baik. Yang kedua, dari sistem penerapan pada tiap perguruan tinggi. Misalnya : sebelum masuk kepada tahapan sidang tugas akhir, mahasiswa diberikan terlebih dahulu proses pengajuan penelitian atau disebut tahapan proposal usulan penelitian (UP). Pada tahapan ini, guna mencegah terjadinya aksi plagiasi, maka dilakukan proses pengamatan dan pemahaman terhadap unsur fenomena, variabel, serta objek penelitian secara mendalam. Dosen dapat memberikan saran dan masukannya serta melakukan koreksi per-bab atau per-halaman terhadap suatu pernyataan atau kalimat yang janggal.

Komunita : Bagaimana upaya dan peran APTISI dalam menyikapi hal ini, serta apakah ada program khusus yang dilakukan oleh APTISI ?

Budi Djatmiko : APTISI tidak memiliki program khusus dalam kaitannya dengan permasalahan plagiarisme, akan tetapi setiap ada pertemuan dengan para pimpinan perguruan tinggi swasta selalu mengingatkan akan bahaya plagiarisme, khususnya bagi insan akademik. Kemudian kami juga membuat surat yang isinya adalah himbauan dalam kaitannya dengan pencegahan aksi plagiasi serta berbagai unsur disertai dengan pemberian sanksi.

Komunita : Menurut pengamatan bapak, kira-kira berapa persen (secara statistik) jumlah hasil karya ilmiah dosen dan mahasiswa yang dapat dibuktikan keasliannya ?

Budi Djatmiko : Secara data statistik memang kami tidak memilikinya. Namun dapat diprediksi bahwa sebagian besar mahasiswa pada bidang keilmuan sosial jauh lebih banyak melakukan unsur plagiarisme dikarenakan proses pembentukan kalimat dan penjelasannya hampir menyerupai istilah-istilah yang kebanyakan telah dipakai oleh peneliti lain. Sedangkan pada bidang keilmuan teknik, lebih cenderung menghasilkan tugas akhir di setiap produk industri yang beraneka ragam sehingga adanya unsur plagiarisme dalam bidang ini sangat kecil. Alasan berikutnya, yang menyebabkan adanya kebanyakan unsur plagiarisme di bidang keilmuan sosial yakni makin maraknya jumlah mahasiswa kelas karyawan dan eksekutif sambil bekerja ditambah waktu untuk melakukan penelitian yang semakin sedikit sehingga mereka memilih jalur cepat dalam meneliti, misalnya: menggunakan jasa penelitian atau membuat penelitian seenaknya sendiri (asal jadi saja).

Komunita : Apa saran bapak kepada para pimpinan Perguruan Tinggi mengenai fenomena plagiarisme, apakah harus ada sinergitas diantara Perguruan Tinggi ?

Budi Djatmiko : Pihak APTISI sebenarnya telah memiliki sistem database penelitian yang bisa mencari nama peneliti, judulnya kemudian variabel yang digunakannya secara serentak. Jika ada perguruan tinggi lainnya yang ingin memanfaatkan sistem tersebut, silahkan saja dipraktekkan kemudian dibagikan kepada institusi lain yang membutuhkan. Untuk Universitas Widyatama, saya telah memberi masukan/saran melalui bidang IT via. bpk Ucu (programmer) sekaligus mempraktekkan secara langsung sistem database ini.

Komunita : Ke depan, program apa yang disiapkan APTISI Jawa Barat dalam mengatasi permasalahan seputar fenomena plagiarisme ?

Budi Djatmiko : Program yang disiapkan APTISI guna menghadapi fenomena plagiarisme diantaranya menyediakan sistem database penelitian yang dapat digunakan oleh semua perguruan tinggi dalam berbagai bidang keilmuan. Saya berharap agar setiap perguruan tinggi dapat memanfaatkan fasilitas ini guna mengantisipasi serta mencegah semakin maraknya tindakan plagiarisme, baik yang dilakukan mahasiswa maupun dosen pada berbagai institusi pendidikan tinggi. Mudah-mudahan dengan adanya program ini dapat meningkatkan sinergitas serta kewaspadaaan diantara perguruan tinggi pada? bidang penelitian terutama dalam mengatasi fenomena plagiarisme. (Written by Abdul Rozak)

skema plagiarisme Budi Djatmiko dan komunita

FOODGRAM saingan para model cantik

Selfie atau self potrait kini menjadi sangat populer seiring makin menjamurnya smartphone yang canggih dan murah. Selfie yang biasanya dilakukan oleh diri sendiri kini semakin berkembang, bahkan makanan yang setiap hari kita jumpai pun sekarang lebih menarik untuk di abadikan. Food Selfie yang sering kita dengar sekarang menjadi tren terbaru dalam dunia photographi

Kata “selfie” sendiri berasal dari abad ke-20, ketika pertama kali sebuah kamera portabel muncul dipasaran. Salah satu foto “selfie” yang paling awal dan menjadi pelopor foto “selfie” adalah ketika bangsawan Rusdia bernama Duchess Anastasia Nikolaevna mengirimkan foto “selfie” dirinya kepada temannya melalui surat pada tahun 1914. Pada dasarnya sifat manusia memang ada yang seperti itu, sehingga tidak heran jika banyak orang yang melakukan “foto selfie” terutama kaum hawa.

Smartphone sekarang ini bukan hanya berfunsi sebagai alat komunikasi seperti sms, telephone atau pun chatting, namun fasilitas kamera yang beresolusi tinggi lebih diminati masyarakat dibanding dengan fasilitas lainnya. Selain untuk mendokumentasikan moment tertentu, banyak orang yang menyalurkan hobi narsis berfoto atau yang kini sering disebut selfie.

Tidaklah aneh kini melihat orang memfoto makanan terlebih dahulu dibanding berdoa sebelum makan?

Bisa dipastikan orang tersebut sedang terjangkit tren Food Selfie. Berbagai alasan dilontarkan orang-orang yang menyukai food selfie, terlebih lagi semakin menjamurnya jenis dan macam di dunia kuliner membuat orang makin berkreasi dengan bentuk atau pun rasa makanan yang akan disaajikan kepada pelanggan. Alasan itu menjadi sangat masuk akal, bentuk makanan yang bagus, unik, cerah bahkan tata cara penyajiannya (platting) semakin di buat lebih menarik oleh para penjaja dunia kuliner.

Food Selfie, itulah sebutan yang tepat untuk tren terkait dengan kegiatan memotret makanan atau minuman Anda kemudian mengunggahnya ke media sosial sebelum mulai menyantapnya. Ritual tersebut sejatinya mulai marak ketika media sosial seperti Instagram mulai ramai digunakan. Para pecinta food selfie tak segan memotret makanan yang mereka pikir memiliki bentuk dan tatanan yang indah atau menarik.

Namun, untuk melakukan food selfie, pastikan bahwa objek makanan atau minuman yang Anda potret memang benar menarik dan dapat menghasilkan nilai seni. Jangan sampai Anda melakukan food selfie secara asal-asalan dan terlalu sering, karena hal tersebut akan terlihat fail dimata teman-teman Anda di jejaring sosial. Untuk itu, berikut tips dan trik menciptakan?food selfie yang menarik dan indah:

Makanan dalam keadaan segar

Sebelum melakukan food selfie, pastikan makanan atau minum yang akan Anda potret masih dalam keadaan segar dan belum dikonsumsi. Misalnya Anda ingin memotret sup hangat, pasti akan terlihat menarik bukan jika uap sup tersebut ikut terabadikan di foto yang akan Anda unggah Pasti orang yang melihatnya pun akan menanggap itu menarik.

Tatanan pada objek

Tatalah makanan atau minuman yang akan Anda potret sepadan mungkin. Buatlah foto yang akan Anda bidik menjadi berkelas seperti foto makanan di suatu majalah. Pastikan tidak ada tumpahan makanan dimeja atau tumpukan tas Anda dan tas teman-teman Anda. Tentukan sudut yang tepat sehingga foto yang diambil juga terlihat indah.

Pencahayaan

Cari sudut dengan pencahayaan yang bagus ya, agar tampilan food selfie Anda maksimal. Namun, jika memang sulit mendapatkan pencahayaan yang tepat, setidaknya manfaatkan filter foto yang ada pada aplikasi ponsel Anda untuk menjadikannya lebih menarik lagi.

Itulah beberapa tips dan trik bagi Anda pecinta food selfie. Siapa tahu, dari kebiasaan tersebut ternyata Anda membuka bakat terpendam Anda sebagai fotografer makanan profesional. Namun, terlepas dari itu semua, janganlah terlalu asik memotret makanan Anda sampai makanan itu berubah jadi dingin, atau bahkan sampai Anda lupa berdoa sebelum memulai makan tersebut. (Sumber : selasar.com)

Sebuah akun instagram yang diberi nama @Dunia_kulinerbdg hadir ditengah-tengah warga bandung yang aktif di dunia sosial media. Akun ini adalah sebuah akun food blooger yang menyajikan foto-foto makanan yang bukan hanya berada di ?Bandung saja namun di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh dunia yang sedang trend. Adalah Victor dan Ranie sepasang remaja Bandung yang gemar makan ini merupakan orang dibalik akun @dunia_kulinerbdg. Mereka membuat akun instagram tersebut pada bulan Oktober 2013. Bukan tanpa sengaja namun keisengan dan hobi makan mereka lah yang membuat mereka memiliki ide untuk membuat sebuah akun food blooger di media sosial.

Bukan hanya sekedar hobi yang unik, namun mereka mencoba membahas kekayaan dunia kuliner dan kreatifitas anak muda khususnya di Bandung dalam menciptakan kreasi makanan baru di dunia kuliner Indonesia. Karena pada dasarnya Victor dan Ranie kurang begitu menyukai selfie (foto wajah sendiri) karena mereka sendiri kurang percaya diri apabila harus memajang foto mereka berdua di media sosialnya. Bukan keuntungan material yang mereka inginkan, namun kepuasan untuk saling bebagi informasi kepada sesama pengguna media sosial lah yang membuat mereka masih eksis sampai saat ini.

Cafe/restoran/warung makan yang mereka pernah datangi memiliki banyak keuntungan dibalik semua kegiatan food selfie Victor dan Ranie ini, terutama adalah sarana promosi yang gratis dan sangat efektif. Kegiatan food selfie ini pun dapat membantu wisatawan yang ingin mencicipi makanan khas Bandung, khususnya wisatawan yang akan berkunjung ke Bandung. Bayangkan saja, hingga hari ini saja akun @dunia_kulinerbdg memiliki 103.000 followers (pengikut) tak diragukan lagi keeksisan mereka dalam bermedia sosial dengan alibi demen selfie bareng makanan (food selfie) disambut sangat baik oleh seluruh pengguna media social.

Setiap Victor dan Ranie mengunggah foto makannya di akun mereka. Tidak kurang dari 1.000 followersnya (pengikut) menyukai foto mereka, dan mungkin banyak yang datang berkunjung ke tempat-tempat yang Victor dan Ranie datangi berkat postingan mereka di akun instagramnya.

Berikut adalah beberapa food selfie yang di upload oleh Victor dan Ranie di akunnya @dunia_kulinerbdg :

dunia_kulinerbdg 4dunia_kulinerbdg 3dunia_kulinerbdg 2dunia_kulinerbdgdunia_kulinerbdg 5

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tampilan yang menarik menjadi salah satu unsur untuk mendapatkan hasil foto yang baik. Seni foodgram dapat dilakukan oleh siapapun, tidak ada batasan usia ataupun kriteria tertentu dalam pengambilan foto. Semua orang yang memiliki smartphone dapat melakukan food selfie dimanapun dan kapanpun di saat mereka mendatangi sebuat restoran/cafe. Kemunculan foodgram yang kini semakin menjamur di kalangan pengguna media sosial diharapkan tidak mengenyampingkan tradisi dan etika kita sebagai orang Indonesia yang membiasakan berdoa sebelum makan.

Yuk, kita tingkatkan kreativitas dan memanfaatkan smartphone kita dengan lebih bijak, siapa tau kita bisa menghasilkan sebuah karya seni yang diterima di masyarakat luas dan bisa menghasilkan pundi-pudi rupiah (Astriawati Jei.)

Editorial

Sidang Pembaca yang budiman,

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut Plagiat ialah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, ..; jiplakan. Apapun alasannya plagiasi, plagiarisme memang mengandung unsur atau sifat yang tidak baik menyangkut moral dan etika.

Beberapa tahun terakhir, isu ini mencuat di komunitas pendidikan tinggi. Tercatat banyak peristiwa plagiarisme yang melibatkan dosen dalam jabatan fungsional asisten ahli, lektor, lektor kepala sampai guru besar. Mereka dari kalangan dosen sampai yang memegang jabatan rektor, terjebak kasus plagiasi yang mencemarkan diri sendiri dan institusinya. Sementara di kalangan mahasiswa kasus plagiasi bisa ditelusuri melalui proses pengamatan dan pemahaman terhadap unsur fenomena, variabel, serta objek penelitian secara mendalam dan tulisan tugas akhir mereka. Berapa jumlahnya ? Dengan kemudahan teknologi saat ini, melalui copas (copy paste) diduga menyerupai gejala gunung es. Data Kemendikbud tahun 2012 mengungkap 100 kasus plagiasi dosen, di tahun 2013 pada proses sertifikasi dosen terungkap 808 kasus, yakni melonjak 8 kali atau 800 %. Sesuatu yang patut menjadi perhatian dan keprihatinan bersama, karena terjadi di komunitas pendidikan tinggi – dosen dan mahasiswa – yang justru seharusnya memegang integritas akademik dan menerapkan azas pendidikan tinggi.

UU Nomor 12 tahun 2012, Pasal 3 : mengamanatkan 7 (tujuh) azas pendidikan tinggi sebagai prinsip-prinsip moral yang tentunya tidak boleh dilanggar, yakni : Kebenaran ilmiah, Kebajikan, Penalaran, Tanggung-jawab, Kejujuran, Kebhinekaan, Keadilan, Keterjangkauan, dan Manfaat. Selain itu perguruan tinggi juga memiliki integritas akademik, yakni prinsip-prinsip moral yang diterapkan dalam lingkungan akademik. Alison Kirk, 1996 – dalam buku Learning and the Marketplace mempertegas : Academic integrity is the moral code or ethical policy of academia. This includes values such as avoidance of cheating or plagiarism; maintenance of academic standards; honesty and rigor in research and academic publishing.

Plagiarisme paling tidak mengkait pada azas : kebajikan, tanggung-jawab, kejujuran, keadilan, dan manfaat. Maka, tindakan plagiarisme secara nyata melanggar azas pendidikan tinggi, dan integritas akademik.

Lebih jauh, perguruan tinggi menjadi tercemar ketika sivitas akademika – dosen dan mahasiswa – nya melakukan kegiatan yang melanggar kejujuran dan nilai-nilai dasar tersebut. Padahal pendidikan tinggi dengan lembaga perguruan tingginya merupakan lembaga ilmiah yang berfungsi sebagai pusat budaya, pilar bangsa, dan penggerak perubahan sosial menuju masyarakat demokratis maju. Perguruan tinggi adalah benteng terakhir bagi pembentukan calon pemimpin bangsa; sebagai wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat; sebagai pusat pengembangan iptek; sebagai pusat kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran (UU Nomor 12 tahun 2012).

Karena itu, jalan pintas yang mereka tempuh, merupakan sebuah fenomena yang perlu dicermati dan dicari akar permasalahnya. Kata singkatnya, gejala apakah ini? Apakah kita – (baca komunitas akademik) – sudah begitu permisif?, sehingga meninggalkan nilai-nilai moral dan etika, maupun integritas akademik di tengah terpaan dinamika masyarakat yang serba mengejar materi. Apa jadinya bila perguruan tinggi sebagai benteng bagi kebenaran ilmiah, wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat, pembentukan calon pemimpin bangsa, serta pembentuk peradaban bangsa hilang kredibilitasnya.

Barangkali perlu penghayatan ulang dalam diri jajaran komunitas pendidikan tinggi tentang makna dan hakekat insan akademik, dan perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, serta integritas pribadi. Seyogyanya civitas academica dengan positif membantu mencegah diri sendiri dari tindakan plagiasi, meningkatkan mutu dan kinerja proses pendidikan?tinggi kita menyongsong tantangan ke depan.

Dalam kaitan di atas Komunita mencoba memotret permasalahan, latar belakang fenomena plagiarisme tersebut dan bagaimana civitas academica dan perguruan tinggi melakukan pencegahan.

Komunita juga menyajikan rubrik lain, yaitu : makna bahasa, opini, buah pikir, dan ragam yang merupakan olah pikir civitas academica terkait dengan profesi masing-masing. Kali ini ini kami ungkap keindahan alam Caringin Tilu dan Bukit Bintang – Bandung untuk relaksasi. Selain itu, di tengah-tengah persaingan bisnis di era global yang ditandai dengan inovasi dan kreatifitas kami angkat resensi buku fragmen tragedi Industri Pesawat Terbang Indonesia sebagai pengingat bahwa cita-cita pendiri bangsa ini belum mendapat ruang untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa ini. Juga tulisan rehat berupa aktivitas Widyatama, ……… yang diharapkan menambah energi kreatif, tren, serta lifestyle. Mari kita simak bersama.-

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta.

 

Redaksi – Lili Irahali

 

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN CERDAS Menjaga Keberlanjutan diri (Sustainability)

Sejauhmana Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang kaya, termasuk perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya memikirkan tindakan-tindakan yang bernilai bagi keberlanjutan bangsa ini, generasi mendatang, serta perusahaan iitu sendiri Mungkin kita perlu menyimak apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan cerdas berskala dunia dalam menjaga keberlanjutannya. Memang sebagian besar perusahaan-perusahaan mungkin saja tertidur saat terjadi perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya. Tetapi, sebagian perusahaan-perusahaan terbaik di kelasnya justru memilih bangun dan menyadarkan diri untuk melakukan sesuatu tindakan.

Sebuah laporan lembaga non-profit – Ceres yang berfokus pada bisnis berkelanjutan menyoroti beberapa perusahaan yang layak mendapat pujian. Ceres mengatakan sejumlah kecil perusahaan diantaranya memulai pengembangan manajemen Penelitian terbaru menunjukkan bahwa “perusahaan dengan sistem akuntabilitas yang kuat (meliputi : sistem pengawasan, kebijakan yang jelas tentang hak asasi manusia dan pengelolaan lingkungan, keterlibatan aktif pemangku kepentingan) dalam banyak kasus juga memiliki perhatian yang kuat pada emisi gas rumah kaca, penggunaan energi terbarukan, bekerja kuat dengan pemasok untuk mengendalikan sebaik-baiknya keberlanjutan produk dan jasa “.

Beberapa perusahaan yang dinilai Ceres memberi perhatian terhadap hal tersebut adalah :

Kepemimpinan Dewan: Alcoa

Seperlima dari uang kompensasi eksekutif diberikan untuk keselamatan, keragaman dan kepedulian terhadap lingkungan, yang meliputi pengurangan emisi gas rumah kaca (GHG) dan efisiensi energi.

Keterlibatan Stakeholder: PepsiCo

Perusahaan makanan dan minuman menyajikan keberlanjutan strategi dan tujuan perusahaan selama pertemuan pemegang saham tahunan serta mengidentifikasi dan mengungkapkan perubahan iklim, kelangkaan air dan masalah kesehatan masyarakat sebagai tantangan utama keberlanjutan perusahaan dalam pengajuan keuangan tahunan mereka.

Keterlibatan Karyawan: General Electric

GE menggunakan departemen sumber daya manusia untuk mengintegrasikan keberlanjutan perusahaan ke dalam ?budaya perusahaan, mulai dari praktik perekrutan dan pelatihan bagi program kesejahteraan karyawan.

Pengelolaan air: Coca-Cola

Perusahaan minuman tersebut telah meningkatkan efisiensi penggunaan air sebesar 20% dan mengidentifikasi kebutuhan untuk evaluasi pihak ketiga yang ketat melalui pendekatan manajemen airnya.

Manajemen rantai pasokan: Ford Motor Company

Perusahaan mobil tersebut telah membentuk persyaratan bagi pemasok lapis pertama untuk mendorong harapan lingkungan dan sosialnya agar lebih jauh mendalami rantai pasokan dan bekerja dengan pemasok untuk membangun penurunan emisi gas rumah kaca (GHG) dan target efisiensi energi.

Inovasi: Nike

Perusahaan sepatu multinasional mengintegrasikan desain yang berkelanjutan di seluruh portofolio produk dan menciptakan aplikasi pembuatan tahun 2013, yang memungkinkan data dalam indeks bahan keberlanjutan untuk publik. Hal ini memungkinkan desainer dari seluruh industri dan di luar membuat keputusan desain yang lebih berkelanjutan, dan pada akhirnya, memberi dampak biaya lebih rendah pada produk.

Akuntabilitas manajemen: Xilem

Perusahaan global penyedia teknologi air memiliki sebuah komite pengarah dan komite risiko perusahaan berkelanjutan. Ini mengidentifikasi eksekutif senior yang bertanggung jawab atas kinerja berkelanjutan.

Kompensasi eksekutif: Exelon

Produsen energi ini telah memperkenalkan skema berbagi kinerja jangka panjang yang inovatif yang memberikan penghargaan eksekutif untuk memenuhi tujuan kinerja non-keuangan, termasuk target keselamatan, target pengurangan emisi gas rumah kaca (GHG) dan tujuan melibatkan para pemangku kepentingan untuk membantu membentuk posisi kebijakan publik perusahaan.

Keanekaragaman hayati: PG & E

Kebijakan utilitas lingkungan perusahaan secara eksplisit merujuk perlindungan habitat dan spesies, dan perusahaan ini melaporkan kepada publik temuan rinci tentang upayanya.

Dialog Investor: Starbucks

Pada 2013 pertemuan pemegang saham perusahaan kopi, CEO Howard Schultz menjelaskan upaya perusahaan untuk terlibat dengan pemasok dan komunitas lokal di mana mereka beroperasi, mempercepat investasi dalam pertanian berkelanjutan dan mencapai tujuan Starbucks ‘ menggunakan 100% sumber biji kopi tersebut secara etis pada tahun 2015.

Pengungkapan: Brown-Forman

Distributor utama anggur dan spirit menggunakan bahan-bahan yang baik iklim sensitif dan air yang intensif. Hal itu dilakukan dalam pengajuan 10-K dengan Securities and Exchange Commission. Hal ini menunjukkan bahwa melihat keberlanjutan sebagai cara untuk membangun hubungan konsumen dan merek abadi. Ini mengutip perubahan iklim, kelangkaan air dan kualitas air sebagai risiko bisnis yang signifikan.

Pengurangan emisi gas rumah kaca: Adobe

Perusahaan perangkat lunak ini bertujuan mencapai pengurangan 75 %, dari 2000 tingkat, dalam emisi perusahaan pada tahun 2015. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi energi terbarukan, termasuk sel bahan bakar hidrogen dan array surya, dan juga difokuskan pada pengurangan kebutuhan energi dengan meningkatkan efisiensi pendinginan pusat data dan “virtualising” banyak sistemnya, platform dan perangkat.

Bangunan dan fasilitas: Bank of America

Perusahaan keuangan telah berkomitmen untuk meningkatkan portofolio Kepemimpinan Energi dan Lingkungan Desain (LEED) bangunan bersertifikat. Pada akhir 2012, 15% dari total luas telah bersertifikat, dengan rencana untuk meningkatkan ke urutan kelima pada 2015.

HAM: Johnson & Johnson

Produsen barang-barang farmasi dan konsumen memiliki kebijakan rinci yang menggabungkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Ekonomi, Sosial dan Budaya. Penerapan prinsip-prinsip ini tidak hanya dalam operasi di luar negeri dan rantai pasokan, tetapi juga untuk semua tempat kerja mereka.

Pertanian berkelanjutan: General Mills

Perusahaan makanan tersebut baru-baru ini merilis satu set komitmen berkelanjutan sumber yang diawali dengan melakukan proses penilaian risiko yang kuat dalam kemitraan dengan pihak ketiga. Pendekatan ini menyebabkan perusahaan memprioritaskan sepuluh komoditas, termasuk gandum, gandum dan jagung, bahwa mereka merencanakan bagi berkelanjutan sumber.

Transportasi: Walmart

Raksasa ritel ini berkomitmen untuk menggandakan efisiensi armada truk di Amerika Serikat pada tahun 2015. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan menggantikan hampir dua pertiga dari armada dengan truk yang lebih efisien bahan bakar, termasuk hibrida. Perusahaan ini juga bekerjasama dengan produsen truk dan komponen untuk membangun prototipe traktor hemat energy.

Desain: Dell

Perusahaan komputer ini mengintegrasikan alternatif, daur ulang dan bahan daur ulang dalam produk dan kemasan desain, perbaikan dalam efisiensi energi, dan desain untuk end-of-life dan daur ulang. Salah satu komitmen perusahaan ini adalah untuk mengurangi intensitas energi portofolio produknya pada 80% di tahun 2020.

Investasi di produk dan jasa yang berkelanjutan: Procter and Gamble

Perusahaan barang konsumen multinasional ini melaporkaan bahwa ia telah menjual $ 52bn “produk inovasi yang berkelanjutan” antara 2007 dan 2012, terhitung sekitar 11% dari total penjualan kumulatif perusahaan selama periode tersebut. Ini adalah produk yang memberikan pengurangan yang lebih besar 10% dari versi sebelumnya atau alternatif dalam satu atau lebih dari hal berikut: penggunaan energi, penggunaan air, transportasi, bahan yang digunakan dalam kemasan, dan penggunaan energi terbarukan atau bahan. www.theguardian.com/Bestpracticesinsustainanbility

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN CERDAS Menjaga Keberlanjutan diri (Sustainability)

Guru Besar Harus Mendampingi dalam Academic Leadership, untuk Hindari Plagiarisme

Wawancara Prof. Dr.H.Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si

Prof. Dr.H.Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si

Komunita : Plagiarisme menjadi kajian penting dalam dunia pendidikan, karena telah ada pengambilan hak intelektual seseorang mengeluarkan pemikiran-pemikiran menjadi sebuah karya. Bagaimana tanggapan Bapak melihat plagiarisme yang muncul di dunia akademisi ? Bukankah seharusnya keintelektualan pendidikan dapat berbanding lurus dengan output anti plagiat? Terkait etis dan non etis serta pelanggaran hak karya?

Prof. Obsatar : Plagiarisme dari namanya sudah melanggar hukum. Yang kedua, mestinya ada batasan yang jelas antara seseorang mengutip dan mengambil menjadi narasumber, atau mengutip dan mengambil menjadi pragmatisme. Ketika dia mengutip dan melupakan mekanisme komputerisasi. Dalam sistem komputerisasi, dalam sekian persen disebut plagiarisme. Sistem itu secara kuantitatif, bukan kualitatif. Memang dari kerangka intelektual harus karyanya sendiri, sedang kerangka teoritis perlu merujuk pendapat ahli. Ini tidak menjadi jelas.

Komunita : Sebagai seorang Guru Besar tentu gejala ini menjadi pekerjaan rumah untuk mendidik dan membangun para peneliti, dosen-dosen untuk dapat menghasilkan riset secara orisinil. Program atau tindakan apa yang sudah ataupun akan dilakukan untuk menghilangkan plagiarisme?

Prof. Obsatar : Pertama, Kita Dikti – mempunyai sistem Turnitin (is an Internet-based plagiarism-prevention service created by iParadigms, LLC, first launched in 1997. Typically, universities and high schools buy licenses to submit essays to the Turnitin website, which checks the documents for unoriginal content. Leading academic plagiarism checker technology for teachers and students. Online plagiarism detection, grammar check, grading tools – Red). Dengan Turnitin dimasukkan saja, keluarlah berapa persen. Jika hasilnya keluar dari batasan Dikti, maka dia akan mengurangi batasan tertentu. Kedua, membuat ide yang cemerlang atau sistem cemerlang. Ketiga, sebagai guru besar menjadi tutorial. Kita mendampingi mereka, dalam satu sistem mendampingi mereka dalam academic leadership.

Komunita : Pemahaman apa yang sebenarnya sudah terbentuk di kondisi lapangan para peneliti, sehingga melakukan plagiat?

Prof. Obsatar : Kalau plagiat rata-rata yang melakukannya tidak menyadari. Orang-orang tertentu memang dengan cara singkat, misal dia ingin naik pangkat. Langkah ini dilakukan tampaknya dia tidak tahu bahwa setiap karya tulis segera online kan. Alam google citizen, kalau ada yang nyontek ketahuan. Kalau mengambil untuk kepentingan referensi, boleh.

Komunita : Menurut pendapat Bapak, motif orang melakukan plagiarisme? Apakah ruang kajian semakin terbatas ataukah hasil penelitian-penelitian terdahulu sudah memberikan kepuasan, sehingga peneliti lebih menyukai meng-eksplore apa yang sudah ada?

Prof. Obsatar : Meng-eksplore yang sudah ada bukan plagiarisme. Manfaatnya memberikan kesempatan untuk mengkritisi dan mengembangkan pemikiran dan penemuan yang lalu untuk penyempurnaan. Motif yang banyak untuk kepentingan sesaaat.

Komunita : Batasan-batasan apa yang terdapat di plagiarisme?

Prof. Obsatar : Untuk mendeteksi plagiarisme Ditjen Dikti menggunakan perangkat dengan nama Turnitin, yakni pernagkat software teknologi untuk memeriksa academic plagiarism bagi dosen dan mahasiswa. Perangkat ini dapat mendeteksi plagiarisme, grammar check, serta grading tools. Melalui perangkat ini Ditjen Dikti memberikan toleransi sekitar 18%.

Komunita : Mohon dijelaskan dampak dari plagiarisme terhadap kemunduran pendidikan?

Prof. Obsatar : Jumlah pendidik yang naik meningkatkan IPK-nya. Tapi IPK naik karena nyontek artinya nyontek. Sesungguhnya secara riil IPK manusia Indonesia masih rendah. Ketika ada persaingan pada ?31 Desember mendatang terkait dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN ketahuan kita tidak punya karya.

Komunita : Sejak kapan plagiarisme ada, dan bagaimana perkembangan plagiarisme itu sendiri dari jaman ke jaman. Apakah transformasi jaman telah mencetak banyak orang menjadi sarjana, sebagai indikator semakin maju dunia pendidikan, namun kenapa beririsan dengan masalah yang ditimbulkannya?

Prof. Obsatar : Sejak orang belajar menulis sudah ada. Semakin maju ?menjadi sesuatu yang urgen, tetapi plagiarisme digunakan pada karya tulis. Persoalannya perkembangannya tergantung pada kebutuhan. Kalau digampangkan semakin mudah. Saringan yang dilakukan di dunia pendidikan termasuk etika ilmiah, yang produknya memang karya ilmiah sendiri.

Komunita : Strategi apa yang perlu dilakukan perguruan tinggi untuk meminimalisasi plagiarisme?

Prof. Obsatar : Mudahnya, semua karya di online kan, semua perguruan tinggi berlangganan Turnitin.

Komunita : Aturan tidak cukup untuk mengikat para peneliti agar berada pada jalur seharusnya. Pembekalan mental menjadi syarat utama dalam kesadaran untuk berkarya. Dorongan apa yang bapak sampaikan untuk membangkitkan berkarya secara etis dalam artian jujur dan benar?

Prof. Obsatar : Rata-rata kebutuhan ekonomi, salary nambah, take home nambah. Hal ini harus diselesikan terlebih dahulu. Jabatan ilmiah tidak boleh dihubungkan dengan salary. Tentukan sanksi yang tegas pada orang-orang yang melakukan plagiarisme. Umumkan di nama-nama besar, seseorang yang meneliti ditutorialkan, untuk guru besar dijatuhkan skorsing. Perlu menerapkan sistem yang mampu menjawab kepentingan berbeda. (RR-Lee)