Memaknai Profil Lulusan, Relevansi & Penganguran lulusan PT

0
991 views
Daya Saing Bangsa, APK Pendidikan Tinggi, dan Kualitas SDM

Memaknai Profil Lulusan, Relevansi & Penganguran lulusan PT

Sidang Pembaca yang budiman

Masalah pengangguran lulusan PT (Perguruan Tinggi) merupakan momok bagi dunia pendidikan tinggi. Mereka berasal dari lulusan 4.670 PT setiap tahun. Laporan Statistik Kemenrintekdikti Tahun 2018 terdaftar 1.247.116 lulusan, dan diperkirakan tahun-tahun mendatang bakal meningkat. Karena jumlah mahasiswa terdaftar sekitar 8.043.480, sedang mahasiswa baru 1.732.308. Memang Tingkat penggangguran terbuka (TPT) per Februari 2019 berjumlah 6,82 juta. Kendati angka pengangguran cenderung menurun pada Februari 2016, namun bila dilihat dari tingkat pendidikan, lulusan diploma dan universitas makin banyak yang tidak bekerja. Sejumlah faktor yang dinilai menyebabkan peningkatan pengangguran terdidik tersebut, yakni keterampilan tidak sesuai kebutuhan, elcspektasi penghasilan & status lebih tinggi, serta lapangan kerja terbatas. (https://katadata.co.idfinfigrafik/2019/05/17).

Sementara itu, isu-isu global yang mempengaruhi pendidikan tinggi semakin nyata. Tahun 2050 atau 30 tahun ke depan dunia menghadapi masalah demografi, permintaan sumber daya terdidik dan profesional, globalisasi, serta perubahan ildim. Bahkan isu global di atas bergerak lebih cepat, dunia usaha dan industri sangat membutuhkan SDM profesional. Menghadapi itu, Indonesia mengusung visi baru pendidikan dan kebudyaaan, yaitu “terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berIcarakter”. Ketika saya mencoba menyelami hal tersebut. Suatu hari saya bertemu dengan pelaku usaha dan industri mereka mempertanyakan “profil lulusan PT” dengan IPK tinggi, tetapi dalam aspek kompetensi dan sikap kerja tidak tercermin mewakili nilai IPK tersebut. Ukuran IPK ternyata bukan cerminan yang setara atau mewakili. Fakta ini tentunya baru contoh. Apakah hal ini merupakan potret keseluruhan, sebagian kecil atau bahkan sebagian besar tentunya masih memerlukan kajian lebih luas dan mendalam.

Gambaran di atas, menjadikan insan pendidikan tinggi perlu memaknai apa sesungguhnya “Profil lulusan”, capaian pembelajaran (learning outcomes) dan apa sesungguhnya “Relevansi Pendidikan”, sebagaimana diungkap dalam kebijakan pendidikan tinggi. “Profil Lulusan? seharusnya dikembangkan dilandasi dua hal : a) analisis visi dan perkembangan keilmuan dan keahlian, b) analisis kebutuhan pasar dan pemangku kepentingan. Karena secara definisi “Profil lulusan” adalah “Peran” yang dapat dilakukan lulusan PT di bidang keahlian atau bidang kerja tertentu setelah menyelesaikan studi. Peran tersebut menunjuk pada suatu profesi (semisal : dokter, arsitek) atau pekerjaan khusus (semisal : manager perusahaan, prakthi hukum, akademisij atau bentuk kerja yang digunakan dalam beberapa bidang lebih umum (semisal : komunikator, kreator, leader) yang dirumuskan oleh Program Studi bersangkutan (Direktorat Belmawa – Dikti, 2019). Dengan landasan di atas diharapkan “profil lulusan” mendekati kebutuhan dunia kerja (dunia usaha dan industri). Sementara, “Relevansi Pendidilcan” adalah kesesuaian antara kemampuan/skills yang diperoleh melalui jenjang pendidikan tinggi dengan kebutuhan kerja (Ali, Mohammael 2009 Pendidikan untuk Pembangunan Nasional, Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri Dan Berdaya Saing Tinggi, Jakarta). Artinya kurikulum/program pendidikan tin haruslah disesuaikan dan relevan dengan tuntutan hidup ataupun kebutuhan dunia pekerjaan/dunia usaha dan industri (www.definisimenurutparaahli.com).

Konsekuensinya adalah bagaimana perguruan tinggi menetapkan dan mengembangkan profil lulusan, menyusun kurikulum, merancang capaian pembelajaran, serta melaksanakan proses pendidikan sehingga hasilnya sesuai rancangan, mendekati atau relevan dengan kebutuhan pekerjaan/persyaratan dunia kerja. Terdapat korelasi yang kuat dan langsung antara perguruan tinggi dengan dunia usaha & industri. Namun, antara keduanya secara nyata masih berjalan sendiri-sendiri, belum terhubung. Hal ini terjadi karena tidak ada sinergisitas, serta fungsi yang menjembatani komunikasi secara intens dan terstruktur. Bagaimana dunia usaha dan dunia kerja mendekatkan dan membuka diri terhadap perguruan tinggi. Demikian pula sebaliknya. Dampaknya, dunia usaha dan industri tidalc paham apa yang terjadi di dunia pendidikan tinggi dan sebaliknya perguruan tinggi tidak paham apa yang dibutuhkan dunia usaha dan industri.

Hubungan proaktif, interaktif, sistematis, dan konsisten di antara keduanya akan memberikan dampak pada efisiensi dan efektivitas dunia pendidikan, sekaligus dunia usaha dan industri, dalam peran yang berbeda. Sinergitas ini, selayaknya membangun sebuah ekosistem pendidikan tinggi & pelatihan yang saling menguatkan keduanya. “Perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi harus ada kerjasama antara perguruan tinggi dan dunia usaha dan industri (semisal : Kadin), sebagaimana yang sudah diterapkan di negara-negara maju. Semisal Jerman, Jepang, bahkan yang terdekat negeri serumpun Malaysia bisa sebagai rujukan. Apakah konsep pendidikan tinggi sekarang sudah menuju arah tersebut ? Tampaknya kita masih perlu menunggu. Bila mengacu pada KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dan SN DIKTI (Standar Nasional Pendidikan Tinggi) dengan rumusan yang ada dalam standar tersebut, juga referensi Rumusan kompetensi (dari hasil penelusuran alumni, pengguna lulusan, lembaga sertifikasi), serta Rumusan capaian pembelajaran (dari Asosiasi Profesi, Kolokium Keilmuan, Badan Akreditasi, serta program studi yang kredibel), maka Capaian Pembelajaran yang menggambarkan “Profil Lulusan” seharusnya bisa dicapai. Kita pahami bahwa unsur capaian KKNI adalah sikap dan tata nilai, kewenangan dan tanggungjawab, kemampuan kerja, serta penguasaan pengetahuan yang tentunya menggambarkan kualifikasi tertentu lulusan. Sementara deskripsi capaian SN DIKTI adalah sikap, keterampilan umum, keterampilan khusus, serta pengetahuan.

Namun masalahnya apakah semua sudah dilakukan dengan kesungguhan, sinergisitas, konsisten dan sistematis, sehingga terbangun ekosistem pendidikan tinggi berkelanjutan, yang melibatkan para pihak ? Fakta menunjukkan, bahwa intensitas keterhubungan dalam memaknai profil lulusan, relevansi pendidikan tinggi, dan pengangguran lulusan PT dari semua pihak sangat dibutuhkan. Tampaknya perlu bertanya kepada masing-masing pemangku kepentingan, yakni : dunia pendidikan tinggi serta dunia usaha dan industri. Dimanakah “ruangkosong” terjadi. Semoga. “Ruang kosong” ini diisi, dan harapan kita bersama bisa mewujud. Profil lulusan PT, Relevansi Pendidikan Tinggi dan Tingkat Pengangguran PT bukan lagi menjadi beban sejarah pendidikan kita. Wallahualam.

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. Redaksi – Lili Irahali