Tuesday, August 5, 2025
Home Blog Page 65

Menuju Kualitas Pengelolaan Pendidikan Tinggi dan SDM

Raker Rencana Kerja & Anggaran, dan Pekan Cahaya Quran Widyatama

T. Ontowiryo Abdoelkadir
T. Ontowiryo Abdoelkadir

Di tengah problematik SDM yang mendera bangsa Indonesia yaitu pendidikan dan ketenagakerjaan, sering dijumpai keluhan kurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama tenaga kerja dengan kualifikasi berketerampilan tinggi. Artinya masih sangat terbatas tenaga kerja yang siap pakai. Sementara sejauh ini pendidikan tinggi (red-perguruan tinggi) belum sepenuhnya memenuhi tuntutan tersebut. Akibatnya pengangguran terdidik menunjukkan frekuensi peningkatan yang mengkhawatirkan. Keadaan ini menunjukkan mismatch (ketidaksesuain antara keahlian dengan pekerjaan) yang dampak akhirnya mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, juga menyebabkan pemborosan biaya. Sementara itu problematik lain terkait kualitas manusia juga masih menjadi perdebatan diantaranya : etos kerja, disiplin, dan daya saing.

Isu-isu di atas secara bertahap dan konsisten diupayakan Yayasan dan Universitas Widyatama dalam berbagai kegiatan penting dan terstruktur, yaitu Rapat Kerja Rencana Kerja dan Anggaran serta penyelenggaraan Pekan Cahaya Quran. Hal tersebut sebagai representasi upaya penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan di Widyatama. Hal ini ditegaskan Ketua Yayasan Widyatama, T. Ontowiryo Abdoelkadir, SE., MBA dalam kesempatan bincang dengan Komunita. Dikatakan lebih lanjut bahwa tatakelola pendidikan dan lembaga pendidikan, proses pendidikan berkualitas/Mutu Standar, akses pendidikan, sumber daya insani (Dosen dan Mahasiswa), daya saing lulusan, relevansi pendidikan adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan penyelenggarakan dan pengelola pendidikan tinggi dalam menghadapi dinamika masyarakat dan pembangunan. Bangsa kita dalam proses membangun berkelanjutan menuju cita-cita kemerdekaan yang didambakan seluruh anak bangsa ini. Pembangunan bangsa ini realitanya dipengaruhi tantangan perubahan besar di lingkungan internal maupun eksternal globalisasi dan interdependensi.

Menghadapi tantangan perubahan yang besar tersebut tidak ada cara lain bagi bangsa Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lain dalam penguasaan informasi, teknologi, dan pasar internasional. Caranya adalah mengubah secara mendasar potensi sumber daya manusia Indonesia yang rendah menjadi sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Sumber daya yang berkualitas tersebut merupakan sumber daya manusia yang mampu menyerap informasi dan teknologi maju, serta memiliki etos kerja dan mental bersaing yang sehat.

Manusia adalah pelaku, pelaksana, dan penikmat pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan dituntut pertama kali menguasai permasalahan dan kreativitas untuk mencari berbagai alternatif pemecahan. Caranya melalui penguasaan informasi dan kemampuan memilih informasi, juga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang relevan sesuai kebutuhan zaman yang diperoleh melalui upaya meningkatkan tingkat pendidikan (Faturohman & Widaningrum-UGM).

Pendidikan adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan peradaban. Pendidikan bertujuan mempersiapkan generasi dan masyarakat baru yang lebih ideal dalam proses pembangunan bangsa itu sendiri.

Lembaga pendidikan tinggi sebagai tempat pembelajaran selayaknya mampu mengantarkan peserta didik sebagai agen perubahan sosial di masyarakat? Namun, realitas menunjukkan lembaga pendidikan tinggi baru sekedar mempersiapkan peserta didik hanya untuk memenuhi bursa pasar kerja ketimbang memandangnya sebagai subjek yang dapat menjadi agen perubahan sosial berakhlak mulia.

Begitu banyak Indonesia melahirkan para ahli, diploma, sarjana, magister, doktor bahkan bergelar profesor. Namun, bangsa ini masih saja mengalami krisis akhlak. Oleh karena itu, pendidikan tidak cukup hanya mengajarkan anak menjadi pandai, menguasai ilmu dan teknologi, pandai bicara di forum, pandai mengelola organisasi, dan sejumlah indikator kasat mata yang sering memukau. Tetapi yang mendasar bagaimana melalui pendidikan dapat menciptakan generasi-generasi penerus bangsa yang berakhlakul karimah, sehingga dapat membuat negeri ini menjadi lebih tentram, aman, dan bersih dari korupsi.

Yayasan Widyatama dalam 42 tahun perjalanannya – sejak IAB, STAMP- STIEB-STTW-STIBB-STDKV, akhirnya Universitas Widyatama dengan landasan idiil Pancasila serta nilai-nilai inti Disiplin, Jujur, Inovatif, Tekun, dan Ulet (DJITU) senantiasa berusaha mentransformasi diri membangun pendidikan berkualitas bagi anak-anak bangsa. Sehingga diharapkan mewujudkan alumni, generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berakhlak mulia sesuai visi dan misinya mencerdaskan kehidupan bangsa secara utuh, yaitu kompentensi dan karakter.

Begitu banyak Indonesia melahirkan para ahli, diploma, sarjana, magister, doktor bahkan bergelar profesor. Namun, bangsa ini masih saja mengalami krisis akhlak.

Yayasan Universitas Widyatama pada bulan Ramadhan 1436 H ini, menyelenggarakan Pekan Cahaya Quran bekerjasama dengan Abdi Triyasa Foundation telah menjadi agenda setiap tahun. Pekan Cahaya Quran yang diselenggarakan tanggal 25 Juni 2015 s.d 28 Juni 2015 mengandung berbagai kegiatan yang memaparkan kisah penuh hikmah, atau fenomena aktual kehidupan, serta mengajak kita senantiasa berpikir dan berpandangan positif. Kegiatan ini, mengupas pendalaman tentang paradigma hikmah sebagai jalan mewujudkan generasi cerdas mulia penerus bangsa, hikmah syukur, nikmat iman kepada Al Quran, mempelajari dan memahami Al Quran. Melalui kegiatan Pekan Cahaya Quran rutin ini, diharapkan mendorong para peserta mampu menjadi teladan yang baik, mendeskripsi diri secara konsisten antara ucapan dan perbuatan, terus belajar dengan seksama menjalankan setiap ajaran dan syariat.

Memperkuat aspek pembinaan softskill di atas Yayasan Widyatama melaksanakan Rapat Kerja Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Widyatama 2015/16 sebagai agenda periodik yang merupakan kesinambungan Rapat Kerja Tinjauan Manajemen Widyatama – 17 s/d 18 September 2012, Rapat Pimpinan I Widyatama – 1 s/d 3 September 2014, serta Semiloka I dan Rapat Pimpinan II Widyatama – 6 s/d 9 Januari 2015. Agenda-agenda tersebut tentunya sebagai perwujudan upaya terstruktur dalam meningkatkan tata kelola lembaga yang sehat, akuntabel, dan kredibel.

Sehubungan dengan rencana kerja dan anggaran tersebut Yayasan dan Universitas Widyatama memandang perlu mengarahkan seluruh perhatian dan upaya untuk mewujudkan:

1) penguatan organisasi dan tata kelola, 2) proses pendidikan dan pengajaran (yakni: standar pelayanan minimal pendidikan, dan kualitas pendidikan), penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat, 3) profesionalisme sumberdaya manusia – dosen dan non dosen, 4) kualitas dan daya saing lulusan, 5) relevansi pendidikan Widyatama dengan dunia usaha, 6) pengelolaan sumber dana lembaga.(lee)

Kebangkrutan Teori-Teori Yang Mendasarinya

Dra. Alfiana, M.M., Dosen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Dra. Alfiana, M.M., Dosen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Krisis yang terjadi di Yunani telah berlangsung lama, salah satunya adalah beban hutang yang sangat besar sehingga membuat negara ini sulit mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran utang. Negara ini tidak mampu menyelamatkan kondisi finansialnya yang menyebabkan kebangkrutan setelah kegagalan membayar hutangnya kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada waktu yang ditentukan. Hal ini menjadikannya sebagai negara maju pertama yang gagal membayar hutang dan hidup dari uang pinjaman untuk sementara waktu. Kebangkrutan negara Yunani mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung bagi negara lainnya, dan banyak pihak sehingga perlu diantisipasi dampaknya bagi pihak lain sekecil mungkin.

Berbagai kajian tentang kebangkrutan telah dilakukan, begitu juga metode yang digunakan. Namun pada beberapa kajian banyak istilah dengan maksud yang sama telah digunakan dan dipertukarkan sehingga menimbulkan kebingungan. Selama ini teori kebangkrutan dibentuk berdasarkan kajian kajian empiris namun beberapa peneliti mulai mengembangkan berdasarkan kajian teoritis.

TEORI KEBANGKRUTAN

Dalam kajian tentang kebangkrutan, banyak istilah yang sering digunakan dan dipertukarkan namum mempunyai arti yang sama. Hal ini dan sesuai dengan pendapat Balcaen dan Ooghe (2006, 21&49) bahwa corporare failure/ business failure belum didefinisikan dengan baik dan jelas.

Karels dan Prakash (1987,575) mengemukakan istilah umum kebangkrutan menggambarkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Beberapa penulis mengemukakan istilah failed yang dapat dipertukarkan dengan bankruptcy. Bangkrut adalah proses yang dimulai dari masalah keuangan dan disempurkanan secara hukum. Blum (1974,1)) mengemukakan kebangkrutan dengan istilah failure dan mendefinisikannya sebagai kejadian kejadian yang menunjukan ketidakmampuan untuk membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, yang menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan atau menyebabkan terjadinya perjanjian eksplisit dengan kreditor untuk menutupi hutang. Deakin (1972) menggunakan istilah Failure dan mendefinisikan kebangkrutan sebagai perusahaan yang mengalami kebangkrutan, insolvensi atau dilikuidasi untuk kepentingan kreditor. Foster (1986) menggunakan istilah Bankruptcy dalam kebangkrutan dan mendefinisikan sebagai suatu kejadian hukum yang sangat dipengaruhi oleh tindakan para banker dan kreditor. (Karels dan Prakash (1987,576). Tabel memuat istilah lain dari kebangkrutan.

Tabel

Istilah Lain Kebangkrutan yang Sering Digunakan dan Dipertukarkan

Tabel Istilah Lain Kebangkrutan yang Sering Digunakan dan Dipertukarkan
Tabel Istilah Lain Kebangkrutan yang Sering Digunakan dan Dipertukarkan

Kajian yang dipublikasikan 1930-1965 menggunakan istilah failing firms atau business failure tapi tidak spesifik secara istilah hukum bahwa itu adalah perusahaan perusahaan yang bangkrut atau berkinerja rendah dibandingkan perusahaan perusahaan yang sukses (Bellovary, Giacomino, Akers, 2007, 2 , Lim dan Jessica,2012,71) dan sesuai dengan kajian Bellovary, Giacomino, Akers,

(2007) kajian tidak spesial menunjuk istilah

Bankcruptcy prediction tapi hasilnya signifikan untuk mengembangkan model prediksi kebangkrutan. (Lim dan Jessica ,2012,71). penelitian tentang kebangkrutan dimulai pada 1930 dimana Bureau of Business Research (BBR) mempublikasikan hasil kajian tentang rasio rasio kegagalan perusahaan industri menggunakan 24 rasio pada 29 perusahaan.

FitzPatrick (1932) membandingkan 13 rasio dari perusahaan yang gagal dan sukses. Smith dan Winakor (1935) menggunakan rasio pada 183 failed firm pada berbagai industri. Merwin (1942) mempublikasikan hasil kajiannya pada perusahaan manufaktur kecil yang sukses dan gagal. Chudson (1945) mengkaji pola struktur keuangan dan melaporkan bahwa tidak ada pola normal pada struktur keuangan secara umum dan hasilnya tidak spesifi menunjuk pada model prediksi kebangkrutan. Jackendoff (1962) membandingkan rasio perusahaan yang menguntungkan dan tidak menguntungkan dimana ditemukan 2 rasio yang menentukan yaitu current ratio dan Net Working Capital to Total Assets. Penelitian ?penelitian ini menjadi landasan kerja studi tentang kebangkrutan selanjutnya.

Riset prediksi kebangkrutan modern dimulai oleh Beaver (1966,71) yang menggunakan istilah Failure dalam kebangkrutan, dan mendefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya saat jatuh tempo atau secara operasional diartikan sebagai perusahaan yang mengalami kebangkrutan, kegagalan membayar bunga dan pokok obligasi, saldo negatif perkiraan bank, deviden saham prioritas yang tidak dibayar. Beaver (1966,71) mengemukakan istilah kebangkrutan dan penggunaan univariate model untuk pertama kalinya serta membangun model prediksi kegagalan korporat. Beaver membandingkan 30 rasio rasio pada 79 perusahaan gagal dan perusahaan tidak gagal pada 38 industri dan menemukan rasio rasio yang mempunyai ke- mampuan memperkirakan kemampuan memprediksi yang tinggi seperti rasio net income dan total debt (92% akurat), net income dan sales (91% akurat).net income dan net worth,, cash fl w dan total debt, cash fl w dan total assets(90% akurat). Menggunakan rasio rasio secara simultan mempunyai kemampuan prediksi yang lebih tinggi dibandingkan rasio secara sendiri sendiri. Penggunaan kajian univariate analysis Beaver (1966) diikuti antara lain oleh Pinches et al (1975), Chen dan Shimerda (1981) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70)

Altman (1968,589) menggunakan istilah bankruptcy dalam kebangkrutan yaitu perusahaan yang secara hukum bangkrut, baik ditempatkan dibawah perwalian atau telah dijamin haknya untuk direorganisasi dibawah National Bankrupcy Act. Altman mengkaji prediksi kebangkrutan dengan menggunakan multivariate discriminant analysis (MDA) yang menggembangkan 5 faktor untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur dan dikenal dengan Z-score model dengan keakuratan prediksi 95% setahun sebelum mengalami kebangkrutan/ kegagalan, 72%, 48%, 29% dan 36% keakuratan dua, tiga, empat dan lima tahun sebelum kebangkrutan. Model

Alman diikuti oleh peneliti lain diantaranya Altman et al (1977), Deakin (1972), Edmister (1972), Blum (1974), Deakin (1977), Taffler&

Tisshaw (1977), Van Frederikslust (1978), Dilderdeek (1979), Dambolena & Khoury (1980), Taffler (1982), Ooghe & Verbaere

(1982), Taffler (1983), Mischa (1984), Betts & Belhoul (1987), Gombola et al (1987), Gloubos

& Gramatikos (1988), Declerc et al (1991), Laitinen (1992), Lussier (1994), Altman et al (1995) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70).

Ohlson (1980,109) menggunakan istilah bankruptcy dalam kebangkrutan, dan seperti peneliti pendahulu dalam kajian kebangkrutan, Ohlson merupakan pionir dalam conditional probability models atau conditional logit model. (logit analysis). Penelitian ohlson diikuti oleh Zmijewski (1984), Swanson & tybout (1981), Zavgren (1983), Gentry et al (1985), Zavgren (1985), Keasey & Watson (1987), Peel &Peel (1987), Aziz et al(1988), Gloubos & Gramatikos (1988), Keasey & McGuiness (1990), Platt & Platt (1990), Ooghe et al (1993), Sheppard (1994), Lussier (1995), Mossman et al (1998), Charitou et al (2001), Charitou & trigeorgis (2002), Lizal (2002), Becchetti& Sierra (2003) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70).

Lin dan Jesicca (2012,69) mengemukakan kerangka teori kebangkrutan dari notional theory yang berasal dari persepsi rasio rasio keuangan sebagai indikator kesehatan perusahaan. Ketika indikator perusahaan dianggap baik akan diterima sebagai perusahaan yang sehat dan sebaliknya akan berisiko bangkrut bila indikator buruk. Ada tiga katagori indikator utama yaitu likuiditas, profitabilitas dan kesejahteraan. Cashflow theory menjelaskan kerangka kerja dari arus kas. Breaver (1966,80) mengemukakan bahwa perusahaan adalah seperti reservoir aset cair yang dipasok arus masuk dan terkuras oleh arus keluar. Reservoir berfungsi sebagai penyangga terhadap variasi dalam arus. Sehingga solvabilitas perusahaan adalah kemungkinan reservoir akan habis pada titik dimana perusahaan tidak akan mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo. Perusahaan dengan aliran kas positif dapat meningkatkan modalnya dan meminjam dari pasar modal namun bila aliran kas negatif tidak dapat karena ada risiko kegagalan. Oleh karena itu perusahaan dinyatakan bangkrut bila laba tahun berjalan atau aliran kas negatif atau kurang dibandingkan hutang, atau jumlah laba tahun yang berjalan kurang dan nilai ekuitas tanpapendapatantahunberjalanadalahnegative (Scott, 1981 dalam Lin dan Jessica, 2012,72). Model equitas Merton Theory mengemukakan bahwa call option pada asset dimana strike price adalah nilai dari kewajiban kewajiban. Formulasi Merton (1973) menyatakan bahwa hutang mempunyai jatuh tempo yang ambigu dan nilai

option dihitung dengan tanggal tunggal. Ketika nilai pasar asset turun dibawah tingkat tertentu, perusahaan akan default disisi lain equitas pemilik menjaga nilai sisa seperti equity option. Berdasarkan model Merton, masa depan asset perusahaan memiliki karakteristik distribusi probabilitas oleh nilai yang diharapkan dan standar deviasi. Jika standar penyimpangan nilai masa depan asset jauh dari titik standarnya, itu adalah jarak kegagalan dan semakin besar nilai perusahaan dan semakin kecil volatilitas, semakin rendah kemungkinan kegagalan. Gamblers Ruin digunakan Wilcox (1971) untuk mengembangkan kerangka kerja memprediksi risiko kegagalan dengan asumsi bahwa keuangan perusahaan didefi posisi kas disesuaikan atau likuidasi bersih setiap saat. Model ini melihat waktunya bangkrut berdasarkan arus masuk dan arus keluar sumber daya yang likuid. Nilai ekuitas adalah cadangan dan arus kas masuk maupun keluar akan mempengaruhi cadangan ini. Kebangkrutan terjadi jika cadangan habis. Scott (1981) mengembukakan bahwa jika aliran kas berjalan mampu memprediksi posisi keuangan perusahaan, maka arus kas masa lalu dan sekarang harus dapat menentukan dan memprediksi kegagalan perusahaan. Wilcox mengatur model dimana arus kas positif atau negatif dan cadangan adalah nilai buku ekuitas. Kemudian menghitung probabilitas kegagalan yang diberikan arus kas. Jarak kegagalan dalam teori ini adalah jumlah nilai buku dan arus kas yang diharapkan dibagi dengan volatilitas arus kas.

 

PENUTUP

Kajian tentang kebangkrutan berbeda dengan teori keuangan lainnya yang dimulai dengan proposisi teoritis, kajian prediksi kebangkrutan mempunyai kerangka teoritis yang terbatas tetapi didorong oleh tes empiris dan eksplorasi model ekonometrika baru, ini menjadi alasan begitu banyak penelitian kebangkrutan yang berfokus pada model statistik. Dimulai dari menentukan apakah suatu perusahaan mempunyai kemungkinan untuk bangkrut atau kesehatan keuangan mereka memburuk namun kebanyakan model prediksi kepailitan hanya bisa mengklasifikasikan perusahaan sebagai bangkrut atau tidak bangrut tapi tidak dapat menjelaskan alasan suatu perusahaan menuju kebangkrutan atau mengapa beberapa rasio lebih efektif dalam memprediksi kebangkrutan dari pada yang lain. Pada dasarnya penelitian prediksi kebangkrutan tidak memiliki kerangka kerja teoritis yang kuat tetapi didorong oleh pengujian empiris dan eksplorasi model ekonometrika baru. (Lim dan Jessica,2012,69)

Alfiana, dosen Universitas Widyatama/UTama, kandidat doktor E-mail: [email protected]

Dra. Alfiana, M.M., Dosen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Krisis yang terjadi di Yunani telah berlangsung lama, salah satunya adalah beban hutang yang sangat besar sehingga membuat negara ini sulit mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran utang. Negara ini tidak mampu menyelamatkan kondisi finansialnya yang menyebabkan kebangkrutan setelah kegagalan membayar hutangnya kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada waktu yang ditentukan. Hal ini menjadikannya sebagai negara maju pertama yang gagal membayar hutang dan hidup dari uang pinjaman untuk sementara waktu. Kebangkrutan negara Yunani mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung bagi negara lainnya, dan banyak pihak sehingga perlu diantisipasi dampaknya bagi pihak lain sekecil mungkin.

Berbagai kajian tentang kebangkrutan telah dilakukan, begitu juga metode yang digunakan. Namun pada beberapa kajian banyak istilah dengan maksud yang sama telah digunakan dan dipertukarkan sehingga menimbulkan kebingungan. Selama ini teori kebangkrutan dibentuk berdasarkan kajian kajian empiris namun beberapa peneliti mulai mengembangkan berdasarkan kajian teoritis.

TEORI KEBANGKRUTAN

Dalam kajian tentang kebangkrutan, banyak istilah yang sering digunakan dan dipertukarkan namum mempunyai arti yang sama. Hal ini dan sesuai dengan pendapat Balcaen dan Ooghe (2006, 21&49) bahwa corporare failure/ business failure belum didefinisikan dengan baik dan jelas.

Karels dan Prakash (1987,575) mengemukakan istilah umum kebangkrutan menggambarkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Beberapa penulis mengemukakan istilah failed yang dapat dipertukarkan dengan bankruptcy. Bangkrut adalah proses yang dimulai dari masalah keuangan dan disempurkanan secara hukum. Blum (1974,1)) mengemukakan kebangkrutan dengan istilah failure dan mendefinisikannya sebagai kejadian kejadian yang menunjukan ketidakmampuan untuk membayar hutangnya pada saat jatuh tempo, yang menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan atau menyebabkan terjadinya perjanjian eksplisit dengan kreditor untuk menutupi hutang. Deakin (1972) menggunakan istilah Failure danmendefinisikan kebangkrutan sebagai perusahaan yang meng- alami kebangkrutan, insolvensi atau dilikuidasi untuk kepentingan kreditor. Foster (1986) menggunakan istilah Bankruptcy dalam kebangkrutan dan mendefinisikan sebagai suatu kejadian hukum yang sangat dipengaruhi oleh tindakan para banker dan kreditor. (Karels dan Prakash (1987,576). Tabel memuat istilah lain dari kebangkrutan.

Tabel

Istilah Lain Kebangkrutan yang Sering Digunakan dan Dipertukarkan

Tabel Istilah Lain Kebangkrutan yang Sering Digunakan dan Dipertukarkan

Kajian yang dipublikasikan 1930-1965

menggunakan istilah failing firms atau business failure tapi tidak spesifik secara istilah hukum bahwa itu adalah perusahaan perusahaan yang bangkrut atau berkinerja rendah dibandingkan perusahaan perusahaan yang sukses (Bellovary, Giacomino, Akers, 2007, 2 , Lim dan Jessica,2012,71) dan sesuai dengan kajian Bellovary, Giacomino, Akers,

(2007) kajian tidak spesial menunjuk istilah

Bankcruptcy prediction tapi hasilnya signifikan untuk mengembangkan model prediksi kebangkrutan. (Lim dan Jessica ,2012,71). penelitian tentang kebangkrutan dimulai pada 1930 dimana Bureau of Business Research (BBR) mempublikasikan hasil kajian tentang rasio rasio kegagalan perusahaan industri menggunakan 24 rasio pada 29 perusahaan.

FitzPatrick (1932) membandingkan 13 rasio dari perusahaan yang gagal dan sukses. Smith dan Winakor (1935) menggunakan rasio pada 183 failed firm pada berbagai industri. Merwin (1942) mempublikasikan hasil kajiannya pada perusahaan manufaktur kecil yang sukses dan gagal. Chudson (1945) mengkaji pola struktur keuangan dan melaporkan bahwa tidak ada pola normal pada struktur keuangan secara umum dan hasilnya tidak spesifi menunjuk pada model prediksi kebangkrutan. Jackendoff (1962) membandingkan rasio perusahaan yang menguntungkan dan tidak menguntungkan dimana ditemukan 2 rasio yang menentukan yaitu current ratio dan Net Working Capital to Total Assets. Penelitian ?penelitian ini menjadi landasan kerja studi tentang kebangkrutan selanjutnya.

Riset prediksi kebangrutan modern dimulai oleh Beaver (1966,71) yang menggunakan istilah Failure dalam kebangkrutan, dan mendefi sebagai ketidak mampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya saat jatuh tempo atau secara operasional diartikan sebagai perusahaan yang mengalami kebangkrutan, kegagalan membayar bunga dan pokok obligasi, saldo negatif perkiraan bank, deviden saham prioritas yang tidak dibayar. Beaver (1966,71) mengemukakan istilah kebangkrutan dan penggunaan univariate model untuk pertama kalinya serta membangun model prediksi kegagalan korporat. Beaver membandingkan 30 rasio rasio pada 79 perusahaan gagal dan perusahaan tidak gagal pada 38 industri dan menemukan rasio rasio yang mempunyai ke- mampuan memperkirakan kemampuan memprediksi yang tinggi seperti rasio net income dan total debt (92% akurat), net income dan sales (91% akurat).net income dan net worth,, cash fl w dan total debt, cash fl w dan total assets(90% akurat). Menggunakan rasio rasio secara simultan mempunyai kemampuan prediksi yang lebih tinggi dibandingkan rasio secara sendiri sendiri. Penggunaan kajian univariate analysis Beaver (1966) diikuti antara lain oleh Pinches et al (1975), Chen dan Shimerda (1981) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70)

Altman (1968,589) menggunakan istilah bankruptcy dalam kebangkrutan yaitu perusahaan yang secara hukum bangkrut, baik ditempatkan dibawah perwalian atau telah dijamin haknya untuk direorganisasi dibawah National Bankrupcy Act. Altman mengkaji prediksi kebangkrutan dengan menggunakan multivariate discriminant analysis (MDA) yang menggembangkan 5 faktor untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur dan dikenal dengan Z-score model dengan keakuratan prediksi 95% setahun sebelum mengalami kebangkrutan/ kegagalan, 72%, 48%, 29% dan 36% keakuratan dua, tiga, empat dan lima tahun sebelum kebangkrutan. Model

Alman diikuti oleh peneliti lain diantaranya Altman et al (1977), Deakin (1972), Edmister (1972), Blum (1974), Deakin (1977), Taffler&

Tisshaw (1977), Van Frederikslust (1978), Dilderdeek (1979), Dambolena & Khoury (1980), Taffler (1982), Ooghe & Verbaere

(1982), Taffler (1983), Mischa (1984), Betts & Belhoul (1987), Gombola et al (1987), Gloubos

& Gramatikos (1988), Declerc et al (1991), Laitinen (1992), Lussier (1994), Altman et al (1995) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70).

Ohlson (1980,109) menggunakan istilah bankruptcy dalam kebangkrutan, dan seperti peneliti pendahulu dalam kajian kebangkrutan, Ohlson merupakan pionir dalam conditional probability models atau conditional logit model. (logit analysis). Penelitian ohlson diikuti oleh Zmijewski (1984), Swanson & tybout (1981), Zavgren (1983), Gentry et al (1985), Zavgren (1985), Keasey & Watson (1987), Peel &Peel (1987), Aziz et al(1988), Gloubos & Gramatikos (1988), Keasey & McGuiness (1990), Platt & Platt (1990), Ooghe et al (1993), Sheppard (1994), Lussier (1995), Mossman et al (1998), Charitou et al (2001), Charitou & trigeorgis (2002), Lizal (2002), Becchetti& Sierra (2003) dalam Balcaen dan Ooghe (2006,70).

Lin dan Jesicca (2012,69) mengemukakan kerangka teori kebangkrutan dari notional theory yang berasal dari persepsi rasio rasio keuangan sebagai indikator kesehatan perusahaan. Ketika indikator perusahaan dianggap baik akan diterima sebagai perusahaan yang sehat dan sebaliknya akan berisiko bangkrut bila indikator buruk. Ada tiga katagori indikator utama yaitu likuiditas, profitabilitas dan kesejahteraan. Cashflow theory menjelaskan kerangka kerja dari arus kas. Breaver (1966,80) mengemukakan bahwa perusahaan adalah seperti reservoir aset cair yang dipasok arus masuk dan terkuras oleh arus keluar. Reservoir berfungsi sebagai penyangga terhadap variasi dalam arus. Sehingga solvabilitas perusahaan adalah kemungkinan reservoir akan habis pada titik dimana perusahaan tidak akan mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo. Perusahaan dengan aliran kas positif dapat meningkatkan modalnya dan meminjam dari pasar modal namun bila aliran kas negatif tidak dapat karena ada risiko kegagalan. Oleh karena itu perusahaan dinyatakan bangkrut bila laba tahun berjalan atau aliran kas negatif atau kurang dibandingkan hutang, atau jumlah laba tahun yang berjalan kurang dan nilai ekuitas tanpapendapatantahunberjalanadalahnegative (Scott, 1981 dalam Lin dan Jessica, 2012,72). Model equitas Merton Theory mengemukakan bahwa call option pada asset dimana strike price adalah nilai dari kewajiban kewajiban. Formulasi Merton (1973) menyatakan bahwa hutang mempunyai jatuh tempo yang ambigu dan nilai

option dihitung dengan tanggal tunggal. Ketika nilai pasar asset turun dibawah tingkat tertentu, perusahaan akan default disisi lain equitas pemilik menjaga nilai sisa seperti equity option. Berdasarkan model Merton, masa depan asset perusahaan memiliki karakteristik distribusi probabilitas oleh nilai yang diharapkan dan standar deviasi. Jika standar penyimpangan nilai masa depan asset jauh dari titik standarnya, itu adalah jarak kegagalan dan semakin besar nilai perusahaan dan semakin kecil volatilitas, semakin rendah kemungkinan kegagalan. Gamblers Ruin digunakan Wilcox (1971) untuk mengembangkan kerangka kerja memprediksi risiko kegagalan dengan asumsi bahwa keuangan perusahaan didefi posisi kas disesuaikan atau likuidasi bersih setiap saat. Model ini melihat waktunya bangkrut berdasarkan arus masuk dan arus keluar sumber daya yang likuid. Nilai ekuitas adalah cadangan dan arus kas masuk maupun keluar akan mempengaruhi cadangan ini. Kebangkrutan terjadi jika cadangan habis. Scott (1981) mengembukakan bahwa jika aliran kas berjalan mampu memprediksi posisi keuangan perusahaan, maka arus kas masa lalu dan sekarang harus dapat menentukan dan memprediksi kegagalan perusahaan. Wilcox mengatur model dimana arus kas positif atau negatif dan cadangan adalah nilai buku ekuitas. Kemudian menghitung probabilitas kegagalan yang diberikan arus kas. Jarak kegagalan dalam teori ini adalah jumlah nilai buku dan arus kas yang diharapkan dibagi dengan volatilitas arus kas.

 

PENUTUP

Kajian tentang kebangkrutan berbeda dengan teori keuangan lainnya yang dimulai dengan proposisi teoritis, kajian prediksi kebangkrutan mempunyai kerangka teoritis yang terbatas tetapi didorong oleh tes empiris dan eksplorasi model ekonometrika baru, ini menjadi alasan begitu banyak penelitian kebangkrutan yang berfokus pada model statistik. Dimulai dari menentukan apakah suatu perusahaan mempunyai kemungkinan untuk bangkrut atau kesehatan keuangan mereka memburuk namun kebanyakan model prediksi kepailitan hanya bisa mengklasifikasikan perusahaan sebagai bangkrut atau tidak bangrut tapi tidak dapat menjelaskan alasan suatu perusahaan menuju kebangkrutan atau mengapa beberapa rasio lebih efektif dalam memprediksi kebangkrutan dari pada yang lain. Pada dasarnya penelitian prediksi kebangkrutan tidak memiliki kerangka kerja teoritis yang kuat tetapi didorong oleh pengujian empiris dan eksplorasi model ekonometrika baru. (Lim dan Jessica,2012,69)

Alfiana, dosen Universitas Widyatama/UTama, kandidat doktor E-mail: [email protected]

 

 

Fakultas Teknik UTama gelar Seminar dan Workshop Kurikulum KKNI

Fakultas Teknik UTama gelar Seminar dan Workshop Kurikulum KKNI

Fakultas Teknik Program Studi Teknik Informatika bekerjasama dengan APTIKOM Pusat menggelar Acara Seminar dan Workshop Kurikulum KKNI dengan tema Sarasehan Program Studi Informatika dan Komputer. Dengan mengundang tiga narasumber yang kompetensi di bidangnya, yakni Prof.Zaini A. Hasibuan, Ph.D – Ketua APTIKOM Pusat, Prof.Dr. Abdul Hakim Halim – Ketua Kopertis Wilayah IV dan Ketua Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung – Dr. Ayu Purwarianti.

Masing-masing pembicara mengemas beberapa tema yang berhubungan dengan kurikulum KKNI, khususnya Program Studi Teknik Informatika. Prof. Zaini A. Hasibuan, Ph.D memaparkan mengenai Kompetensi Inti dari Prodi Teknik Informatika dan Komputer berdasarkan nomenklatur DIKTI. Berbeda dengan Prof. Dr. Abdul Hakim Halim, beliau membahas mengenai, kebijakan pemerintah tentang Kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan UU No.49 tahun ?2014. Dan pemaparan pamungkas dari Ketua Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Dr. Ayu Purwarianti, beliau membahas mengenai Workshop pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

Seminar bertujuan memahami kebijakan pemerintah tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kerangka Kualifikasi Nasional ?Indonesia bagi Program Studi, serta membimbing peserta workshop tentang teknis langkah penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi & Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Kegiatan ini meliputi Seminar Nasional mengambil tema Penyusunan Kurikulum Berbasis KKNI narasumber dari Kopertis dan Pakar Ahli di Bidang IT, Deklarasi Forum Prodi akan?? membentuk Forum Prodi dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan Prodi dan sebagai wadah bagi komunikasi masalah-masalah yang di hadapi Prodi Infokom, Pameran Teknologi Informasi, Selain di isi dari pihak Industri, pameran juga diisi riset mahasiswa dari beberapa perguruan Tinggi khususnya Jabar. Paralel dengan kegiatan tersebut juga diadakan rapat kerja Aptikom pengurus pusat yang membahas agenda kerja 2015, dimana peserta berasal dari pengurus, ketua program studi dan pimpina se Indonesia. 5 Maret 2015

Penerapan Audit Sumber Daya Manusia Pada Perguruan Tinggi

Hj. Wien Dyahrini, S.E., M.S.I., M.S.I.E., Dosen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Hj. Wien Dyahrini, S.E., M.S.I., M.S.I.E., Dosen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama

Dalam dunia usaha yang sangat komplek saat ini tidak dapat dilupakan peran penting Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki institusi seperti perguruan tinggi, organisasi bisnis, organisasi bisnis jasa, atau korporasi. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset potensial organisasi dan berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diibaratkan motor penggerak sebuah organisasi. Sebagus apapun tujuan, visi, misi, dan strategi organisasi tidak akan berguna apabila sumber daya manusianya tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik. Sebuah organisasi juga tidak akan berkembang apabila sumber daya manusia di dalamnya tidak mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) dan keinginan untuk memajukan organisasi dari dalam diri mereka. Disamping itu, SDM yang berkualitas tinggi akan menjadi nilai tambah organisasi dan membantu organisasi dalam pengambilan keputusan optimal, sehingga memberikan kontribusi bagi keunggulan bersaing organisasi (competitive advantage). Pengembangan sumber daya manusia juga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.

Untuk meningkatkan sumber daya manusia bagi sebuah institusi perguruan tinggi, sudah selayaknya apabila institusi perguruan tinggi memperhatikan kualitas sumber dayanya – hal ini adalah kualitas para pegawainya (dosen dan tenaga kependidikan), sehingga dapat diperoleh kualitas pegawai yang memiliki daya saing tinggi. Secara umum hal ini dikatakan sebagai manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi.

Kompetensi dapat dinyatakan sebagai sebuah konsep yang mengandung arti untuk menggabungkan unsur-unsur SPKJ yaitu penggabungan antara skill (ketrampilan), personal`s atribut (atribut perseorangan), knowledge ( ilmu pengetahuan) dan tercermin dari job behaviour (perilaku kinerja) yang terukur, dapat diamati sehingga dapat dievaluasi. Kompetensi adalah sebuah faktor yang dapat menentukan keberhasilan kinerja seseorang.Titik perhatian utama kompetensi adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan ketrampilan, atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan. Sebagai dasar dan pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi adalah adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang pegawai pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan kualitas kemampuan pegawai tersebut, atau lazim dikatakan dengan sebutan the right man on the right place. Bagi dosen dapat dihitung dalam capaian angka kredit yang disyaratkan untuk pencapaian Jabatan Fungsional Dosen dan Kepangkatannya sesuai dengan ketentuan Dikti, sedangkan untuk tenaga kependidikan dilakukan dengan Kinerja atau Prestasi Kerja Individu.

Diawal telah dikatakan bahwa pengembangan SDM akan menjadikan organisasi baik perusahaan ataupun perguruan tinggi menjadi efektif dalam mencapai tujuannya. Efektivitas secara singkat dijelaskan oleh Bayangkara (2008:14) sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Selanjutnya Bayangkara (2008: 13), efisiensi sebagai ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan. Efektivitas dan efisiensi merupakan senjata organisasi perguruan tinggi dalam menghadapi persaingan bisnis dan seleksi perguruan tinggi yang ketat. Efektivitas dan efisiensi sebuah organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia di dalam organisasi tersebut. Hal ini berarti diperlukan pengembangan sumber daya manusia semaksimal mungkin mengingat besarnya pengaruh sumber daya manusia pada organisasi.

Fungsi sumber daya manusia yang baik adalah yang mampu melihat sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi perguruan tinggi sebagai sebuah aset yang perlu dipertahankan mengingat kontribusinya yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi, untuk itulah fungsi Departemen/ Bidang/Biro/Bagian sumber daya manusia (SDM) perlu memastikan bahwa pegawai yang bekerja adalah pegawai dengan kompetensi sesuai yang dibutuhkan organisasi serta memperhatikan pemberdayaan (empowerment) dan kepuasan pegawai yang akan berpengaruh pada kinerja (performance) mereka.

Untuk memastikan bahwa fungsi SDM telah berjalan dan memberikan kontribusi dengan baik dalam pencapaian keberhasilan institusi, maka institusi perlu melakukan penilaian (evaluasi) terhadap pelaksanaan program-program SDM yang telah dikembangkan dalam mencapai tujuan perguruan tinggi secara keseluruhan. Penilaian atau evaluasi ini digunakan untuk mengukur apakah pegawai sudah bekerja secara efektif dan apa saja kontribusi yang telah diberikan pegawai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perguruan tinggi tersebut.

Evaluasi dilakukan melalui audit atas sumber daya manusia yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menciptakan perbaikan atas kekurangan – kekurangan dan mencari solusi atas hambatan-hambatan yang ditemukan dalam mencapai tujuan dari fungsi SDM. Secara singkat, audit merupakan suatu pengecekan pengendalian kualitas secara keseluruhan (overall quality control check ) terhadap aktivitas sumber daya manusia dalam suatu divisi atau organisasi dan dalam keadaan bagaimana aktivitas tersebut mendukung strategi organisasi (George F. Biles). Melalui audit manajemen sumber daya manusia, kebijakan sistem kerja fungsi SDM dapat dinilai. Audit SDM juga diharapkan mampu meminimalkan bahkan menghilangkan gap antara kondisi yang diharapkan dengan praktik yang ada.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penjabaran secara lebih detail dari manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan serta mengendalikan semua aktifitas seorang pegawai dimulai sejak proses rekruitmen, pengembangan diri, perencanaan karier, evaluasi kerja, rencana suksesi, maupun sistem renumerasi hingga memasuki masa pensiun. Semua proses pengambilan keputusan didasari pada informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan, serta kompetensi setiap individu guna menggapai tujuan perguruan tinggi. Sehingga tujuan dari manajemen sumber daya berbasis kompetensi adalah untuk menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran perguruan tinggi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pengertian Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens, 1997). Audit SDM adalah pemeriksaan kualitas kegiatan SDM secara menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau organisasi, dalam arti mengevaluasi kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu organisasi dengan menitikberatkan pada peningkatan atau perbaikan (Rivai, 2004). Hal ini diperkuat Gomez ?Mejia (2001), audit sumber daya manusia merupakan tinjauan berkala yang dilakukan departemen sumber daya manusia (SDM) untuk mengukur efektifitas penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di dalam suatu organisasi. Dengan demikian, audit memberikan suatu perspektif komprehensif terhadap praktik yang berlaku sekarang, sumber daya, dan kebijakan manajemen pengelolaan SDM serta menemukan peluang dan strategi untuk mengarahkan ulang peluang dan strategi tersebut. Intinya, melalui audit dapat menemukan permasalahan dan memastikan kepatuhan terhadap berbagai peraturan perundangan- undangan dan rencana-rencana strategis organisasi (dhi.perguruan tinggi).

Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi untuk menjamin bahwa potensi SDM dikembangkan secara optimal (Rosari, 2008). Secara lebih terinci, audit SDM juga memberi feedback dan kesempatan untuk:

  1. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM yang meliputi rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan penilaian
  2. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis organisasi atau perguruan
  3. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan secara
  4. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif implementasi fungsi
  5. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM
  6. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang- undangan, kebijakan dan regulasi
  7. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi
  8. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan kegiatan SDM
  9. Memperbaiki kualitas staf
  10. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan mempromosikan perubahan serta kreatifitas

Tujuan Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Ketika seseorang melakukan audit SDM, sebenarnya ada beberapa hal yang mesti diketahui yakni kegunaan audit SDM itu sendiri, ini tergantung dari perspektif dan tujuan audit SDM nya. Dengan mengetahui tujuan audit, maka pelaksanaan audit dan prosesnya akan menyelaraskan dengan tujuan tersebut. Beberapa hal yang menjadi tujuan dan kegunaan audit SDM antara lain: 1) Mencari hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah serius di kemudian hari, 2) Mencari area yang dapat dilakukan perbaikan dan improvement, 3) Sebagai alat dokumentasi untuk merger, akuisisi maupun reorganisasi, 4) Untuk mencari tahu seberapa jauh pemenuhan sistem dengan standar, peraturan dan regulasi yang ada.

Menurut Rivai (2004), audit SDM bertujuan untuk: 1) Menilai efektifitas SDM, 2) Aspek-aspek yang masih dapat diperbaiki, 3) Mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam, 4) Menunjukkan kemungkinan perbaikan, serta membuat rekomendasi untuk pelaksanaan perbaikan tersebut.

Manfaat Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Wiliam B Wertther, Jr. dan Keith Davis menyebutkan beberapa manfaat dari audit SDM antara lain: 1) Mengidentifikasi kontribusi dari Departemen SDM terhadap organisasi, 2) Meningkatkan citra profesional Departemen SDM, 3) Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih tinggi bagi karyawan Departemen SDM, 4) Memperjelas tugas- tugas dan tanggung jawab Departemen SDM, 5) Mendorong terjadinya keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM, 6) Menemukan masalah- masalah kritis dalam bidang SDM, 7) Memastikan ketaatan terhadap hukum dan peraturan, dalam praktik SDM, 8) Menurunkan biaya SDM melalui prosedur SDM yang lebih efektif, 9) Meningkatkan keinginan untuk berubah dalam Departemen SDM, 10) Memberikan evaluasi yang cermat terhadap sistem informasi SDM.

Pendekatan Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Ada tiga pendekatan utama dalam audit SDM, yang umum digunakan yaitu: 1) Menentukan ketaatan pada hukum dan berbagai peraturan yang berlaku, 2) Mengukur kesesuaian program dengan tujuan organisasi, 3) Menilai kinerja program.

Ruang Lingkup Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam pelaksanaan audit SDM untuk mendukung jalannya kegiatan- kegiatan SDM perlu dilakukan pembatasan terhadap aspek yang akan di audit. Secara garis besar, prospek audit SDM dilakukan terhadap fungsi SDM yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan SDM yang dimulai dari perencanaan SDM, perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan evaluasi kinerja SDM (Handoko, 1997).

Menurut Sherman & Bohlander, audit SDM memberikan peluang untuk: 1) Menilai efektivitas fungsi SDM, 2) Memastikan ketaatan terhadap hukum, kebijakan, perturan dan prosedur, 3) Menetapkan pedoman untuk penetapan standar, 4) Memperbaiki mutu staf SDM, 5) Meningkatkan citra dari fungsi SDM, 6) Meningkatkan perubahan dan kreatifitas,

7) Menilai kelebihan dan kekurangan dari fungsi SDM, 8) Memfokus staff SDM pada masalah masalah pentingm 9) Membawa SDM lebih dekat pada fungsi fungsi yang lain.

Objek Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Aspek SDM yang dapat diaudit cukup luas, karena SDM itu sendiri mencakup fungsi perencanaan, fungsi pengembangan, fungsi pemeliharaan, fungsi informasi, fungsi penghargaan dan penghukuman, serta fungsi peningkatan kinerja. Dengan demikian jika dirinci, obyek yang dapat diaudit adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Perencanaan: Manpower Planning, Manpower Recruitment,

Manpower Fulfillment, Sourcing Candidate.

  1. Fungsi Pengembangan: Training, Development, Coaching,
  2. Fungsi Pemeliharaan: Industrial Relation, Coorporate Social Responsibility.
  3. Fungsi Informasi & Teknologi: Personnel Data Base, Sistem Informasi Manajemen SDM (HRIS).
  4. Fungsi Penghargaan dan Penghukuman: Compensation & Benefit,

Reward, Termination,and Punishment.

  1. Fungsi Peningkatan kinerja: Performance Management System, Pay for

Aspek diatas merupakan sisi Hard Capabilities Organization karena masih banyak berkutat dalam hal sistem dan prosedur. Perkembangan

selanjutnya yang bisa menjadi pertimbangan audit adalah mengaudit aspek Soft Organization, antara lain: Budaya Organisasi, Audit Competency Staff SDM, Audit kepuasan terhadap fungsi SDM.

Instrumen-Instrumen Audit Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam pengumpulan informasi tentang aktifitas-aktifitas SDM, ada beberapa instrumen yang dapat membantu dalam menghimpun data aktivitas-aktivitas sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai, diantaranya:

  1. Wawancara, wawancara dengan pegawai dan manajer adalah suatu sumber informasi mengenai aktivitas sumber daya Komentar mereka membantu tim audit mencari bidang-bidang yang membutuhkan perbaikan. Kritik dari pegawai dapat menunjukkan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh departemen untuk memenuhi kebutuhan mereka. Demikian juga, sumbang saran manajer dapat mengungkapkan cara-cara untuk memberikan mereka servis yang lebih baik.
  2. Kuesioner, karena wawancara itu menyita waktu dan mahal serta kerap hanya terbatas pada sedikit orang, banyak departemen sumber daya manusia yang menggunakan kuesioner-kuesioner untuk memperluas lingkup riset Selain itu, kuesioner juga dapat memberikan jawaban-jawaban yang lebih terbuka dibandingkan wawancara tatap muka.
  3. Informasi Eksternal, informasi adalah alat sentral dari tim Perbandingan-perbandingan luar memberikan kepada tim audit suatu perspektif terhadapnya aktivitas-aktivitas oraganisasi dapat dinilai.
  4. Analisis Catatan
  5. Eksperimen-Eksperimen Riset
  6. Audit-Audit Internasional

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dinyatakan betapa pentingnya peran dari Departemen/Bidang/Biro/Bagian SDM pada institusi perguruan tinggi. Untuk kasus perguruan tinggi dalam konteks ini diperlukan suatu kerjasama yang baik dengan usernya yaitu dari pihak fakultas, dan program studi. Secara khusus kiranya pada bagian ini dapat dipilih orangorang yang tepat berdasarkan kompetensi yang dimiliki, dan pengalaman. Karena hal ini akan banyak menentukan dalam kemajuan dan pengembangan bagi perguruan tinggi diwaktu yang akan datang.

 

 

Tantangan SDM Indonesia Menghadapi Asean Economic Community 2015

Tantangan SDM Indonesia Menghadapi

Universitas Widyatama bekerjasama dengan Universitas Selangor Malaysia (Unisel) menyelenggarakan Seminar Internasional dengan Tema Toward Increase of Human Quality Standard for Asean Economic Community in 2015 Malaysia- Indonesia International Postgraduate Social, Economic, Science, and Education Research Seminar 2015. Seminar dihadiri partisipan dari Universitas Batanghari Jambi, Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia, dan Mandala Institute.

Seminar mengangkat bahasan yang sedang hangat di dunia pendidikan negara Asia khususnya. Permasalahan Kualifikasi Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh negara harus disetarakan dengan kurikulum serta kebutuhan perusahaan. Menghadapi Asean Economic Community atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), output Universitas harus memiliki nilai lebih sehingga memiliki daya saing yang merata.

Aspek Sosial, Ilmu Pengetahuan Teknologi, Ekonomi, Bisnis, serta Wawasan Pengetahuan merupakan titik penjurusan peningkatan Sumber Daya Manusia lulusan Universitas yang ada di seputar Asian agar dapat bersaing dengan lulusan Uni- versitas dunia. Dengan memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas, maka terjadi masa tunggu lulusan yang sangat cepat. Semakin cepat serapan lulusan, semakin baik juga poros pendidikan di suatu institusi tersebut, ujar Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak., C.A dalam pemaparan materinya.

Kehadiran Asean Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara Asean dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut penempatan ?tenaga terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam Asean Economic Community adalah tenaga kerja terampil.

Untuk memfasilitasi liberalisasi jasa dan mempermudah mobilisasi tenaga kerja profesio- nal lintas negara dalam kawasan Asean, dipandang perlu ada kesepakatan pengakuan tenaga profesional di bidang jasa yang diwujudkan dalam nota saling pengakuan. Tugas pemerintah dan para pemangku kepentingan yang terkait ialah mempersiapkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing dengan memastikan pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia. Kualitas tenaga kerja yang tinggi akan hadir apabila kualitas pembangunan manusia Indonesia berdaya saing unggul.

Sebanyak 110 Dosen dari setiap partisipan Universitas memaparkan materi mengenai Asean Economic Community 2015. Dengan terselenggaranya Seminar Internasional ini, ada wacana Universitas Widyatama akan bekerjasama dengan 3 negara Asia lainnya dalam penyelenggaraan Seminar selanjutnya.

Seminar dihadiri Rektor Universitas Widyatama beserta jajaranya, Ketua Yayasan Widyatama serta tamu dari Unisel dan beberapa Universitas tamu. Diawali dengan pembukaan, acara di lanjutkan pemaparan materi oleh Rektor Universitas Widyatama Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak., C.A dan Dr. Aza Azlina Md. Kassim sebagai perwakilan dari Universitas Slangor serta Prof. Dr. Davidescu Cristiana Victoria M, M.A. 16 Maret 2015

Angklung Toel Klungto menyedot perhatian pengunjung JABAR TIK 2015

Angklung Toel

Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari seluruh Provinsi bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika Jabar menyelenggarakan Jawa Barat TIK 2015 yang dikenal Jabar TIK. Acara diselenggarakan di Sasana Budaya Ganesha pada tanggal 28 ? 29 Mei 2015.

Keikutsertaan Prodi Teknik Informatika Widyatama pada ajang ini merupakan kali kedua. Penampilan Prodi Teknik Informatika pada tahun ini ?agak ?berbeda, ?mahasiswa serta dosen membawa salah satu hasil karya terbaiknya yaitu prototype alat musik tradisional angklung elektronik.

Antusiasme para visitor tertuju pada angklung toel ini, bahkan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) pun sangat mengapresiasi Angklung Toel ini. Hal ini merupakan prestasi besar mahasiswa Widyatama menciptakan inovasi dengan menyatukan seni tradisional dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang mereka dapatkan di bangku kuliah.

Hasil karya ini sudah banyak yang menawar. Namun, kami ingin menyempurnakan kembali dengan membuat beberapa produk inovatif, ujar Yogi, mahasiswa Teknik Informatika Widyatama. Pada tahun ini Universitas Widyatama meraih nominasi Stand Terbaik dan sebagai apresiasi Klungto dipresentasikan di depan para tamu undangan yang hadir. 28 Mei 2015

WE LOVE, WE CARE AND WE SHARE CAREER CENTER WIDYATAMA UNIVERSITY

Salah satu indikator keberhasilan dari sebuah sistem pendidikan adalah dengan adanya sistem yang digunakan untuk mengukur kualitas output dari pendidikan itu sendiri. Hal – hal yang dapat diukur untuk menentukan kualitas lulusan salah satunya adalah kompetensi, kepuasan user pada lulusan universitas, kesesuaian kemampuan yang digunakan dengan bidang yang dipelajari dan masih banyak lagi.

Universitas Widyatama sangat concern terhadap hal ini. Ini dibuktikan oleh pemisahan placement office dari Biro Marketing menjadi unit tersendiri yaitu Career Center agar lebih fokus untuk menangani hal ini. Pengelolaan Pusat Karir Universitas Widyatama yang dilakukan secara serius dan profesional menjadikan lulusan yang berkualitas. Hal ini tercermin oleh kegiatan yang dilakukan oleh pusat karir diantaranya adalah menjalin kerjasama dengan perusahaan- perusahaan baik swasta maupun pemerintah agar mengetahui apa yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI) selain untuk menjembatani para lulusan dalam memperoleh pekerjaan atau berwirausaha.

Selain menyelenggarakan kegiatan hubungan perusahaan, kami pun mengadakan kegiatan rutin job fair dimana pengunjungnya tidak hanya lulusan Universitas Widyatama saja tetapi terbuka untuk umum. Pelacakan alumni atau yang dikenal dengan sebutan tracer study tetap menjadi kegiatan rutin yang kami lakukan dimana ini menjadi patokan untuk mengetahui penyerapan lulusan pada dunia usaha dan dunia industri dan untuk mengetahui posisi lulusan.

Pada bagian bina karir pada pusat karir Universitas Widyatama seluruh mahasiswa ataupun alumni dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pusat karir. Seperti yang telah kami lakukan pada saat pembekalan wisuda bulan Mei 2015 yang diikuti oleh seluruh calon wisudawan dimana kami mengundang narasumber Manajer Hubungan Industrial dari PT. BCA, Tbk. Selain mengikuti pelatihan seluruh mahasiswa ataupun alumni dapat melakukan konseling untuk mengetahui pemetaan karir mulai dari saat masuk kuliah ataupun setelah lulus nantinya.

Pipin Sukandi, S.E., M.M.

Kepala Pusat Karir Universitas Widyatama

Dosen UTama ikuti Workshop Kurikulum Berbasis KKNI

Dosen UTama ikuti Workshop Kurikulum Berbasis KKNI

Dosen UTama ikuti Workshop Kurikulum Berbasis KKNI

Dosen UTama ikuti Workshop Kurikulum Berbasis KKNI. Fakultas Bisnis dan Manajemen Senin 8 Juni 2015 menyelenggarakan Workshop Kurikullum Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dengan mengundang narasumber Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara Jakarta. Acara yang digelar dari pukul 09.00 sd 16.00 itu membahas perihal sosialisasi Kurikullum berbasis KKNI. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkaitdengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional serta sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran (learning outcomes)? nasional, yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang bermutu dan produktif.

Dalam pemaparannya, Engkos menjelaskan mengenai sistemasi kurikullum KKNI yang berdiri sendiri dan merupakan jembatan antara sektor pendidikan dan pelatihan untuk membentuk SDM nasional berkualitas dan bersertifikat melalui skema pendidikan formal, non formal, in formal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional. Engkos menambahkan kurikulum senantiasa harus diperbaharui untuk menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum
KKNI akan menambah daya saing lulusan yang spesialis dan berwawasan global. Spesialis diartikan bahwa profil utama adalah sebagai seorang guru, sedangkan berwawasan global diartikan bahwa lulusan memiliki tambahan peran yang bisa memperluas bidang kerja lain.

UTama Meraih Program Hibah Bina Desa (PHBD)

Mahasiswa Universitas Widyatama meraih Dana Hibah Program Hibah Bina Desa (PHBD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Mahasiswa yang mendapatkan program hibah tersebut adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi S1, yakni : Mochamad Wildan Dewantara (0113U452), Ichwan Lazuardi (0112U025) dan Yuni Yulianti (0112U273). Pembimbing ketiga mahasiswa kreatif adalah Khairul Shaleh, S.E., M.Sc.

Wisuda Gelombang II Tahun Akademik 2014-2015

Universitas Widyatama 23 Mei lalu melaksanakan Wisuda Gelombang II Periode Mei 2015 Tahun Akademik 2014-2015 bertempat di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Widyatama. Pada wisuda kali ini Universitas Widyatama mewisuda

500 wisudawan dan wisudawati dari berbagai Program Studi. Wisuda diselenggarakan dari Pukul 08.00 s.d.12.00 diakhiri dengan acara perpisahan di masing-masing program studi.