Thursday, August 7, 2025
Home Blog Page 30

STIE PGRI Sukabumi Kunjungi Universitas Widyatama

Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Bisnis Manajemen (FBM) Widyatama Kamis (4/7/2019) menerima kunjungan studi banding STIE PGRI Sukabumi di Ruang Rapat Graha Gedung A lt.l. Rombongan berjumlah 13 orang diterima Dekan Fakultas Ekonomi Dr. Diana Sari, S.E.,M.S1.,AK.,Q.I.A.,C.A. dan Dekan Fakultas Bisnis Manajemen Dr. Deden Sutisna, M.N., S.E., M.Si. serta para Ka. Program Studi Akuntansi dan Ka. Prodi Bisnis Manajemen. Dekan FBM, Dr.Deden menyampaikan saat ini mahasiswa Universitas Widayatama sedang dalam masa perkuliahan Semester Antara 2018/2019, persiapan Visitasi BAN-PT Re-Akreditasi Program Studi. Baru-baru ini 6 Prodi mendapatkan Penilaian “Premier” Akreditasi Internasional ASIC, tambahnya.

Rombongan STIE PGRI Sukabumi dipimpin Bapak AgusSabar (Wakabid Kemahasiswaan) antusias terhadap keseriusan Universitas Widyatama terhadap pembentukan karakter mahasiswanya sebagai entrepreneur, karena dalam waktu dekat akan membuka prodi bisnis/entrepreneur. Pada tahun 2019 ini Fakultas Bisnis Manajemen telah memperbaharui kurikulum agar mengacu ke penguatan karakter lulusan menjadi entrepreneur. Lebih lanjut Dr. Diana menambahkan pemisahan antara FE dan FBM dikarenakan student body yang besar dan tidak lain karena Universitas Ingln fokus bahwa FE lebih ke arah Akuntansi sementara FBM ke arah entrepreneur.

Dari hasil Pengabdian Kepada Masyamkat ke desa-desa di Jawa Barat ditemukan permasalahan Keuangan Desa dan Koperasi, untuk menanggulangi hal tersebut, FE Widyatama menambahkan mata kuliah Akuntansi BUMDES, tambahnya. Diskusi dan sharing informasi banyak membahas mengenai rencana ke depan yang akan dilakukan Fakulas Ekonomi Widyatama yang sedang dirancang diantaranya pendirian D4 Akuntansi Perpajakan dengan keunggulan lulusan mendapatkan brevet A dan B. Sebelumnya Widyatama telah memiliki lembaga pelatihan dan Test Center bidang perjajakan, yakni LPAP Widyatama. (Ed – 06 lutt 2015)

QuiiZ BE A CITIZEN JOURNALIST & ILUSTRATOR

0

KiRim NeWs, Ilustrasi, Sequen-Foto berita WidyaTamA untuk Komunita Edisi #25

BE a CITIZEN JOURNALIST & ILUSTRATOR

Dapatkan Hadiah Pilihan Kamu !!!

1) voucher makan bareng teman di Foodcourt Widyatama – Universitas Widyatama OR

2) Voucher pulsa HP anda senilai Rp 200.000 (dua ratus ribu).

  1. Mahasiswa punya berita / news kampus ? Berniat membuat berita ? Berlatih membuat Berita ? Foto Berita / Mau menjadi citizen journalist ? KIRIM News, Foto berita, ilustrasi ?anda ke majalah Komunita.
  2. Syarat : a) Berita mengandung konten 5 W (What, Who, When, Where, Why), 1 H (How); atau Foto Berita; b) Tema kegiatan kampus dan mahasiswa yang mempunyai nilai berita; c) Kegiatan subjek berita pada periode Mei 2019 s/d Juli 2019, d) Ilustrasi.

Kirim Berita/News/Foto Berita/Ilustrasi Anda melalui : Sekretaris Redaksi Komunita, email : [email protected], [email protected]. Berita/Foto yang dimuat pada KOMUNITA edisi #25 mendapat hadiah yang dapat diambil di Redaksi Komunita, Telp 122, dengan membawa identitas lengkap.

Kantor Buka pada : Rabu – Kamis, jam 10.00 s/d 16.00.

Selamat bergabung sebagai citizen Journalist, illustrator majalah

IKUTI DAN BACA TERUS MAJALAH KOMUNITA.

Memaknai Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi

Wawancara

Prof. Dr. Dinn Wahyudin – Guru Besar Pengembangan Kurikulum UPI
Prof. Dr. Endang Caturwati, S.ST.M.S. – Guru Besar Seni Pertunjukan Indonesia lnstitut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Tantangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi yang belum signifikan (baca : rendah) serta daya saing lulusan memang perlu disikapi secara sinergi oleh para pemangku kepentingan, yakni perguruan tinggi, industri dan pemerintah.

Dalam mensikapi Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi, majalah Komunita menyempatkan berbincang dengan Prof. Dinn – Guru Besar Pengembangan Kurikulum UPI.

Dalam perbincangan dengan beliau terungkap bagaimana kita sebaiknya memaknai APK PendidikanTinggi tersebut.

Angka Partisipasi Kasar (APK) atau Gross Enrollment Ratio (GER) merupakan kelaziman universal dalam menghitung besarnya jumlah masyarakat yang melanjutkan pendidikan dari suatu jenjang pendidikan tertentu, termasuk APK Pendidikan Tinggi. Dengan demikian APK Pendidikan Tinggi yang diraih dalam suatu negara memiliki arti penting sebagai salah satu indikator capaian Indeks Pendidikan Tinggi dalam suatu Negara tersebut. Besarnya Angka Partisipasi Kasar suatu jenjang pendidikan menunjukkan kualitas layanan pemerintah terhadap hak masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, besaran Angka Partisipasi Kasar (APK) juga menunjukkan bahwa masyarakat memperoleh kemudahan dalam akses menempuh Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, persentase APK dapat digunakan sebagai penentu tingkat kualitas layanan pembelajaran dan kemahasiswaan perguruan tinggi.

Sebagaimana negara-negara maju, maka kemajuan pendidikan tingginya juga dikaitkan dengan seberapa besar APK Pendidikan Tinggi di negera tersebut. Angka Partisipasi Kasar (APK), menunjukkan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya. APK Pendidikan Tinggi Indonesia tahun 2018, menunjukkan angka 33,37 %, Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada periode akhir Renstra tahun 2019 yaitu sebesar 32,55%, capaian APK Pendidikan Tinggi pada tahun 2017 juga sudah melebihi target yang ditetapkan yaitu naik sebesar 102,50% (Kemenristekdikti, 2018).

Dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, APK Pendidikan Tinggi Indonesia memang diakui masih tertinggal, baru mencapai 33%. Hal ini terutama bila dibandingkan dengan Singapura 78%, dan Malayasia 38%. Ada beberapa alasan utama : Pertama, kita akui prioritas pembangunan pendidikan baru pada usaha wajar (wajib belajar) pendidikan dasar 9 tahun menuju pada wajib belajar 12 tahun, sehingga APK dan APM Pendidikan Dasar kita mencapai lebih dari 95%. Secara bertahap perhatian Pemerintah bergeser pada upaya peningkatan Pendidikan Tinggi. Diyakini, perguruan tinggi memiliki peran yang sangat strategis dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa, sekaligus sebagai agen perubahan bagi sebuah bangsa. Daya saing SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah akan menjadi persoalan serius bangsa dalam menghadapi pasar bebas (MEA).

Kedua, kurang meratanya kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Hal ini antara lain bisa dilihat dari data perguruan tinggi, baik PTN dan PTS yang telah terakreditasi dengan nilai A Saat ini, tercatat ada 27 PTS dibawah binaan Kemenristekdikti sudah mendapatkan nilai akreditasi A, akan tetapi PTS yang terakreditasi A masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Kesenjangan kualitas ini juga memberi pengaruh pada raihan APK PT yang dicapai. Ketiga, umumnya pendidikan tinggi di Tanah air masih bercirikan akademis. Artinya layanan pendidikan yang diberikan cenderung terbatas pada pendidikan akademik jenjang S1, S2, atau S3. Perguruan tinggi di Tanah air, sangat kurang membuka program profesi dan pendidikan vokasi dari jenjang diploma 1 sampai dengan diploma 4 atau sarjana terapan. Padahal pendidikan profesi dan pendidikan vokasi pun, lulusannya sangat dibutuhkan untuk memenuhi angkatan kerja di berbagai sektor industri dan sektor jasa.

Memandang Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam peningkatan angka partisipasi kasar masyarakat dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Indonesia mencakup 4 hal. Pertama, masih terdapat kesenjangan mutu antar perguruan tinggi, antara PTN dan PTS, ataupun kesenjangan PT di Jawa dan di luar Jawa, termasuk berkaitan dengan ketersediaan SDM (tenaga dosen dan tenaga kependidikan lainnya), ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan tinggi terutama di daerah 3 T (Tertinggal, Termiskin, Terbelakang). Kedua, kendala psikologis masyarakat dan generasi muda yang cenderung masih berorientasi pada employeeminded menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) atau bekerja di sektor swasta ketimbang sebagai entrepreneurship pioneer yang tampil sebagai sosok mandiri, inovatif dan tangguh yang siap menghadapi tantangan zaman. Kondisi ini menjadikan Perguruan Tinggi, terjebak pada suatu paradigma layanan pendidikan yang bercirikan akademik jenjang S1, S2 atau S3 ketimbang membuka lebar lebar program vokasi yang bercirikan kewirausahaan. Ketiga, secara internal kesiapan (readiness) perguruan tinggi dalam menghadapi Revolusi Industri 4,0 masih beragam. Belum semua PT siap menghadapi era disruptive curriculum yang menjadi penciri kultur akademik PT di abad 21. Big Data masih menjadi fenomena baru yang belum ditanglcap secara optimal oleh masyarakat kampus sebagai peluang untuk meningkatkan layanan akademiknya bagi masyarakat terutama mahasiswa sebagai core customers – nya. Hal ini menjadikan APK PT tak pernah naik secara significan karena belum semua PT siap untuk melaksanakan disruptive curriculum yang inovatif dan menantang sesuai dengan tantangan zaman. Keempat, partisipasi sektor dunia industri dan dunia usaha (DUDI) belum secara sinergis memberi keberpihakan pada meningatnya APK PT. Hal ini antara lain terlihat secara kasat mata, tak semua industri membuka lebar lebar untuk terjadinya kolaborasi antara industri dengan PT. Kurikulum praktik kerja industri pun, belum mampu mengembangkan lahirnya kompetensi yang mumpuni bagi para lulusan PT karena keterbatasan pengalaman belajar dan praktek nyata pada setting autentik di dunia kerja.

Karena itu Program kegiatan yang dapat dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi dalam menunjang peningkatan angka partisipasi masyarakat dalam melanjutkan pendidikannya di Indonesia sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, ada upaya yang lebih serius dari pengelola PT, untuk melakukan terobosan program dalam meningkatkan mutu layanan akademik dan penjaminan mutu internal dengan memenuhi 8 standar pendidikan tinggi, 8 standar penelitian, dan 8 standar pelayanan kepada masyarakat secara akuntabel, sistemik, dan berkelanjutan. Kedua, pihak Kemenristekdikti dan Kementerian terkait lainnya, bertindak sebagai Pembina PT yang bertanggunjawab dalam mendorong dan membina semua PT untuk terus berkiprah sebagai lembaga pendidikan tinggi pencerdas bangsa. Meningkatnya APK PT bukan hanya meningkatnya angka APK secara statistik, tetapi lebih jauh dari itu, lahirnya generasi muda yang memiliki kompetensi dan kemampuan prima yang siap dipartisipasikan dalam pembangunan bangsa, bukan sebaliknya lembaga yang secara langsung langsung atau tak langsung memberi peluang lahirnya barisan pengangguran kerah putih (white collar unemployement). Ketiga, kebijakan dual system PT lebih ditingkatkan, terutama bagi PT yang melaksanakan pendidikan vokasi dengan menambah porsi peningkatan pengalaman mahasiswa pada praktik kerja di laboratorium atau pun praktek kerja di dunia industri. Bila hal ini dilalcsanalcan, APK PT akan naik secara signifikan. Keempat, bangun dan kembangkan pendidikan tinggi di daerah 3 T ataupun di daerah perbatasan. Hal ini selain, untuk memberi kesempatan para lulusan SMA/SMK yang tinggal di daerah 3 T dan daerah perbatasan, untuk dapat melanjutkan di PT ternama, juga hadirnya PT di perbatasan bisa memberi efek ganda, gerbang terdepandalam merekatkan NKRI.

Dalam kaitan hal di atas pemerintah (Kemenristekdikti) perlu memberikan stimulus dan program andalan guna tercapainya peningkatan angka partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia, yakni : Pertama, Kemenristekdikti lebih bersifat sebagai regulator yang juga berperan membina semua PT di Indonesia. Pembinaan dilakukan kepada semua PT, dan terapkan merit ystem dan reward dan punishment secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Kedua, pemerintah seyogyanya memberi penghargaan (reward) yang memadai pada industri atau dunia Usaha (DUDI) yang telah sungguh mau bermitra dengan PT untuk memajulcan kualitas perguruang tinggi. Penghargaan tersebut bisa beragam, mulai dari diberi konsesi kemudahan usaha, perluasan usaha, perizinan, sampai pada pembebasan atau pengurangan pajak (Tax Holiday). Hal ini berarti pembangunan dan pembinaan PT tak hanya tanggung jawab Kemenristekdikti saja, tetapi juga semua Kementrian terkait, termasuk Kementrian Keuangan dalam memberikan tax holiday. (By : Keni Kaniawati, 08 Maret 2019)

Nila Tanzil – Pendiri Taman Bacaan Pelangi

foto: brilio.net/Yani Andriansyah

Nila, begitu biasa disapa, sejak 2009 mendirikan Taman Bacaan Pelangi yang tujuannya memberikan akses buku kepada anak-anak sekolah di wilayah timur Indonesia. Wanita kelahiran Jakarta 29 April 1976 ini selain cantik juga punya jiwa sosial yang tinggi. Ide awal pendirian Taman Bacaan Pelangi dimulai saat Nila masih bekerjasebagai konsultan komunikasi di sebuah perusahaan.

Wanita yang suka traveling ini saat ditempatkan di Labuan Bajo, Flores menyaksikan banyak anak sekolah yang tidak memiliki akses terhadap buku. “Saya ingat masa kecil saya selalu membaca buku. Bisa dibayangkan betapa susahnya hidup tanpa buku,” ujarnya.

Dari situ terpikir untuk membantu anak-anak di kampung-kampung di Labuan Bajo. Selain itu, Nila melihat budaya membaca di Indonesia masih relatif kecil. Menurut data Unesco, di Indonesia hanya 1 dari 1.000 orang yang suka membaca. Berangkat dari keprihatinan itu, Nila mendirikan sebuah perpustakaan kecil Taman Bacaan Pelangi.

Setelah 8 tahun berjalan, saat ini sudah ada 63 perpustakaan Tarnan Bacaan Pelangi yang tersebar di 15 pulau di wilayah Indonesia Timur dari Flores hingga Papua. Perpustakaannya bisa memberi manfaat kepada 17.000 anak dan bisa memberikan akses ke lebih dari 117.000 buku cerita anak berkualitas. Lewat perpustakaan Nila j uga bisamelatih 624 guru lokal di kawasan timur Indonesia.

Karena karyanya, Nila mendapat sejumlah penghargaan di antaranya Forbes Indonesia 10 Inspiring Women 2015, Kartini Next Generation Award 2013, Nugra Jasadarma Pustaloka 2013.

Pengenalan Sertifikasi keahlian / Profesi Prodi Manajemen D-III

Persaingan dalam dunia kerja saat ini sangat ketat. Lulusan dari berbagai tingkat pendidikan khususnya perguruan tinggi berlomba-lomba untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan harapan mereka. Perusahaan pun tidak ragu meminta kualifikasi yang tinggi terhadap calon karyawannya, tidak cukup hanya berbekal ijasah dan transkrip nilai yang memuaskan serta pengalaman kerja, tetapi juga banyak perusahaan yang mensyaratkan calon karyawannya memiliki sertifikasi keahlian atau profesi dalam bidang tertentu.

Sertifikasi keahlian adatah suatu proses yang menghasilkan sertifikat keahlian yang menunjukan seseorang tetah memenuhi persyaratan kompetensi berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian, dan/atau keahlian tertentu. Pentingnya sertifikasi keahlian perlu diketahui seluruh mahasiswa. Oleh karena itu Prodi Manajemen D-III Fakultas Bisnis dan Manajemen UTama, memberikan pengenalan mengenai sertifikasi keahlian / profesi kepada mahasiswa Prodi Manajemen D3, khususnya angkatan 2016 dan 2017.

Pemaparan dilakukan pada tanggaI 19 Februari dan 15 Maret 2019 bekerjasama dengan Galeri Investasi UTama. Kepala Galeri Investasi UTama, Siti Komariah, S.E., M.M. berkesempatan memberikan gambaran mengenai Sertifikasi WPPE Pasar Modal. Sertifikasi WPPE Pasar Modal ini dapat diikuti mahasiswa UTama tanpa dikenakan biaya (gratis). Mahasiswa yang berminat mengikuti proses sertifikasi WPPE Pasar Modal dapat mendaftarkan dirinya melalui link yang tersedia di wesit TICMI.

Kegiatan sertifikasi WPPE Pasar Modal meliputi 10 jam kegiatan pelatihan dan tes uji kompetensi. Apabila mahasiswa atau peserta sertifikasi mengikuti serangkaian kegiatan dan mampu melalui tes uji kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka mahasiswa / peserta berhak memperoleh sertifikat keahlian profesi WPPE. Sertifikat keahlian profesi WPPE nantinya meningkatkan daya jual lulusan Prodi Manajemen D-III di pasar tenaga kerja.

UTama pun memiliki beberapa kerja sama terkait sertifiksi keahlian / profesi ini seperti yang dikelola oleh LPAP untuk sertifikasi Ekspor Impor dan lain sebagainya. (Humas-20Mar2019)

Andre Surya Pendiri Enspire Studio & Enspire School of Digital ( ESDA )

Adalah Andre Surya. Anak muda ini saat berusia 22 tahun sudah menunjukkan kehebatannya i industri digital. Di balik kehadiran sosok Iron Man – superhero berbadan besi ada anak uda Indonesia yang punya peran, dialah Andre Surya. TIdak hanya Iron Man, dia juga kerap terlibat dalam sejumlah film Hollywood seperti Star Trek, Terminator Salvation, Transformers dan masih banyak lagi.

Saat ini Andre mendirilcan ESDA untuk membantu “menyembuhkan” mereka yang keranjingan game. “Daripada cuma sekadar main game, mereka kita arahkan untuk berkarya lewat 3D animasi. Jadi mereka bisa berkarya sendiri,tegasnya.

Mendirikan ESDA berangkat dari pengalaman pribadinya yang gemar sekali bermain game. Bahlcan dari situ Andre bisa berkarier di Hollywood. Saat keranjingan game, Andre secara tidak sengaja menemukan software 3D untuk memodifikasi game. Dari situlah dia terus menekuni dunia 3D hingga berkiprah di kancah internasional yang dimulai dari Lucasfilm Singapore. Saat ini sudah ada 10 sekolah ESDA berdiri berkat tangan dingin nya.

Mengintip Trend Coffe Shop di Jakarta – Astriawati Jeinab, S.E.

Ga pernah ada bosennya kalo bahas tentang kopi dan coffee shop, kenapa ya? Hehehhe mungkin memang udah jadi kebiasan dan hobi hunting mencari sesuatu yang baru. Beberapa bulan kemarin saya sempat pergi ke lakarta untuk sengaja mendatangi beberapa Coffee shop yang ada disana. Selain untuk kepentingan diri sendiri saya lebih ingin tau bagaimana bedanya lifestyle ngopi ala orang Bandung dan Jakarta.

Kita bahas dulu yuuu apa sih yg namanya lifestyle itu

Menurut Wikipedia Gaya Hidup (Bahasa Inggris: lifestyle) adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Istilah gaya hidup pada awalnya dibuat oleh psikolog Austria, Alfred Adler, pada tahun 1929. Pengertiannya yang lebih luas, sebagaimana dipahami pada hari ini, mulai digunakan sejak 1961. (sumber : www.wikipedia.com)

Gaya hidup menurut Kotler (2002, p.192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkanseluruh pola seseorang dalam bera ksi dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. (sumber: https://tirto.id/)

Lalu apakah sekarang kegiatan ngopi di coffee shop jadi gaya hidup masyarakat kita?

Jawabannya tentu iya, dengan menjamurnya beragam coffee shop di Indonesia itu menandakan bahwa konsumsi penikmat kopi sekarang bertambah dan bahkan mulai bergeser kepada kebutuhan. Dari yang awalnya cuma mencari kopi dengan tempat yang punya koneksi wi-fi kenceng, beralih ke mencari tempat ngopi dengan kualitas kopi yang bagus.

Di Jakarta sendiri menurut Head of Marketing PT Toffin Indonesia, Ario Fajar, sejak dua hingga tiga tahun belakangan ini pertumbuhan kedai kopi terus meningkat. Sedikitnya 10 persen tiap tahun di kota-kota besar. Di Jakarta dan sekitarnya saja kini diperkirakan ada 1.500 kedai kopi.

Kemarin saya sempat berkunjung ke beberapa coffee shop di Jakarta , yuk kita lihat apa saja yang saya dapat disana.

  1. Kedai Kopi Harapan Djaya, Panglima Polim Jakarta Selatan.

Terletak di Jalan Panglima Polim V No. 36, Jakarta Selatan. Sebuah coffee shop yang lebih dikenal dengan kedai ini menghadirkan suasana hangat dan keakraban diantara para barista dan semua customer yang datang. Berjajar dideretan ruko dan dikelilingi oleh beberapa coffee shop lainnya tidak menjadikan Harapan Djaya sepi pengunjung. Saya berada disana sekitar 1 jam dan bisa melihat banyak sekali customer yang datang, mulai dari customer yang sudah menjadi langganan setiap pagi maupun customer walk in yang memang baru pertama kali datang kesana.

Sempat berjumpa dengan salah satu ownernya, Harapan Djaya memiliki 1 keunikan yang menjadi andalan mereka yaitu kita bisa merefil Kopi hitam secara gratis jika minum disana. Suasana kekeluargaan yang sangat kental tercipta saat kita masuk , bangku-bangku dan meja di desain saling berdekatan agar sesama customerbisa saling berbincang.

  1. Kopi Lima detik, Panglima Polim Jakarta Selatan

Masih di daerah panglima polim, ada 1 coffee shop baru yang diberi nama Kopi Lima Detik. Design interior yang eye catching dengan dominan warna hijau terang membuat lokasinya mudandikenali. Suasana dingin hadir ditengah-tengah coffeeshopini, guratan wama hijau dan putih membuat suasana ngopi semakin nyaman dan nikmat.

  1. Giyanti Coffee and Roastery, Jakarta Pusat

Kental dengan nuansa vintage menjadi satu dri khas dari coffee shop yang terletak di jalan Surabaya No. 20 Menteng. Pintu masuk an bergaya nua nsa Bali modernandicat warna biru metallic dan pink metallic seolah mengatakan bahwadidalam sana ada seduhan kopi nikmat.

Coffeshop ini cukup unik, selain jam operasionalnya sangat pendek yaitu dari jam 09.30-18.00 anak sekolah yang menggunakan seragam sekolah juga dilarang masuk loh.

Saya belum sempat bertanya tentang hal itu, karena semua waiterss dan barista nampak sibuk dan hampir semua bangku terisi oleh customer. Setiap sudut bener-bener ngerasa seperti lagi di Bali.

Saya sempet memesan beberapa minuman diantaranya Hot cappuccino dan ice Caramel latte. Yang unik adalah ice caramel latte yang saya minum, kalo di coffee shop lainnya caramel yang dicampurkan merupakan sirup perisa coromel, namum Giyanti menyajikan coromel mumi yang dibuat sendri dengan cita rasa tidak terlalu manis namum lembut dan sangat creamy. Sangat cocok untuk orang yang tidak terlalu suka rasa kopi yang terlalu pekat.

Di Jakarta sendiri coffee shop lebih ra mai di pagi hari, tepatnya disaat orang pergi ke kantor, secangkir kopi untuk mood di hari ini (begitulah selogan kerennya anak jaman sekarang, hihihih). Ambience yang diciptakan juga tidak sebegitu hebohnya dibandingcoffee shop di Bandung, sederhana dan minimalis, kebanyakan konsep itulah yg diusung para pengusaha coffee shop di Jakarta.

Widyatama Japan Matsuri 2019

Dosen dan mahasiswa Prodi Bahasa Jepang Universitas Widyatama, Sabtu (16/2) mempersembahkan WIDYATAMA JAPAN MATSURI (WJM) 2019 bertajuk “KISARAGI NO SEIYA”. Acara tahunan yang diadakan di Gedung Serba Guna (GSG) Widyatama oleh prodi bahasa Jepang untuk mengasah kemampuan siswa SMA di seluruh Jawa Barat tentang Jepang (budaya/bahasa) dan menyalurkan hobi maupun bakat mereka, baik bidang akademik maupun non-akademik di Japan Matsuri.

Acara Widyatama Japan Matsuri biasa di adakan setiap awal tahun, dengan beberapa kompetisi : a) lomba akademik yakni Kana A untuk kelas 10 dan Kana B untuk kelas 11, Cerdas Cermat, Shuji, Rodoku dan Desain karakter ;sedangkan lomba non-akademik ada cosplay individu, cover dance dan cover sing.

Lomba akademik hanya bisa diikuti oleh pelajar SMA, sedangkan untuk lomba non-akademiknya bisa diikuti semua usia. Untuk tahun ini ada 300 peserta dari 47 sekolah seluruh Jawa Barat pada perlombaan akademik, dan 100 peserta pada perlombaan non-akademik yang turut memeriahkan kompetisi.

Acara Widyatama Japan Matsuri (WJM) tahun ini di pandu MC dari JKT48 Kyla dan Puti, dan menampilkan 4 Guest Star yaitu Ministry Of Idol, Stellar, Tokyo Night – Thousand Sunny dan Lumina Scarlet Kouhai. Juga ada Special Performance dari Pika Pika Girls, Naira, Japan Community Widyatama Band, Yon-Go dan Vover. Selain itu ada juga penampilan dari Nagasaki sara odori, pertunjukan adat Sunda, demonstrasi shuuji, Souran Bushi Bandung Japanese School, cover dance, cover sing dan cosplay individu.

Selain beragam kompetisi dan performance, acara WJM menyajikan aneka kulineran khas Jepang seperti takoyaki, taiyaki, yakitori, dsb. Acara juga terbuka untuk umum. (Humas 19Feb2019)

Daya Saing Bangsa, APK Pendidikan Tinggi, dan Kualitas SDM

Sidang Pembaca yang budiman

Daya Saing Bangsa, APK Pendidikan Tinggi, dan Kualitas SDM

Bahwa pembangunan bangsa ke depan akan menghadapi tantangan yang tidak ringan, sekaligus peluang yang semakin terbuka seiring globalisasi yang menuntut kemampuan bersaing sumber daya manusia/SDM Indonesia.

Namun realitas menunjukkan bagian terbesar penduduk usia kerja kita lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjuran Tingkat Pertama (SLTP). Dengan kondisi di atas, serta berkembangnya teknologi informasi, era Industri 4.0 bisa jadi bukan merupakan peluang, namun menjadi penghalang. Sulit kiranya mengembangkan daya saing bangsa jika tingkat pendidikan penduduk usia kcrja tidak ditingkatkan sccara terstruktur dan masif.

Pendidikan kita pahami merupakan kunci perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan secara hakekat mampu mengembangkan SDM bermutu dan memiliki daya saing. Kualitas SDM menjadi faktor strategis membangun pertumbuhan ekonomi bangsa. Dalam kaitan itu, SDM bermutu tentunya SDM yang mampu melaksanakan fungsi dan kinerjanya secara inovatif, kreatif, dan produktif dengan semangat kerja dan disiplin tinggi. Karena itu peningkatan mutu SDM melalui pendidikan sesungguhnya proses peningkatan kualitas manusia, sekaligus mentransformasikan SDM menjadi angkatan kerja produktif dalam menjawab tantangan perubahan.

Mutu SDM sebagaimana dimaksud tentunya akan berkontribusi bagi peningkatan daya saing bangsa yang diharapkan berimbas pada pertumbuhan ekonomi bangsa. Namun realitanya pendidikan, khususnya pendidikan tinggi masih terbelenggu masalah, dan belum mampu meningkatkan daya saing bangsa. Paling tidak ada dua permasalahan, yakni : bagaimana PT berkontribusi meningkatkan Angka Partisipasi Kasar/APK pendidikan tinggi, sekaligus mengembangkan kualitas lulusannya.

APK pendidikan tinggi merupakan persentase jumlah penduduk yang sedangkuliah di perguruan tinggi terhadap jumlah penduduk usia kuliah (19 – 23 tahun). APK pendidikan tinggi Indonesia barn sekitar 31%, sementara Malaysia telah mencapai 38%, bahkan Singapura 78%. Cina di tahun 2016 dengan jumlah penduduk 1,4 miliar memiliki 37 juta mahasiswa yang tersebar di 2.880 perguruan tingginya, sejumlah 667.100 diantaranya mahasiswa pascasarjana.

Salah satu penyebab APK pendidikan tinggi sangat rendah adalah tidak meratanya kualitas pendidikan tinggi, serta sebaran perguruan tinggi. Tidak meratanya kualitas pendidikan tinggi terlihat pada data akreditasi perguruan tinggi. Total perguruan tinggi eat ini mencapai 4.663 yang menyelenggarakan 28.278 program studi (Data PD Dikti 13 Februari 2019). Dan 4.663 lembaga perguruan tinggi, hanya 50 PT dengan akreditasi A dan mereka terkonsentrasi di pulau Jawa. Sedang sisanya 4.613 yang tersebar di seluruh negeri dengan akreditasi B dan C. Disparitas ini harus kita jawab selaku pemangku kepentingan, salah satunya PT.

APK pendidikan tinggi menunjukkan kualitas layanan negara terhadap hak masyarakat memperoleh akses pendidikan tinggi. Besaran APK pendidikan tinggi juga menunjukkan bahwa masyarakat memperoleh kemudahan dalam akses menempuh pendidikan tinggi. Persentase APK juga sebagai penentu tingkat kualitas layanan pembelajaran dan kemahasiswaan perguruan tinggi. Sebagaimana negara-negara maju, kemajuan pendidikan tingginya dikaitkan dengan seberapa bear APK pendidikan tinggi di negara tersebut. Disinilah peran negara berkewajiban meningkatkan APK pendidikan tinggi.

Kedua, rendahnya kualitas SDM menyebabkan rendahnya daya saing global bangsa. Kualitas SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah menjadi persoalan serius menghadapi globalisasi, Era Industri 4.0. Laporan McKinsey menjelukan Indonesia kekurangan tenaga kerja menghadapi Era Industri 4.0 sebanyak 9 juta orang pada cahun 2015 -2030, yakni tenaga kerja yang kompeten dalam industri digital. Artinya kita membutuhkan 600.000 tenaga kerja setiap setahun. Namun ketersediaan tenaga kerja di atas terbatas, selain kuantitas, kualitas kompetensinya pun menjadi masalah, padahal transforrnasi digital bergerak cepat.

Peluang tersebut sangat kontradiktif melihat tingkat pengangguran lulusan PT mencapai 8,8 % dari total 7 juta pengangguran di Indonesia. Yakni setara dengan 620.000 lulusan PT tidak terserap dunia kerja/dunia usaha dan industri. Mereka adalah generasi muda berpendidikan, pada usia 19 – 24 tahun yang seharusnya dapat memberikan kinerja produktif. Ini menunjukkan kualitas pendidikan tinggi dalam melaksanakan proses pendidikan tidak memikirkan relevansi dengan dunia usaha dan industri. Sekaligus menggambarkan PT belum mampu mengantisipasi dinamika perubahan. Relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur. Keahlian para sarjana harus sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak sumber daya manusia yang unggul seharusnya tenaga kerja menghadapi Era lndustri 4.0 sebanyak 9 juta orang pada tahun 2015 -2030, yakni tenaga kerja yang kompeten dalam industri digital. Artinya kita membutuhkan 600.000 tenaga kerja setiap setahun. Namun ketersediaan tenaga kerja di atas terbatas, selain kuantitas, kualitas kompet ensinya pun menjadi masalah, padahal transformasi digital bergerak cepat.

Peluang tersebut sangat kontradiktif melihat tingkat pengangguran lulusan PT mencapai 8,8 % dari total 7 juta pengangguran di Indonesia. Yakni setara dengan 620.000 lulusan PT tidak terserap dunia kerja dunia usaha dan industri. Mereka adalah generasi muda berpendidikan, pada usia 19 – 24 tahun yang seharusnya dapat memberikan kinerja produktif. Ini menunjukkan kualitas pendidikan tinggi dalam melaksanakan proses pendidikan tidak memikirkan relevansi dengan dunia usaha dan industri. Sekaligus menggarnbarkan PT belum mampu mengantisipasi dinamika perubahan. Relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur. Keahlian para sarjana harus sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak sumber daya manusia yang unggul seharusnya dapat memberi konstribusi besar terhadap upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Bila kondisi tersebut berlarut tentunya sangat mengkhawatirkan mengingat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin ketat dengan telah hadirnya Era Industri 4.0. Selain mereka bersaingan dengan mesin berbasis teknologi canggih, lulusan PT juga harus beradu kompetensi dan keahlian tertentu dengan pekerja asing yang datang akibat pasar bebas.

Jumlah 265 juta penduduk Indonesia seharusnya porensi menjadi SDM bermutu. Menurut kelompok umur : penduduk kategori anak-anak (0-14 tahun) mencapai 70,49 juta jiwa (26,6%). Untuk kategori usia produktif (14-64 tahun) 179,13 juta jiwa (67,6%) dan katcgori usia lanjut 65 ke atas sebanyak 85,89 juta jiwa (5,8%). Ada 249,62 juta (94,2%) yang berpotensi sebagai SDM berkualitas di tahun berjalan dan ke depan. Namun, dibalik berlimpahnya potensi SDM tersebut sebagian besarnya memiliki kualitas rendah secara pendidikan. Dari jumlah penduduk usia kerja saja hanya sekitar 4% (7,2 juta) yang memiliki pendidikan di atas SLTA, yakni Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Jumlah ini pun dipertanyakan relevansinya.

Dari potensi 249, 62 juta (94,2%) penduduk usia anak-anak dan produktif tersebut harus didorong melalui penyelenggaraan pendidikan dan upaya meningkatkan kualitas layanan perguruan tinggi. Sulit kiranya mengembangkan daya saing bangsa jika tingkat pendidikan penduduk usia kerja tidak ditingkatkan secara terstruktur dan masif. Mampukah PT berkontribusi positif menjawab tantangan tersebut?

Seyogyanya kita ndak terjebak pada kondisi yang berkepanjangan. Mungkin ada baiknya kita melihat sisi historis rendahnya SDM kita. Kualitas SDM kita yang rendah setidaknya akibat pembodohan terstruktur sejak perjalanan awal bangsa ini. Periode pen-jajahan selama lebih 3,5 abad menjadikan kita bangsa inferior dan selalu pasrah pada keadaan, rendah diri dan tidak kreatif. Hasilnya mayoritas penduduk Indonesia buta huruf dan bermental rendah. Pada masa orde lama sampai orde baru, pendidikan tidak pernah mendapatkan prioritas dalam program pembangunan nasional. Alokasi belanja negara hanya antara 2,5 – 4% dari total APBN. Dalam bentuk berbeda, baik orde lama orde baru, maupun masa reformasi lebih mementingkan pengendalian kekuasaan dari pada memajukan kualitas SDM.

Bagaimana kita harus menjawab realitas tersebut dengan mengembangkan APK pendidikan sekaligus kualitasnya. Mungkin konsep Triple Heliz yang pertama kali diperkenalkan Henry Etzkowitz and Loet Leydesdog (1995) menganalisis hubungan antara universitas, industri dan pemerintah. Konsep ini berpusat pada integrasi dan sinergi peranan masing-masing elemen untuk mengembangkan produk berbasis pengetahuan, ekspansi industrialisasi, dan jasa sebagai pondasi dari sistem inovasi regional dan nasional. Konsep kemudian dikembangkan oleh Gibbons et al (1995) dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et aL (2001) dalam Re-Thinking Science yang selain digunakan menjelaskan hubungan ketiga elemen di atas, juga memberikan gambaran mengenai koordinat dari simbiosis (irisan) ketiga elemen tadi. Disinilah peran negara dengan kebijakan pcndidikan tingginya, dunia pendidikan dan masyarakat untuk saling berkolaborasi, dan sinergi mendidik anak-anak bangsa berkualitas, dan berdaya saing. Semoga.

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta.

Redaksi – Lili Irahali

Fakultas Bahasa Utama Selenggarakan English Festival 2019

Selasa (19/2/2019) ratusan siswa SMA/SMK/MA memenuhl gedung serba guna UTama . 135 peserta mengikuti? perlombaan yang diselenggarakan prodi Bahasa Inggris Universitas Widyatama bekerjasama dengan himpunan mahasiswa bahasa Inggris. Perlombaan yang adakan diantaranya speech contest, writing contest, strory telling, trivia games, dan singing contest.

Dalam acara ini terdapat hiburan live music yang diisi oleh alumni Universitas widyatama merupakan salah satu kontestan Indonesian ldol yaitu Sarah. Selain live music terdapat hiburan di isi pika-pika Japan Community serta big band kelompok seni mahasiswa.

Kegiatan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan percaya diri, juga ajang unjuk bakat bagi para peserta lomba. Selain itu, acara ini juga diharapkan mempererat kekeluargaan serta silaturahmi antar panitia dengan panitia, peserta dengan peserta, serta panitia dengan peserta.

Alhamdulillah acara dapat dilaksanakan dengan lancar, walaupun terdapat beberapa kendala tetapi hal itu dapat diatasi dan saya sangat bersyukur karena acaranya sangat seru. Semoga acara kedepannya bisa lebih seru dan leblh menarik dari yang sekarang.” Ucap Resha selaku ketua pelaksana acara English Fesdval 2019. (Humas 20Feb2019)