Friday, August 8, 2025
Home Blog Page 5

Pengelolaan & Pengembangan Padi Organik di Desa Cikurubuk – Sumedang

Profil Kecamatan Buahdua tahun 2013 menggambarkan Desa Cikurubuk berstatus sebagai pedesaan dengan klasifikasi desa swadaya. Secara topografi, wilayah Desa Cikurubuk memiliki bentuk bentang permukaan tanah berupa lereng (Dewi et al., 2017), dimana ketinggian wilayah Kantor Desa berada sekitar 436 meter di atas permukaan laut.

            Dengan luas wilayah 630,80 hektar Desa Cikurubuk terbagi dalam beberapa peruntukan, seperti sebagai lahan pertanian, pemukiman, lahan kehutanan dan penggunaan lainnya. Luas lahan pertaniannya sebesar 63,60 % atau sekitar 401,19 hektar yang terbagi ke dalam dua jenis yaitu jenis pertanian lahan basah dan pertanian kering. Luas lahan pertanian basah atau pesawahannya mencapai 26,98 % atau sekitar 170,19 hektar, dan luas lahan pertanian keringnya (termasuk ladang dan huma) sebesar 36,62 % atau sekitar 231 hektar. Sedang yang digunakan sebagai lahan pemukiman dan pekarangan mencapai luasan 36,40 % atau 230,87 hektar.

Lahan pesawahan di Desa Cikurubuk merupakan lahan pesawahan yang menggunakan sistem pengairan non-teknis, menghasilkan produk utama berupa padi. Selain menghasilkan padi, lahan pertaniannya juga menghasilkan produk berupa: jagung, ubi kayu, kacang panjang, cabai rawit, tomat, dan terung. Sementara hasil pertanian dari jenis buah-buahan berupa: alpukat, mangga, pisang, dan petai.

Selain hasil pertanian secara langsung, juga ada yang menjadi makanan olahan. Beberapa jenis industri rumah tangga mengolah bahan makanan menjadi makanan olahan. Selain industri makanan, terdapat industri di bidang perkayuan (pengolahan kayu). Bidang seni budaya, di Desa ini ada beberapa jenis kesenian tradisional yang masih dipelihara masyarakat dengan  baik, salah satunya seni kuda renggong.

Sebagian besar penduduk Desa Cikurubuk bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun sebagai buruh tani. Sebagian kecil lainnya berkarya di bidang transportasi, perdagangan, konstruksi dan jasa. Dengan penggunaan lahan yang mayoritas sebagai lahan pertanian, tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk Desa ini bekerja di sektor pertanian.

            Kepala Desa Cikurubuk, Muhammad Fadar Junawar mengungkapkan sebagian petani di Desa Cikurubuk saat ini sedang mengembangkan sistem pertanian organik yang sudah berlangsung selama tiga tahun lebih (Margolang & Sembiring, 2015). Pada prinsipnya kami sudah tidak memakai lagi produk sintetis kimia, baik pupuk maupun pestisida, namun menggunakan pestisida nabati. Muhamad menyebut, dari 172 hektar lahan pertanian, ada sekitar 30 hektar lahan yang telah tersertifikasi menerapkan sistem pertanian cara organik. Sistem pertanian organik ini harus dilengkapi sertifikat dari lembaga sertifikasi organik. Jadi tidak sembarangan orang mencantumkan produk organiknya.

Potensi dan Masalah

Tiga tahun lalu, tanggal 10 Juni 2021 Kepala Desa Cikurubuk membentuk kelompok tani Limus dan Kanem dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian masyarakat pedesaan yang sangat vital untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat; juga agar upaya meningkatkan hasil usaha pertanian di Desa Cikurubuk lebih optimal. Ketua kelompok Limus – Yaya Sunarya Atmana dan Ketua Kelompok tani Kanem – Yoyo Rahya, menjelaskan anggota kelompoknya masing-masing 20 (duapuluh orang) per-kelompok. Hampir semua mereka memiliki permasalahan yang sama terkait produksi padi organik, serta kekurangan modal (Kristiani & Sari, 2024).

Yoyo Rahya menyebutkan anggota kelompoknya masih minim keterampilan dalam pengelolaan, serta pendistribusian padi organik, terutama dalam mempertimbangkan kondisi dan potensi strategis Desa Cikurubuk, khususnya pengembangan produk pertanian (Keni et al., 2024). Padahal Desa Cikurubuk memiliki potensi besar untuk mengembangkan produktivitas padi organiknya yang inovatif melalui simulasi perencanaan dan optimalisasi kapasitas produksi padi organik berbasiskan Ekonomi Hijau. Para petani padi organik perlu memahami secara menyeluruh sistem industri padi organik yang meliputi: proses produksi padi organik dari penanaman hingga distribusi; faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas serta kapasitas produksi; persyaratan regulasi dan standar untuk padi organik dan permintaan pasar dan tren konsumen terkait padi organik.

Terdapat dua aspek permasalahan utama yang menghambat realisasinya, yakni: 1) kurangnya pengetahuan tentang konsep dan praktik optimalisasi kapasitas produksi padi organik berbasiskan Ekonomi Hijau serta efisiensi produksi yang rendah, penurunan kualitas produk, penyusutan stok atau keterlambatan dalam pengiriman dan biaya produksi yang tinggi; 2) kurangnya pemahaman mendalam tentang pengelolaan proses produksi padi organik dari hulu sampai ke hilir. Kedua faktor ini menyebabkan inisiatif edukasi proses produksi padi organik belum dapat diimplementasikan secara efektif.

Tim PKM Universitas Widyatama mengajukan solusi inovatif yang mengintegrasikan edukasi tentang optimalisasi kapasitas produksi padi organik berbasiskan Ekonomi Hijau serta efisiensi produksi di Desa Cikurubuk. Inisiatif dimaksudkan mengatasi ketidakpahaman, serta kurangnya edukasi tentang pengelolaan produksi padi organik, pemasaran secara optimal secara digital ekonomi  dan pengemasan produk padi organik dengan menyediakan pelatihan, pembinaan, simulasi langsung yang menarik dan interaktif. Program tersebut tidak hanya meningkatkan kuantitas produk padi organik, tetapi kualitas serta meningkatkan kesejahteraan para petani padi organik bebas dari tengkulak yang selama ini menjerat petani padi organik di desa Cikurubuk.

 

Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Padi Organik

Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi tiga pilar, yaitu Pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pentingnya pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah untuk kemaslahatan  manusia di tengah berbagai persoalan dalam kehidupan Manusia. Kemaslahatan yang dimaksud diantaranya mengenai kesejahteraan.

Universitas Widyatama menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) yang diinisiasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dan diadopsi oleh seluruh negara anggota PBB. Tri Dharma Perguruan Tinggi pada program pengembangan padi organik di Desa Cikurubuk Kabupaten Sumedang tersebut mengadopsi dan menurunkan tujuan SDGs tersebut menjadi tema-tema Pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pada program yang sama, Universitas Widyatama mengimplementasikan program pemerintah, terkait percepatan penurunan stunting, percepatan penurunan kemiskinan ekstrim, dan pengembangan Pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi, serta program One Village One Product (OVOP).

Implementasi Tri Dharma UniversitasWidyatama di atas dipetakan dalam tujuan, topik, judul seba-gai panduan Tim Pelaksana Pengabdian  kepada  Masyarakat dalam rangka  pengembangan  padi organik di Desa Cikurubuk sebagai  tabel  berikut.

Tujuan Topik Judul Kegiatan
1. Tujuan Pemba-ngunan  Berkelan-jutan (SDGs). (1). Tanpa kemiskinan.

(2). Tanpa kelaparan.

(3). Kehidupan sehat dan sejahtera. (4). Pendidikan berkualitas.

(5). Kesetaraan jender.

(6). Air bersih dan sanitasi layak.

(7). Energi bersih dan terjangkau.

(8). Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

(9). Industri, inovasi, dan infrastruk-tur.

(10). Berkurangnya kesenjangan.

(11). Kota dan komunitas berkelanjut-an.

(12). Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

(13). Penanganan perubahan iklim.

(14). Ekosistem laut.

(15). Ekosistem daratan.

(16). Perdamaian, keadilan, dan ke-lembagaan yang tangguh.

(17). Kemitraan untuk mencapai tujuan.

• Edukasi masyarakat dalam pengelolaan produksi beras organik.

• Peningkatan potensi wirausaha masyarakat ber-basis pengemasan air bersih.

• Membangun Kesadaran Ekologis: Aksi Komu-nitas untuk Perlindungan Lingkungan

• Mewujudkan Pangan Sehat untuk Semua: Inisi-atif Komunitas Petani dalam Pertanian Berke-lanjutan

• Pendidikan Inklusif untuk Masa Depan: Kola-borasi Komunitas Petani Mendukung Akses Pendidikan.

• Keterampilan dan Pelatihan untuk Kemandirian Ekonomi: Membangun Komunitas Petani yang Mandiri

• Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelan-jutan: Aksi Komunitas Petani untuk Air Bersih dan Sanitasi.

• Kemitraan dan Kolaborasi Lokal: Menggerakkan Komunitas Petani untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

• Pariwisata Berkelanjutan: Peran Komunitas Pe-tani dalam Pengembangan Destinasi Ramah Lingkungan

• Membangun Ekonomi Lokal yang Berkelanjut-an: Peran Komunitas dalam Mengentaskan Ke-miskinan.

• Melindungi Lingkungan Hidup: Aksi Komuni-tas Petani untuk Konservasi Sumber Daya Alam dan Perlindungan Biodiversitas.

• Pertanian Berkelanjutan: Upaya Komunitas Pe-tani dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Pembangunan Pedesaan.

• Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah: Hilirisasi Pertanian Padi Organik untuk Kese-jahteraan Petani.

• Menuju Pertanian Berkelanjutan: Inovasi Hili-risasi Produk Padi Organik dalam Pemberda-yaan Petani.

• Pengembangan Usaha Petani: Strategi Hilirisasi Produk Padi Organik untuk Peningkatan Pen-dapatan.

• Mewujudkan Pertanian Ramah Lingkungan: Pe-ran Hilirisasi Petani dalam Pelestarian Alam.

• Pengolahan Berkelanjutan: Memaksimalkan Po-tensi Padi Organik melalui Hilirisasi Produk.

• Koperasi Petani Padi Organik: Sinergi dalam Hilirisasi untuk Kemandirian Ekonomi Lokal.

• Pendidikan dan Pendampingan: Mendukung Petani dalam Hilirisasi Produk Padi Organik.

• Inovasi Hilirisasi: Mendorong Keberlanjutan Pertanian Padi Organik dan Kesejahteraan Ko-munitas.

• Mengangkat Potensi Lokal: Hilirisasi Produk Padi Organik untuk Pembangunan Pedesaan Berkelanjutan.

• Pasar Berkelanjutan: Menghubungkan Petani Padi Organik dengan Pasar Melalui Hilirisasi Produk.

2. Stunting 1) Edukasi perawatan anak usia dini

(0-1000 hari).

2) Edukasi 4 sehat, 5 sempurna.

(1) Edukasi pentingnya ASI bagi anak 0-1000 hari.

(2) Pemenuhan gizi berbasis karbohidrat dan pro-tein pada potensi alam setempat.

3. OVOP 1). Pembangunan sosial ekonomi desa berbasis pesantren. (2). Pembangunan ekonomi desa berbasis pariwisata buda-ya. (3). Pembangunan ekonomi desa berbasis pariwisata alam. (4). Pemba-ngunan ekonomi desa berbasis industri kreatif. (1). Pembangunan pariwisata berbasis mata air Cikurubuk. (2). Pembangunan pariwisata berbasis pengelolaan produksi padi organik. (3). Edukasi budidaya tanaman organik. (4). Aplikasi pemasar-an padi organik.
4. Kemiskinan Eks-trim dan Vokasi

 

1) Pelatihan pembuatan olahan maka-nan tradisional berbahan baku tepung beras organik.

2) Perningkatan keterampilan Bertani organik.

1. Pelatihan pembuatan pupuk organik.

2. Pelatihan pembuatan bibit padi organik.

3. Pelatihan Proses pengeringan berbasis organik.

4. Pelatihan pembuatan olahan makanan berbahan beras organik.

 

Program Kegiatan

Dalam kaitan tersebut Widyatama menyiapkan 20 program kegiatan, yang terbagi dalam: 10 program terkait produksi, dan 10  program lagi terkait pengolahan hasil produksi sebagaimana berikut: 1) Membangun Kesadaran Ekologis: Aksi Komunitas untuk Perlindungan Lingkungan; 2) Mewujudkan Pangan Sehat untuk Semua: Inisiatif Komunitas Petani dalam Pertanian Berkelanjutan; 3) Pendidikan Inklusif untuk Masa Depan: Kolaborasi Komunitas Petani Mendukung Akses Pendidikan; 4) Keterampilan dan Pelatihan untuk Kemandirian Ekonomi: Membangun Komunitas Petani yang Mandiri; 5) Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan: Aksi Komunitas Petani untuk Air Bersih dan Sanitasi; 6) Kemitraan dan Kolaborasi Lokal: Menggerakkan Komunitas Petani untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan; 7) Pariwisata Berkelanjutan: Peran Komunitas Petani dalam Pengembangan Destinasi Ramah Lingkungan; 8) Membangun Ekonomi Lokal yang Berkelanjutan: Peran Komunitas dalam Mengentaskan Kemiskinan; 9) Melindungi Lingkungan Hidup: Aksi Komunitas Petani untuk Konservasi Sumber Daya Alam dan Perlindungan Biodiversitas; 10) Pertanian Berkelanjutan: Upaya Komunitas Petani dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Pembangunan Pedesaan; 11) Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah: Hilirisasi Pertanian Padi Organik untuk Kesejahteraan Petani; 12) Menuju Pertanian Berkelanjutan: Inovasi Hilirisasi Produk Padi Organik dalam Pemberdayaan Petani; 13) Pengembangan Usaha Petani: Strategi Hilirisasi Produk Padi Organik untuk Peningkatan Pendapatan; 14) Mewujudkan Pertanian Ramah Lingkungan: Peran Hilirisasi Petani dalam Pelestarian Alam; 15) Pengolahan Berkelanjutan: Memaksimalkan Potensi Padi Organik melalui Hilirisasi Produk; 16) Koperasi Petani Padi Organik: Sinergi dalam Hilirisasi untuk Kemandirian Ekonomi Lokal; 17) Pendidikan dan Pendampingan: Mendukung Petani dalam Hilirisasi Produk Padi Organik; 18) Inovasi Hilirisasi: Mendorong Keberlanjutan Pertanian Padi Organik dan Kesejahteraan Komunitas; 19) Mengangkat Potensi Lokal: Hilirisasi Produk Padi Organik untuk Pembangunan Pedesaan Berkelanjutan; 20) Pasar Berkelanjutan: Menghubungkan Petani Padi Organik dengan Pasar Melalui Hilirisasi Produk.

Program kegiatan tersebut diharapkan tidak hanya memberikan dampak positif  bagi petani, tetapi juga bagi seluruh ekosistem pasar dan pembangunan berkelanjutan secara luas.

 

Grand Design Pengelolaan dan Pengembangan Padi Organik

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Integratif di atas diintegrasikan pula dengan  Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) – 2024/2025 yang mengacu pada empat aspek indikator keberhasilan:

  • Petani mahir dalam hal: a) memproduksi beras organik berkualitas tinggi secara efektif dan efisien; b) membuat berbagai olahan bahan pangan yang berasal dari beras organik yang digemari khalayak, bergizi, tahan lama dan kompetitif; c) memasarkan hasil produksi beras organik beserta turunannya ke pasar lokal, regional dan global;
  • Seluruh Produk Bersertifikat Organik;
  • Petani memiliki penghasilan rata-rata per tahun;
  • Petani memiliki Jaminan Sosial Kesehatan, Pendidikan, Kematian, dan Bencana.

Merujuk indikator di atas program kegiatan dilakukan meliputi 4 tahap program mencakup: tahap pra produksi, produksi, pengolahan produk, dan distribusi pemasaran.

  1. Tahap Pra Produksi

Tahap ini merupakan penyiapan lahan, penyiapan bibit, dan penyiapan pupuk. Untuk itu dilakukan kegiatan seperti: Pembuatan pupuk organik; Pembuatan bibit unggul; Penyiapan peralatan pengolahan lahan; Sertifikasi Organik; Penyiapan SDM (Pelatihan pengolahan lahan, Pelatihan penyiapan bibit unggul padi organik, dan Pelatihan pembuatan pupuk organik); Pembuatan Bibit Padi organik (Beras Putih, Beras Hitam, Beras Merah, Beras Ketan); serta riset.

  1. Tahap Produksi

Pada tahap ini dilakukan penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan, lalu dilakukan pemanenan, pengeringan, dan penyimpanan. Program yang dijalankan diantaranya mencakup: • Sistem irigasi terintegrasi dengan memanfaatkan energi terbarukan; • Penyuburan unsur hara dan pemberantasan hama; • Sistem pergudangan; • Sertifikasi Organik; • Pelatihan penanaman padi yang efektif; • Pelatihan pemupukan dan pengairan padi  organik; • Riset; • Pelatihan; • Teknologi pengeringan; • Sertifikasi produk; • Pergudangan; • Riset kadar air dll.; • Penciptaan Keunggulan: Wisata Edukasi Padi Organik.

Proses Sertifikasi dalam proses pra produksi dan produksi (Budi Daya):

  • Tidak menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia, herbisida kimia, dan semua sarana produksi pertanian bebas dari bahan kimia yang tidak diperbolehkan standar organik; • Benih/bibit dihasilkan secara organik dan bukan benih GMO; • Tanah lokasi penanaman tidak terkontaminasi kimia, minimal 3 tahun sudah bebas dari pemakaian bahan kimia, serta diverifikasi pengujian kualitasnya dengan uji lab.; • Sumber air yang digunakan tidak terkontaminasi kimia, yang dibuktikan dengan uji lab; • Selain sampel tanah dan sampel air, sampling tanaman dan hasil tanaman juga dikirimkan untuk uji lab; • Proses pengontrolan dilakukan oleh Internal Control System Staff yang memiliki kualifikasi khusus untuk memastikan integritas proses budi daya hingga panen dijalankan secara terus menerus.
  • Tahap Pengolahan Hasil Produksi

Pada tahap ini dilakukan pengolahan hasil panen dan pengemasan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut: • Menciptakan Keunggulan: Rasa digemari, Tahan lama, ekonomis; • Melakukan pengemasan dengan Kemasan elegan ekonomis; • Melakukan Sertifikasi Organik; • Beras dan olahan beras; • Memproduksi Tepung beras dan olahan tepung beras; • Melakukan Berbagai jenis pelatihan untuk produksi olahan beras dan tepung beras; • Menyelenggarakan Pelatihan desain kemasan produk; • Melakukan Riset pengembangan kualitas.

Sertifikasi pada proses panen, pasca panen dan pengolahan hasil panen:

  • Alat/mesin/ruang/lokasi pengolahan tidak terkontaminasi antara bahan organik dan non-organik. Maka, harus ada proses pembersihan sesuai panduan; • Tidak ada pemakaian bahan aditif seperti pemutih, pewarna, pengawet, penstabil, serta perisa sintetik yang tidak diperbolehkan standar organik; • Kemasan memenuhi standar food grade dan tidak ada kontaminasi bahan kimia; • Pelabelan memenuhi standar organik yang berlaku; • Penjualan/transaksi ekspor produk organik mengikuti aturan yang berlaku di negara impor, dibuktikan dengan dokumen persyaratan impor. Dokumen tersebut di antaranya adalah Transaction Certificate (TC) untuk negara Amerika dan Jepang serta Export Approval dan Certificate of Inspection (COI) untuk negara Eropa selain UK; • Setiap proses harus memiliki keseimbangan antara input hingga output process serta dapat ditelusuri (traceable).

Pengontrolan kualitas:

  • Proses pengontrolan dilakukan oleh Grading Manager yang memiliki kualifikasi khusus; • Hal ini guna memastikan integritas proses pascapanen hingga penjualan secara konsisten dilaksanakan sesuai dengan standar organik.
  1. Tahap Distiribusi dan Pemasaran

Pada tahap ini dilakukan distribusi dan pemasaran. Untuk itu perlu dilakukan berbagai pertimbangan dan  dilakukan seksama: • Produk mudah diperoleh, praktis dan cepat; • Harga bersaing dan terjangkau; • Sertifikasi Organik; • Ritel: Warung, Café, Resto di Mall, di Rest Area; • Jaringan distribusi luas; • StarUp; • Media sosial; • Marketplace; • Ekspor; • Riset pasar dll.

Mitra Strategis

Dalam kaitan tersebut di atas telah dikembangkan Mitra Strategis, mencakup 20  lembaga/instansi: • Kemenko PMK (koordinasi kelembagaan dengan mitra kerja); • Kemenkop UKM (Koperasi, pendampingan manajemen dan usaha koperasi, modal usaha, dan penyaluran produk di dalam dan luar negeri); • Balai Latihan Koperasi (Balaskop); • Kemendikbud Ristek (rekognisi dan legalitas produk-produk akademik Widyatama); • BRIN (berbagai riset: komposisi kimiawi tanah, bibit unggul padi organik, pupuk, hama, kualitas padi, kualitas olahan beras organik, dan riset pasar); • Kemenkum HAM (HAKI); • BSN; • Kementan (pengadaan bibit unggul padi organik, bantuan mesin dan peralatan pertanian, pendampingan (penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen bersama BSIP)); • Kemenparekraf (Desa Wisata Edukasi Padi Organik); • Kominfo (pembinaan StarUp, jaringan dan keamanan internet); • Pemda Sumedang (rekognisi, perizinan, fasilitasi pertanian, pendampingan, infrastruktur); • Perguruan Tinggi; • Perbankan – BI, Bank BUMN, PNM (modal usaha – bantuan dan pinjaman, pembinaan usaha, dan jaringan pasar); • Dunia Usaha (Pengusaha pupuk, bibit, peralatan mesin, StarUp – Program Inkubasi); • Mitra (Apindo – pendamping UMKM, dan ASKKINDO – peralatan mesin pengolahan sampah untuk pupuk organik dan lain-lain); •        BSN SNI; • B4T (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik) kontribusi peralatan; • Media – media sosial exsisting (diseminasi dan publikasi); • BUMDES Cikurubuk; • Petani Desa Cikurubuk.

Pelaksanaan kegiatan telah dimulai tahun  2024/2025, berlanjut pada 2025/2026, serta 2027/2028.

Penandatanganan Kerjasama PKM antara Kepala Desa Cikurubuk dan Universitas Widyatama, 20 Maret 2024.

Kunjungan daan Fokus Grup Diskusi di Universitas Widyatama, 15 Mei 2024.

Diskusi pembahasan dan langkah yang akan dilakukan secara terintegarsi dengan berbagai pihak terkait. Para Dinas terkait kabupaten Sumedang dan beberapa universitas.

  

Audiensi dengan Bupati Kabupaten Sumedang dan Universitas Widyatama, 3 Juni 2024.

(Written by: Lili Irahali, Deden Maulana Anggakarti dari berbagai sumber)

 

SDGs Indonesia dan IKU – Rujukan Menuju Transformasi Mutu PTS ?

Visi Indonesia 2045 menjadi negara maju dengan PDB terbesar kelima di dunia, perlu disokong sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang siap bersaing di tingkat internasional. Sementara, permasalahan bangsa, juga peluang kerja di masa mendatang tidak akan lagi bertumpu terhadap sumber daya alam, tetapi justru pada kemampuan manusianya dalam bekerja. Masa depan yang penuh persaingan dalam berbagai bidang (semisal: teknologi digital, robotika, otomatisasi, energi dan lingkungan, kesehatan, pariwisata serta rekayasa genetika) hanya dapat dimenangkan oleh sumber daya manusia yang berorientasi ke masa depan dan ditempa dengan transformasi Pendidikan Tinggi, sehingga menjadi lulusan yang unggul, kompetitif, adaptif, fleksibel, produktif, berdaya saing dan berkarakter.

Karena itu, perguruan tinggi sebagai lembaga ilmu, pengetahuan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat dituntut dapat lebih fokus dalam merealisasikan target kinerjanya. Salah satu kunci dalam mengatur kinerja perguruan tinggi ialah melalui Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi (IKU) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Implementasi kebijakan tersebut dituangkan dalam Permendikbud 03 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 754/P/020 tentang Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi Negeri (IKU). Setiap institusi perguruan tinggi diharapkan melakukan transformasi pendidikan tinggi yang sejalan dan harmonis dengan 8 (delapan) IKU tersebut.

Pengembangan pendidikan tinggi sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024,  memiliki tiga sasaran pengem-bangan, yaitu: 1) meningkatnya kualitas pembelajaran dan relevansi pendidikan tinggi; 2) meningkatnya kualitas dosen dan tenaga kependidikan; dan 3) terwujudnya tata kelola Ditjen Pendidikan Tinggi yang berkualitas. Oleh sebab itu, perguruan tinggi diharapkan dapat memanifestasikan ketiga sasaran tersebut melalui peningkatan kapasitas dan kualitas proses dan pengelolaaan pendidikan yang menjadi tanggung-jawabnya dengan: pertama,  meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi; kedua,  menguatkan mutu dosen dan tenaga kependidikan; dan ketiga, meningkatkan akses pendidikan tinggi.

Indikator Kinerja Utama yang diterbitkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 754/P/2020 tersebut merupakan ukuran kinerja baru bagi perguruan tinggi untuk mewujudkan perguruan tinggi yang adaptif dengan berbasis luaran lebih konkret. IKU perguruan tinggi harus mampu fokus terhadap tiga amanat pengembangan tersebut:

  1. Meningkatkan relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan industri, dunia usaha, dan dunia kerja. Misal, Indikator Kinerja Utama baru mengajak Praktisi menjadi Dosen dan mendorong program studi untuk melibatkan mitra dari industri, dunia usaha, atau dunia kerja dalam pengembangan dan pelaksanaan.
  2. Memberikan kebebasan kepada perguruan tinggi untuk memilih keunggulan yang ingin dikembangkan. Perguruan tinggi tidak dituntut menjadi unggul dalam semua Indikator Kinerja Utama baru, tetapi dibebaskan fokus pada capaian kinerja pada indikator yang dipilih sendiri. Sistem poin baru menilai perguruan tinggi berdasarkan pencapaian keseluruhan, namun memberikan rekognisi kepada perguruan tinggi dengan keunggulan di indikator tertentu.
  3. Memprioritaskan sasaran agar perguruan tinggi dapat fokus mengejar perubahan yang paling penting. Delapan Indikator Kinerja Utama telah dipilih sebagai indikator perubahan yang akan paling berdampak terhadap kualitas lulusan, kualitas dosen, dan kualitas kurikulum.

Delapan  Indikator Kinerja Utama

IKU Perguruan Tinggi adalah Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi yang digunakan performansi perguruan tinggi untuk menentukan klasifikasi perguruan tinggi serta dukungan sumberdaya dan anggaran yang akan difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. IKU menjadi sistem pengukuran kinerja untuk mengevaluasi performa perguruan tinggi di Indonesia. IKU Perguruan Tinggi berfungsi sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja perguruan tinggi, mengukur kemajuan yang telah dicapai, dan memperbaiki kinerja perguruan tinggi di masa depan.

IKU Perguruan Tinggi 2023 ini sangat penting dalam mengevaluasi kinerja perguruan tinggi karena dapat membantu perguruan tinggi mengevaluasi sejauh mana mereka telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem pengukuran ini memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana perguruan tinggi di Indonesia berkinerja dalam berbagai bidang, termasuk akademik, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan pengelolaan keuangan.

Sistem pengukuran ini membantu perguruan tinggi dalam membuat keputusan strategis dan meningkatkan daya saing mereka di tingkat nasional dan internasional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing perguruan tinggi, serta memastikan bahwa tujuan pendidikan nasional tercapai.

Terdapat 8 (delapan) IKU Perguruan Tinggi yang menjadi landasan transformasi pendidikan tinggi:

  1. Lulusan Mendapat Pekerjaan yang Layak

Indikator pencapaian instansi pendidikan atau perguruan tinggi (IKU) pertama, adalah lulusan mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga lulusan atau alumni dari suatu kampus mempengaruhi hasil pencapaian kampus tersebut. Semakin banyak alumni yang berhasil mendapat pekerjaan yang layak, atau mungkin menekuni wirausaha dan melanjutkan studi. Maka pencapaian IKU pertama ini dikatakan berhasil. Melalui ketetapan ini, diharapkan kampus tidak hanya fokus dalam menyediakan kurikulum pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan. Namun juga membekali mahasiswanya dengan keterampilan yang punya nilai jual di dunia kerja atau di masyarakat.

  1. Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus

IKU kedua, yakni mahasiswa mendapatkan pengalaman di luar kampus, yang meliputi kegiatan magang kerja, riset, proyek desa, pertukaran pelajar, berwirausaha, dan juga lewat kegiatan mengajar. Melalui IKU ini diharapkan kampus memberi fasilitas lebih kepada mahasiswa untuk mengembangkan diri. Tidak hanya pasif di kelas namun melakukan kegiatan pembelajaran dengan model variatif, dan mampu memberi bekal keterampilan yang mumpuni.

  1. Dosen Berkegiatan di Luar Kampus

IKU ketiga, yakni dosen berkegiatan di luar kampus, sehingga aktivitas dosen tidak hanya di dalam kampus sendiri. Melainkan juga di luar kampus, seperti mencari pengalaman industri sekaligus mengajar di kampus lain.

  1. Praktisi Mengajar di Dalam Kampus

IKU keempat, yakni praktisi mengajar di kampus, sehingga pengajar tidak hanya kalangan dosen namun juga praktisi. Yakni merekrut dosen yang sudah berpengalaman di suatu bidang sehingga ilmu yang dibagikan lebih kompleks, karena sudah terjun langsung di lapangan.

  1. Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat

IKU kelima, yakni hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat. Artinya hasil riset yang dilakukan sebaiknya memberikan manfaat besar bagi masyarakat di sekitar.

  1. Program Studi Bekerjasama dengan Mitra Kelas Dunia

IKU keenam, yakni berjalan program studi yang bekerjasama dengan mitra kelas dunia. Sehingga perguruan tinggi akan menjalani kolaborasi dengan mitra untuk menyempurnakan program studi. Seperti magang, penyerapan lulusan, dan lain-lain.

  1. Kelas yang Kolaboratif dan Partisipatif

IKU ketujuh, yakni kelas yang kolaboratif dan partisipatif. Artinya kampus bersama para dosen mampu menciptakan kelas yang mumpuni. Bisa melibatkan mahasiswa dan merangsang keterlibatan mereka dalam proses belajar di  kelas.

  1. Program Studi Berstandar Internasional

IKU kedelapan, adalah program studi berstandar internasional, berhubungan dengan akreditasi internasional. Artinya perguruan tinggi diharapkan mampu meraih akreditasi internasional untuk bisa dikenal luas oleh dunia.

Melalui perhitungan IKU ini pemerintah dan perguruan tinggi bisa lebih mudah melihat perkembangan instansi pendidikannya. Artinya tidak ada kesulitan dalam mengejar target untuk mendapatkan dana insentif yang disediakan oleh Kemendikbud.

Menurut Mendikbudristek IKU digunakan untuk mendorong kualitas PTN dan PTS melalui beberapa cara. Di antaranya memberikan alokasi insentif biaya operasional atau bantuan pendanaan bagi PTN dengan capaian IKU yang baik; memfasilitasi dana penyeimbang kontribusi mitra (matching fund) bagi PTN dan PTS; memilih program kompetisi Kampus Merdeka bagi PTN dan PTS (competitive fund); serta memantau kualitas PTS oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).

SDGs, IKU, dan Transformasi Perguruan Tinggi

Sustaintable Development Goals (SDGs) merupakan serangkaian tujuan yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan bagi semua orang di planet ini. Terdapat 17 tujuan SDGs yang saling terkait dan saling mendukung untuk mengatasi berbagai tantangan global yang kita hadapi untuk diimplementasikan sampai dengan tahun 2030.

Beberapa SDGs yang sangat relevan dengan pendidikan tinggi meliputi:

  1. SDG 4: Pendidikan Berkualitas – yakni meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan akses pendidikan yang inklusif dan merata untuk semua.
  2. SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi – yakni mempromosikan kesempatan kerja yang produktif dan layak.
  3. SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur – yakni membangun infrastruktur yang tangguh dan mempromosikan inovasi.
  4. SDG 10: Mengurangi Kesenjangan – yakni mengurangi ketidaksetaraan di dalam dan antar negara.
  5. SDG 13: Tindakan terhadap Iklim – yakni mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.

IKU ini mencakup berbagai aspek yang relevan dengan tujuan pendidikan tinggi yang berkualitas dan berkelanjutan. Beberapa IKU yang relevan dengan SDGs meliputi:

  1. IKU 1: Lulusan Mendapat Pekerjaan yang Layak – sangat berkaitan dengan SDG 4 dan 8, indikator ini mengukur seberapa banyak lulusan yang mendapatkan pekerjaan yang layak atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
  2. IKU 2: Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus – berkaitan dengan SDG 4, indikator ini mengukur seberapa banyak mahasiswa yang mendapatkan pengalaman belajar di luar kampus, baik itu melalui magang, pertukaran mahasiswa, atau program lainnya.
  3. IKU 3: Dosen Berkegiatan di Luar Kampus – berkaitan dengan SDG 4 dan 9, indikator ini mengukur seberapa banyak dosen yang terlibat dalam kegiatan di luar kampus seperti penelitian, pengabdian kepada masyarakat, atau kerja sama dengan industri.
  4. IKU 4: Praktisi Mengajar di Kampus – berkaitan dengan SDG 4 dan 9, indikator ini mengukur seberapa banyak praktisi dari industri atau bidang profesional lainnya yang mengajar di kampus.
  5. IKU 5: Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat atau Mendapat Rekognisi Internasional – berkaitan dengan SDG 9, indikator ini mengukur seberapa banyak hasil kerja dosen yang digunakan oleh masyarakat atau diakui secara internasional.
  6. IKU 6: Program Studi Berstandar Internasional – berkaitan dengan SDG 4, indikator ini mengukur seberapa banyak program studi yang memiliki akreditasi atau sertifikasi internasional.
  7. IKU 7: Kelas yang Kolaboratif dan Partisipatif – berkaitan dengan SDG 4, indikator ini mengukur seberapa banyak kelas yang menggunakan metode pembelajaran yang kolaboratif dan partisipatif.
  8. IKU 8: Akreditasi Program Studi – berkaitan dengan SDG 4, indikator ini mengukur seberapa banyak program studi yang terakreditasi dengan baik oleh badan akreditasi nasional atau internasional.

Bagaimana Transformasi Pendidikan Tinggi terkait SDGs dan IKU dilaksanakan? Transformasi pendidikan tinggi di Indonesia melalui keterkaitan SDGs dengan IKU bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan Kualitas Pendidikan: dengan berfokus pada SDG 4, perguruan tinggi didorong meningkatkan kualitas pendidikan melalui berbagai program dan inisiatif.
  2. Menyediakan Pendidikan yang Inklusif dan Merata: perguruan tinggi berperan dalam menyediakan akses pendidikan yang merata untuk semua lapisan masyarakat, mendukung SDG 10.
  3. Mendorong Inovasi dan Kolaborasi: dengan melibatkan dosen dan mahasiswa dalam penelitian dan proyek kolaboratif, perguruan tinggi mendukung SDG 9.
  4. Menghasilkan Lulusan yang Siap Kerja: melalui berbagai program magang dan kerja sama dengan industri, perguruan tinggi membantu lulusan untuk siap menghadapi dunia kerja, sesuai dengan SDG 8.
  5. Memerangi Perubahan Iklim: dengan menyelenggarakan program dan penelitian yang berfokus pada isu-isu lingkungan, perguruan tinggi mendukung SDG 13.

Ini sebagian ilustrasi integrasi SDGs dalam IKU perguruan tinggi di Indonesia sebagai langkah strategis untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, serta menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan global.

            Prof. Dr. Ir. Winarni Monoarfa MS., Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan mengenai potensi perguruan tinggi dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Tri Dharma Perguruan Tinggi dan kontribusinya dalam SDGs di bidang penelitian dapat berupa penelitian terkait SDGs, inovasi dan solusi, penelitian interdisiplin dan transdisiplin, peningkatan kapasitas peneliti, serta evidence-based analysis. Selanjutnya pada bidang pendidikan meliputi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, mobilisasi generasi muda, serta peningkatan pemahaman dan kapasitas. Kemudian pada bidang pengabdian masyarakat meliputi fasilitator dan katalisator keterlibatan publik, dialog dan aksi lintas-sektor, advokasi masyarakat, juga peningkatan komitmen para pemangku kepentingan. Gaya hidup ramah lingkungan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab harus dapat diterapkan sejak di lingkungan kampus, serta inovasi green campus dapat menjadi inspirasi bagi seluruh sivitas untuk bisa diduplikasi dalam kehidupan dan aktivitas keseharian (https://lldikti5.kemdikbud.go.id/). Semoga.

(Written by Lili Irahali dari berbagai sumber)

E-Magazine 39

0

Ulasan Pakar Terhadap Buku PENDEKATAN KEPEMIMPINAN MENUJU PERGURUAN TINGGI SWASTA BERKELAS

0

Buku Pendekatan Kepemimpinan Menuju Perguruan Tinggi Swasta Berkelas didasari oleh: pertama, pemikiran bahwa hakekat (arti, tujuan, dan prakti) pendidikan tinggi mengan-dung 4 konsep, yakni: pengembangan sumber daya manusia berkualitas, pelatihan dan penelitian, administrasi pendidikan, dan partisipasi dalam proses pembangunan (Ronald Barnett, 1990) yang bertujuan mencapai sumber daya manusia berkualitas, persiapan ilmuwan dan peneliti berkualitas mengembangkan ilmu pengetahuan, manajemen penyediaan pengajaran yang efisisen, serta upaya memperluas kesempatan hidup dalam mengisi pembangunan. Hal ini sudah dipikirkan para pendiri bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4, serta pasal 31, yang selanjutnya ditegaskan dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 1, ayat 1 (Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara).

Kedua, perguruan tinggi, lebih khusus swasta masih menghadapi tantangan terkait: kualitas pendidikan (standar akademik, inovasi dan relevansi); tata kelola yang baik (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibility (tanggung-jawab), Independensi (dalam pengambilan keputusan), Fairness (adil), Penjaminan mutu dan relevansi, Efektifitas dan efisiensi, Nirlaba. Juga tuntutan untuk mengembangkan penelitian dan inovasi, pengabdian kepada masyarakat, adaptasi terhadap perubahan, serta membangun reputasi. Kesemuanya dimaksudkan membangun lulusan berkompeten serta perguruan tinggi swasta yang berkelanjutan yang artinya terkait pula dengan supra sistem pembangunan nasional, juga secara global dengan SDGs (Sustainable Development Goals) dari Perserikatan Bangsa Bangsa/PBB.

Dalam kontek tersebut memerlukan pendekatan kepemimpinan – karena kepemimpinan adalah ruh yang menggerakkan organisasi – yang mencakup dimensi organisasi dan organisasi berkelanjutan, visi dan misi, manajemen strategik dan manajemen, serta tata kelola yang baik (Good University Governance) dengan memperhatikan karateristik perguruan tinggi yang bersinggungan dengan tiga prinsip utama yaitu: otonomi kelembagaan yang harus dihormati, kebebasan akademik harus dilindungi, serta pengaturan tata kelola harus terbuka dan responsif (Trakman & South, 2008).

Di sisi lain, faktor kepemimpinan merupakan kombinasi yang dinamis dari berbagai faktor yang saling terkait dan berkontribusi pada keberhasilan kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan konsep yang dinamis dan multifaset. Dari aspek konsep kepemimpinan bisa dipandang sebagai: sebuah sifat (karakter pribadi, variasi individu), kemampuan (potensi & kapasitas, fleksibilitas), keterampilan (kompetensi & aplikasi praktis), perilaku (tindakan praktis, modeling), sebagai hubungan/relationship (interaksi sosial, pengaruh timbal balik), juga dipandang sebagai sebuah proses mempengaruhi (pengaruh, motivasi) menurut Northouse, tahun 2018. Kepemimpinan juga memiliki atribut universal, yakni: atribut pemimpin positif, dan atribut pemimpin negatif. Karena itu buku ini menawarkan model-model kepemimpinan yang bisa diterapkan dan dikaji ulang sesuai dengan kondisi perguruan tinggi setempat. Mengingat model kepemimpinan adalah kerangka kerja teoritis tentang cara terbaik untuk mengelola karyawan (Tyler Lacoma, 2017). Model kepemimpinan merupakan jaringan teori modern dan struktur perilaku yang terus berkembang (Thaddeus Hunt and Lavonne Fedynich, 2019). Bahkan model kepemimpinan berfungsi sebagai struktur konseptual untuk menjelaskan apa yang membuat seorang pemimpin menjadi hebat, sedang gaya mewakili pola perilaku kepemimpinan yang mereka tunjukkan dalam mengejar kehebatan itu (Tanya Robertson, 2021).

Buku ini manawarkan 15 model kepemimpinan yang diharapkan bisa mewujudkan perguruan tinggi swasta berkelas, yakni menjalan Good University Governace dengan memahami dimensi-dimensi yang terkait dengannya dan di dalamnya (organisasi, manajemen strategik, dll).

Buku terdiri atas enam bagian: Pendahuluan; Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia dan Kedudukan Perguruan Tinggi Swasta; Organisasi Berkelanjutan, Manajemen, Manajemen Strategik, dan Kepemimpinan; Tata Kelola Perguruan Tinggi Yang Baik; Kepemimpinan dan Model Kepemimpinan Perguruan Tinggi; serta ditutup dengan Deskripsi Praktek Model Kepemimpinan.

Tanggapan

Dalam pengantar buku Prof. Dr. Thomas Suyatno, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) menyatakan: buku ini …….. menyajikan pandangan mendalam terkait model kepemimpinan yang relevan dan efektif, khususnya dalam konteks perguruan tinggi swasta. Eksistensi lembaga pendidikan tinggi swasta menjadi pokok bahasan utama, seiring dengan pembahasan tentang bagaimana kepemimpinan yang kuat dan berdaya tahan dapat membimbing institusi-institusi ini melalui arus perubahan zaman. …. Buku yang bagus dan visioner….

Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA – Rektor ITB Periode 2015 – 2020, Rektor Universitas Trisakti menyatakan Buku ini, bukan hanya sekadar kumpulan teori, melainkan sebuah undangan untuk memandang dengan kritis dan menggugah kesadaran kita akan peran sentral kepemimpinan dalam mengukir eksistensi lembaga pendidikan tinggi. … kami mengundang pembaca untuk menggali ide-ide brilian dan wawasan kritis yang ditawarkan dalam buku ini.

Prof. Dr. H. Dadang Suganda, M.Hum – Dekan Fakultas Ilmu Budaya UNPAD Periode 2006-2010 dan 2010-2014, kini Rektor Universitas Widyatama menyatakan: Efektivitas penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah tantangan berkelanjutan yang memerlukan pendekatan holistik melibatkan pemangku kepentingan. Buku ini membentangkan pandangan komprehensif mengenai pendidikan tinggi di Indonesia, menyoroti peran PTS, tata kelola yang baik, manajemen dan manajemen strategik,  serta kepemimpinan. Dengan menggabungkan teori dan aplikasi praktis, buku memberikan pandangan holistik tentang bagaimana memanfaatkan pendekatan kepemimpinan dalam mewujudkan tata kelola yang baik di perguruan tinggi swasta menuju perguruan tinggi berkelas.  Menarik untuk disimak.

Sementara itu selaku penanggap dalam bedah buku tersebut Prof. Dr. Endang Komara, M.Si. dalam tanggapannya menekankan perguruan tinggi berkelas salah satunya mengikuti standar nasional pendidikan tinggi (SN-Dikti) yang menunjukkan kualitas tata kelola perguruan tinggi.

Sedang, Prof. Dr. Imas Rosidawati, M.H. menyebutkan buku ini mengupas tentang  respons kepemimpinan dan manajerial serta berbagai Standard & Kriteria yang dilakukan oleh Perguruan  Tinggi, baik yang berupa gagasan perubahan, implementasi perubahan maupun evaluasi terhadap perubahan yang dilakukan oleh Perguruan  Tinggi. Buku yang sangat bagus menawarkan ide-ide brilian dan wawasan kritis, juga menggabung teori dan aplikasi praktis.

Kemudian, Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.H., S.I.P., S.A.P., S.Pd., M.Si., M.M. mengomentari buku yang ditulis Drs. H. Lili Irahali, M.M., B.A., ODCP dkk. tersebut memiliki kelebihan dari aspek kerangka teori yang disajikan mulai dari teori model-model kepemimpinan, good university governance, teori manajemen dan organisasi dan teori-teori lainnya, lalu didukung pada aspek implementasi atau praktiknya di lapangan terkait model kepemimpinan PTS berkelas. Menurutnya buku ini sangat direkomendasikan bagi para akademisi, peneliti, dosen, mahasiswa, elemen pendidikan, maupun pimpinan-pimpinan perguruan tinggi baik PTN dan PTS untuk memajukan perguruan tinggi di Indonesia. Model kepemimpinan yang unggul dan berkelas dari PTS pun dapat menjadi best practice yang dapat dicontoh oleh PTN-PTN.

Selamat membaca dan berlayar memaknai buku “Pendekatan Kepemimpinan Menuju Perguruan Tinggi Swasta Berkelas”.

Salam Literasi, Lili Irahali, 22 Juni 2024.

Transformasi Mutu Pendidikan Tinggi dan Kepemimpinan

0

Pembentukan peraturan dan perundangan tidak hanya memperhatikan mekanisme prosedur formal, tetapi perlu memperhatikan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Peraturan perundang-undangan merupakan wujud nyata dari hukum, sehingga harus mencerminkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Terbitnya Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023  tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sejatinya memberi ruang bagi upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi dengan memperhatikan kondisi faktual perguruan tinggi Indonesia. Dalam konsiderannya disebutkan Permendikbudristek dimaksudkan mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi, serta sinkronisasi dan harmonisasi pengaturan mengenai penjaminan mutu pendidikan tinggi dengan mengintegrasikan pengaturan mengenai sistem penjaminan mutu, standar nasional, dan penyelenggaraan akreditasi dalam satu Peraturan Menteri.

Permendikbudristek dimaksud mengandung hal-hal yang membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal-hal yang membantu diantaranya: penyederhanaan lingkup standar (yang memberi ruang lebih luas perguruan tinggi sesuai misi, situasi dan kondisi setempat); penyederhanaan standar kompetensi lulusan (prodi dapat menentukan bentuk tugas akhir); penyederhanaan standar proses pembelajaran dan penilaian (program Kampus Merdeka langkah awal transformasi sistem akreditasi); meringankan beban administrasi dan finansial akreditasi; status akreditasi disederhanakan; pemerintah menanggung biaya akreditasi wajib; juga akreditasi dilakukan pada tingkat unit pengelola prodi. Jadi, melalui Permendikbudristek ini perguruan tinggi memiliki ruang gerak lebih luas melakukan diferensiasi misi; disamping beban administrasi dan finansial untuk akreditasi juga berkurang.

Dari kandungan di atas ada dua substansi yang diatur Permendikbudristek, yaitu: 1) Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dan 2) Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi yang dirancang memudahkan perguruan tinggi  mewujudkan mutu. Dua hal ini menyangkut perubahan konstruktif bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi, di tengah permasalahan kualitas yang masih mendera banyak perguruan tinggi. Karena itu, afirmasi positif melalui Permendikbudristek ini merupakan landasan terobosan transformasi meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi sangat memberi ruang bagi semua perguruan tinggi. Tenggang waktu penyesuaian Permendikbudristek dalam masa 2 tahun – masa yang relatif pendek – perguruan tinggi diharapkan bisa memanfaatkannya untuk melakukan transformasi diri menuju mutu bagi perguruan tinggi masing-masing.

Bila Permendikbudristek merupakan terobosan yang bersifat konstruktif bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi, maka kepemimpinan di perguruan tinggi menjadi penting perannya. Ruang keleluasaan yang diafirmasi Permendikbudristek tersebut pantas dioptimalkan oleh perguruan tinggi (PT). Hal ini selayaknya disikapi perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan mutu mereka. Sekali lagi, implikasi Permendikbudristek di atas membutuhkan kepemimpinan di perguruan tinggi. Kepemimpinan dalam merespon Permendikbudristek tersebut, sehingga transformasi perguruan tinggi menuju mutu bisa dicapai, dan diwujudkan.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua topik yang menyangkut kehidupan banyak orang. Mengingat pemimpin adalah mereka yang membawa organisasi mencapai tujuan bersama. Pemimpin berarti membicarakan sosok, individu atau subjek. Kepemimpinan berati kemampuan sosok tersebut mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan juga berkaitan tentang upaya mencari perubahan konstruktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Dalam organisasi, demikian juga perguruan tinggi senantiasa hadir dan ditemui kepemimpinan dalam berbagai dimensi, bentuk dan model. Namun pengaruh seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dapat tercermin dalam kebahagiaan dan komitmen anggota, budaya inovasi, perubahan sosial positif organisasi tersebut.

Pada dasarnya ada dua unsur utama yang terdapat dalam setiap model kepemimpinan, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Adisorn Juntrasook (31 Jan 2014) dalam Jurnal Higher Education Research & Development Volume 33 menyebutkan ada empat makna khusus kepemimpinan yang mendominasi, yakni: posisi, kinerja, latihan, dan model peran profesional. Dari hasil kajiannya menawarkan cara memahami secara kritis kepemimpinan di luar paradigma posisional dan instrumental untuk menciptakan lembaga pendidikan tinggi yang lebih inklusif. Kepemimpinan adalah landasan penting bagi pengembangan iklim akademik dan kemajuan perguruan tinggi. Newstead, et al (2021) menjelaskan kepemimpinan yang baik menyiratkan karyawan dimotivasi melalui alasan yang tepat, berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dengan cara yang etis dan efektif, bergerak menuju tujuan yang etis dan efektif.

Cortess & Hermann (2021) menyebutkan bahwa pemimpin dapat menjadi katalisator bagi tumbuhnya gagasan dan proses penjabaran gagasan, juga sebagai penilai pada tahap pengambilan keputusan, serta penjaga implementasi gagasan. Bahkan Reyes, et al (2019) menyebut dalam konteks tim, pemimpin harus fokus pada pembangunan tim daripada fokus pada struktur. Pemimpin perlu menciptakan struktur yang mampu mengoptimalkan kinerja tim, menentukan tujuan dan pembagian tugas, meningkatkan keamanan psikologis, meningkatkan kerja tim dengan umpan balik dan penghargaan. Karena itu kepemimpinan harus menjadi driver bagi lembaga perguruan tinggi agar menjalankan fungsinya mengembangkan masa depan peserta didik yang lebih baik melalui proses pendidikan yang mumpuni.

Kepemimpinan yang efektif dalam pendidikan tinggi memiliki visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai oleh institusi tersebut dalam hal mutu pendidikan. Kepemimpinan memiliki peran penting dalam membentuk kultur organisasi di dalam institusi pendidikan tinggi. Kepemimpinan yang inklusif, transparan, dan mendukung inovasi akan membentuk kultur yang mendukung transformasi mutu pendidikan. Kepemimpinan memiliki peran penting dalam mengembangkan tenaga akademik yang berkualitas. Kepemimpinan perlu memastikan bahwa terdapat sistem pengukuran dan evaluasi yang efektif untuk melacak kemajuan dalam transformasi mutu pendidikan. Kepemimpinan bertanggung jawab dalam mengalokasikan sumber daya, baik itu dana, tenaga kerja, maupun infrastruktur, untuk mendukung upaya transformasi mutu pendidikan.

Transformasi mutu pendidikan tinggi sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan, baik itu perubahan dalam kebijakan pendidikan, persaingan global, atau perubahan dalam kebutuhan pasar kerja. Kepemimpinan yang kuat dapat mengidentifikasi, mengantisipasi, dan mengatasi tantangan ini dengan cara yang efektif, sehingga memastikan bahwa upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak terhambat. Kepemimpinan yang efektif memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong transformasi mutu pendidikan tinggi. Kepemimpinan yang visioner, proaktif, dan berorientasi pada kualitas akan membantu menciptakan lingkungan di mana inovasi dan peningkatan terus menerus dapat terjadi, sehingga memberikan dampak positif bagi mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan. Semoga terobosan Permendikbudristek ditopang kepemimpinan yang efektif, menghantar mutu pendidikan tinggi mencapai tujuannya. Wallahualam. Semoga.

Vivat Widyatama, Vivat Civitas Academica, Vivat Indonesia dan Nusantara tercinta. (@lee)

Redaksi – Lili Irahali

Optimalisasi Permendikbudristek Nomor 53/2023

“Dua Tahun ke depan PT dan Prodi harus Berakreditasi !”

 

Hari Selasa, 5 Maret lalu majalah Komunita membuat agenda bertemu Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU, Kepala LLDikti Wilayah 4 Jawa Barat dan Banten. Hadir satu jam  sebelumnya Komunita memperhatikan kesibukan beliau menerima tamu komunitas pendidikan tinggi silih berganti mendiskusikan berbagai masalah pendidikan tinggi. Upaya meningkatkan mutu perguruan tinggi, meningkatkan kompetensi lulusan  melalu Gerakan MBKM, serta sinergi dengan pemangku kepentingan merupakan program yang diusung LLDikti Wilayah 4 di bawah kepemimpinan Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU.

Beberapa waktu lalu, dua tahun sejak pelantikan beliau sebagai Kepala LLDikti LLDikti Wilayah 4 membuat capaian bagi kemajuan perguruan-perguruan tinggi sangat dirasakan. Tahun 2023 lalu, lahir guru besar baru, sebanyak 92 orang. Ini lompatan yang luar biasa. Akreditasi prodi yang unggul meningkat dari 174 prodi menjadi 194 prodi (dari jumlah 2.700 prodi, di atas 60 persen terakreditasi baik sekali). Angkanya terus bergerak, akan lebih banyak lagi yang terakreditasi unggul. Lebih dari 10.000 Dosen, juga lebih dari 200 Guru Besar telah mendapatkan tunjangan sertifikasi Dosen dan tunjangan kehormatan Guru Besar.  Sementara itu, 35 perguruan tinggi dalam wilayah LLDIKTI Wilayah 4 menginisiasi kerja sama dengan berbagai mitra industri untuk mendorong lahirnya wirausahawan di bidang pengelolaan sampah, juga wirausahawan di sektor lainnya. Nota Kesepakatan antara LLDIKTI  Wilayah 4 dengan Mitra Dunia Usaha dan Industri, antara lain: LSP MSDM Unggul Indonesia, PT. Quantum Indonesia, PT. Markplus Institut, serta Mitra Pemerintah (yakni: Kepolisan Daerah Jawa Barat, Pemerintah Kota Sukabumi, dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi).

Dalam mendorong perguruan tinggi terus menuju kualitas, LLDIKTI Wilayah 4 melalui berbagai layanannya, baru-baru dengan memberi apresiasi bagi perguruan-perguruan  tinggi yang telah mencapai dan memenuhi Standar Kriteria  melebihi yang telah ditetapkan, serta penghargaan kepada para mitra kerjasama LLDIKTI Wilayah 4. Acara dikemas dalam Anugerah LLDIKTI Wilayah 4 Tahun 2024, di Jakarta, 19 Februari lalu.

Latar belakang itulah mendorong majalah Komunita menemui Kepala LLDikti Wilayah 4 – Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU. di tengah kesibukan beliau, terkait terbitnya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Dalam pandangannya, perguruan-perguruan tinggi bukan saling bersaing tetapi, kita semua harus berkolaborasi, bersinergi dengan tetap berpacu membangun mutu, karena masyarakat tidak boleh dirugikan. Masyarakat harus mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Berikut bincang-bincang majalah Komunita.

Majalah Komunita: Perspektif  Bapak Kepala LLDIKTI Wilayah 4 terkait terbitnya Permendikbudristek No.53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dikaitkan dengan tantangan Perguruan Tinggi Swasta yang berdisparitas tinggi, serta  menghadapi era Society 5.0 (yang memberi perhatian penting terhadap sumber daya manusia).

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU: Pertama, Permendikbudristek No.53/2023 menjadi rujukan dengan penekanan pada kompetensi lulusan. Jalan menuju kompetensi itu yang lebih dimerdekakan melalui berbagai model pembelajaran efektif yang sesuai dengan kondisi perubahan zaman. Sebelumnya belajar itu seolah-olah hanya di kelas, kini dimungkinkan di luar kelas, termasuk program-program proyek, kemudian program magang yang bisa dilakukan pengakuan. Hal ini, memang yang menjadi “PR” adalah bagaimana para pimpinan Perguruan Tinggi dan Dosen memahami esensi Permendikbudristek No.53/2023 tersebut. Esensinya yaitu pendampingan jauh lebih penting. Pendampinganlah yang jauh lebih penting bagi mahasiswa. Jadi bukan hanya sekadar mengajar, tetapi pendampingan bagi mahasiswa. Ketika mahasiswa belajar di luar kampus, maka harus diberikan pendamping (di-record yang terpenting). Artinya proses itu bisa dilakukan tidak hanya di dalam kelas, tapi di luar kelas.

Kedua, Permendikbudristek No.53/2023 menekankan pada penyederhanaan tugas akhir. Sebelumnya tugas akhir dianggap identik namanya harus skripsi, karya tulis yang bab-babnya sudah ditentukan, sehingga bisa jadi mengebiri kreativitas. Maka tugas akhir bisa dalam bentuk proyek,  proyek kewirausahaan, atau membangun business plan dan lain sebagainya bisa menjadi proyek.Tapi sekali lagi, juga perlu disesuaikan dengan karacteristik program studi. Dengan demikian orang tidak terkekang dengan yang namanya format. Pembelajar tidak tertekan dengan format, tapi pembelajar akan lebih mengedepankan isi. Jadi sekali lagi, harus ada pengawasan ketat dari level per-prodi, juga Perguruan Tinggi, Prodi dan Dosen.  Kalau pembelajar memilih bikin proyek, ya harus betul-betul jadi proyek. Penuangan di dalam tulisannya tidak mesti dalam bentuk skripsi. Dalam bentuk model seperti yang sekarang namanya tetap disebut skripsi tidak masalah itu. Hal yang sangat penting, sekali lagi adalah kompetensi yang ingin dibangun.

Ketiga, yang sangat bagus adalah bahkan kalau ada mata kuliah – mata kuliah yang sifatnya di lapangan, serta tidak memungkinkan diberi nilai dalam bentuk huruf atau angka, bisa dilakukan dengan status lulus atau tidak lulus. Namun SKS-nya tetap diakui. Misal namanya Program Penanganan Sampah bagi mahasiswa Teknik Lingkungan itu sulit. Misal tidak diberi nilai karena prosesnya bisa jadi panjang, diberikan status lulus cukup SKS-nya dihitung, tetapi nilainya lulus sehingga tidak memengaruhi IPK, tidak dihitung sebagai IPK.

Keempat (terakhir), yang paling penting penyederhanaan Akreditasi. Sebenarnya Pemerintah ingin Prodi atau Perguruan Tinggi statusnya terakreditasi. Akhirnya Prodi memenuhi standar. Manakala Prodi mempunyai keunggulan-keunggulan lain, bisa mengajukan secara mandiri. Statusnya bisa unggul, atau bahkan internasional. Dengan demikian, program-program studi dipacu berusaha mencari keunggulan. Kalau Prodi ingin punya level “UNGGUL” ataupun “Internasional”, tapi yang paling mendasar adalah Prodi harus berstatus terakreditasi.

Majalah Komunita:

Namun problemnya disparitas PTS yang tinggi. Bisa jadi yang sudah mapan mengejar dengan cepat. Peluang untuk belum mapan, mungkin effort-nya harus lebih.  Bagaimana agar mereka didorong dengan peluang yang sama?

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Itulah kenapa standar minimumnya adalah terakreditasi. Jadi meskipun berstatus merger, standar berdirinya Perguruan Tinggi dan Prodi memang harus memenuhi standar nasional pendidikan tinggi.  Mereka harus mempunyai status akreditasi. Kalau tidak akreditasi berarti tidak memenuhi standar, maka tidak atau belum bisa menjalankan fungsi sebagai entitas Perguruan Tinggi. Lalu setelah sesuai dengan standar, baru kelanjutannya. Kalau memang kompetensinya makin bagus, pengelolaannya makin bagus tentu perlu mendapatkan penghargaan dengan status “Unggul” dan “Internasional”. Silakan hal itu pun diupayakan oleh Perguruan Tinggi. Hal lain yang juga penting, agar antar Perguruan Tinggi saling bersinergi. Perguruan Tinggi yang sudah mapan akan kita dorong menjadi semacam “pengasuh” ataupun “pengimbas” Perguruan Tinggi tertentu.

Majalah Komunita:

Merujuk aturan tersebut, artinya  permendikbudristek ini memberikan angin segar kepada perguruan- perguruan tinggi, termasuk yang dalam kondisi kurang sehat.  Apakah dalam waktu 2 tahun cukup  mendorong seluruh Perguruan Tinggi dan Prodi terakreditasi ?

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Saya kira pasti memberi angin segar karena permendikbudristek tersebut tidak membuat rumit Perguruan Tinggi. Dengan berstatus sudah terakreditasi dan berlaku selama 8 tahun untuk Perguruan Tinggi, serta  5 tahun untuk setiap prodi, dan dilakukan perpanjangan secara otomatis jika tetap memenuhi standar. Lalu ketika mau menjadi unggul ataupun internasional anytime. Artinya ruang birokrasi sudah jauh lebih dipangkas. Jadi Perguruan Tinggi manapun yang punya intensitas kuat akan cepat maju. Maknanya Perguruan Tinggi sangat diberi ruang, dan dimerdekakan.

Majalah Komunita:

Terkait dengan tugas LLDIKTI Wil 4 sebagai perpanjangan tangan Kementerian dalam memantau kualitas Perguruan Tinggi, lalu bagaimana optimalisasi Permendikbudristek dimaksusd, terkait dengan tupoksi LLDIKTI ?

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Pertama, tentunya LLDIKTI menggunakan instrumen berbasis pada data PDDIKTI yang paling pokok. Kedua, kita juga menggunakan instrumen monitoring dan evaluasi secara berkala. Ketiga, kita menggunakan instrumen penguatan layanan. Layanan kita buat lebih mudah secara online. Kemudian yang terakhir  (ketiga), kita menggunakan instrumen portal-portal pengaduan dari masyarakat. Hal tersebut adalah fungsi kontrol dalam rangka mendorong fasilitas agar semua bisa bergerak.

Setelah 2 tahun kalau kemudian masih ada yang tertinggal seperti itu ? Seandainya dalam 5 tahun  (5 tahun adalah masa berlaku akreditasi), dan Prodi tidak memenuhi standar berdasar penilaian tim independen (lembaga akreditasi mandiri atau BAN-PT). Maka bila berstatus tidak terakreditasi, prodi tersebut harus dicabut izin operasionalnya. Inilah  konsekuensi, Prodi dan Perguruan Tinggi yang tidak memenuhi standar yang berarti tidak layak untuk menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.  Jngan sampai masyarakat dirugikan.

Majalah Komunita:

Dengan kondisi disparitas Perguruan Tinggi,  prediksi Bpk. bagaimana ?

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Saya yakin prediksinya semakin baik, karena jika tidak memenuhi standar potensi tidak memenuhi standar, misalkan bisa segera merger dengan Perguruan Tinggi yang lain. Itu yang kita dorong, supaya betul-betul Perguruan Tinggi menjalankan Tridarma, serta yang memenuhi standar.

Majalah Komunita:

Jadi permendikbudristek tersebut ada kaitannya  dengan aturan lainnya semisal mengharuskan perguruan tinggi untuk merger, walaupun praktik di lapangan tidak semudah yang diharapkan.

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Pasti, tapi itu semua perlu kebersamaan dari seluruh entitas, baik pimpinan Perguruan Tinggi, Dosen dan juga mahasiswa serta masyarakat.

Majalah Komunita:

Saran Bapak, terutama bagi PTS yang nota bene ada 2 institusi di dalamnya, yaitu: penyelenggara dan pengelola atau Yayasan dan Perguruan Tingginya. Saran yang harus mereka lakukan dalam waktu 2 tahun atau 5 tahun berlakunya Permendikbudristek No. 53/2023 ?

Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU:

Pertama, tentu mereka harus semakin bersinergi. Yang diberi mandat oleh negara untuk menjadi penyelenggara adalah Yayasan. Kemendikbudristek tidak bisa mencabut Yayasan, karena Yayasan berdiri dengan dasar hukum izin dari Kemenkumham. Kemendikbudristek punya kewenangan dalam memberikan izin perguruan tinggi, kemudian memfasilitasi proses penguatan mutunya. Kalau itu tidak terjadi Kemendikbudristek akan mengambil kembali izinnya. Karena itu, Yayasan harus intens paham tentang pendidikan tinggi. Setelah mendapatkan izin untuk penyelenggaraan perguruan tinggi, instrumen yang digunakan Yayasan untuk mengelola Tridharma itulah yang disebut sebagai badan pengelola ataupun entitas perguruan tinggi, Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Prodi dan para Dosen-nya ini harus bersinergi. Karena Yayasan yang diberi mandat, maka pimpinan Perguruan Tinggi bertanggung jawab kepada Yayasan. Jadi kalau mereka konflik itu aneh.  Dimata Negara yang paling bertanggung jawab tentu Yayasan. Jadi  kata kuncinya adalah bersinergi.

Kedua, harus bersama-sama memastikan kualitas proses pembelajaran. Itulah kata kunci dari keduanya.

Yang terakhir, penerbitan Permendikbudristek No.53/2023 adalah upaya Pemerintah selaku regulator mendorong kualitas mutu dengan perhatian pada; 1) standardisasi pendidikan tinggi; 2) proses akreditasi, standardisasi standar minimum perguruan tinggi, juga memberi ruang kalau melebihi standar; kemudian 3) simplifikasi dalam proses Akreditasi.

Wawancara & Editing: Lili Irahali; Transkrip wawancara: Yanda Ramadana.

Tantangan Disparitas dan Ruang Transformasi Menuju Kualitas PTS

Lahirnya Permendikbudristek Nomor 53/2023 setidaknya memberi ruang demokratis, dan mencoba mengakar pada tantangan internal dan eksternal perguruan tinggi masing-masing untuk bertransformasi menuju mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi mereka. Permendikbudristek ini tidak lepas dari pergulatan komunitas penyelenggara pendidikan tinggi, antara lain ABP PTSI dengan Ditjendiktiristek – Kemendikbudristek  sebagai representasi pemerintah mencari titik temu memfasilitasi transformasi pendidikan tinggi menuju mutu.

 

Disparitas PTS dan Tantangan Kualitas

Kondisi obyektif perguruan tinggi, jika ditinjau dari sisi sumber daya, aksesibilitas, dan kemampuan relatif beragam. Kesenjangan yang terjadi sejatinya tidak boleh membuat pemerintah lantas abai terhadap kondisi riil di lapangan tersebut. Jangan sampai ketersediaan ruang gerak yang luas dalam penjaminan mutu bagi perguruan tinggi malah justru melahirkan kesenjangan baru yang makin lebar antar PTS.

Fakta menjelaskan banyak PTS di Indonesia kurang sehat, diperkirakan sekitar  60% dari  total  sekitar 2.984 PTS atau sekitar 1.790 PTS. Fakta ini menunjukkan PTS belum mendekati penyelenggaraan pendidikan tinggi yang efektif atau berkualitas. Problematik PTS sangat beragam, namun paling tidak disebabkan sejumlah faktor kompleks yang melibatkan aspek sistem pendidikan dan manajemen lembaga, juga aspek struktural, manajemen, dan lingkungan pendidikan.

Barangkali, langkah umum upaya meningkatkan efektivitas dan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang sehat sudah dilakukan PTS. Namun, berangkat dari aspek mana memang bergantung pada kondisi PTS masing-masing. Semisal beberapa hal yang menjadi perhatian kita, yakni:

  1. Penyempurnaan Tata Kelola: a) Meningkatan tata kelola perguruan tinggi, termasuk transparansi kebijakan, akuntabilitas, dan partisipasi stakeholder, untuk membantu meningkatkan efektivitas lembaga. b) Menetapkan dan mengimplementasi kebijakan yang mendukung good university governance (GUG) untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan perguruan tinggi.
  2. Investasi Sumber Daya Manusia: a) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia: dosen dan staf pengajar. Termasuk meningkatkan kualifikasi, memberikan pelatihan berkala, dan memastikan mereka terlibat dalam penelitian dan pengembangan akademis. b) Mendorong pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar dosen, di tingkat nasional maupun internasional untuk meningkatkan kapasitas akademis mereka.
  3. Pembaruan Kurikulum: a) Mengadopsi kurikulum yang relevan dengan perkembangan terkini dalam industri dan masyarakat agar membantu lulusan lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja. b) Integrasi teknologi dan penekanan pada keterampilan praktis juga meningkatkan daya saing lulusan.
  4. Penyediaan Fasilitas dan Sumber Daya: a) Meningkatkan kualitas fasilitas dan sumber daya pendidikan, meliputi: perpustakaan, laboratorium, dan teknologi pendukung membantu menciptakan lingkungan belajar yang efektif. b) Pembaruan infrastruktur dan teknologi mendukung metode pengajaran yang inovatif.
  5. Kerja Sama dengan Industri: a) Membangun kerja sama erat dengan industri membantu memastikan bahwa kurikulum mencerminkan kebutuhan pasar kerja. b) Program magang, pelatihan di tempat kerja, dan kerja sama penelitian memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa.
  6. Peningkatan Akses Pendidikan: a) Meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi kelompok masyarakat yang kurang terwakili membantu menciptakan kesetaraan dalam pendidikan. b) Beasiswa dan program bantuan keuangan juga membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah.
  7. Peningkatan Evaluasi dan Akreditasi: a) Meningkatkan sistem evaluasi dan akreditasi untuk memastikan bahwa standar kualitas pendidikan tinggi terpenuhi dan dipertahankan. b) Menggunakan mekanisme evaluasi oleh pihak eksternal memberikan pemahaman yang lebih objektif tentang kinerja institusi.

PTS menyadari betul, memperbaiki efektivitas penyelenggaraan pendidikan tinggi merupakan tantangan berkelanjutan, dan sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Namun demikian keterbatasan tetap merupakan kendala bersama.

 

Terobosan Permendikbudristek Bisakah Membantu?

Permendikbudristek yang diluncurkan dalam Program Merdeka Belajar Episode Ke – 26 bertema “Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi” Senin, 29 Agustus 2023 lalu pada intinya mengubah dua hal: 1) standar nasional pendidikan tinggi, dan 2) sistem akreditasi pendidikan tinggi. Permendikbudristek yang strategis ini menegaskan afirmasi pemerintah, serta menawarkan ruang kemudahan soal penjaminan mutu perguruan tinggi. Ruang kemudahan (tabel berikut) yang mencakup: penyederhanaan lingkup standar; penyederhanaan standar kompetensi lulusan; penyederhanaan standar proses pembelajaran dan penilaian; meringankan beban administrasi dan finansial akreditasi; status akreditasi disederhanakan; pemerintah menanggung biaya akreditasi wajib; juga akreditasi dilakukan pada tingkat unit pengelola prodi.

 

Item Substansi Kemudahan Permendikbudristek

No. 53/2023

Dampak
Standar Nasio-nal Pendidikan Tinggi Bertansformasi lebih sederhana, namun te-tap berfungsi sebagai kerangka mutu penye-lenggaraan pendidikan tinggi Penyederhanaan pada:

·     Lingkup standar,

·      Standar kompetensi lulusan,

·      Standar proses pembe-lajaran dan penelitian.

PT leluasa melakukan dife-rensiasi misi dan berinovasi dalam peningkatan  mutu tridharma (lebih memerde-kakan), dibanding aturan sebelumnya yang bersifat prespektif, rinci, dan terlalu kaku.
Sistem Akredi-tasi Bertransfromasi  de-ngan meringankan beban administrasi dan finansial akre-ditasi ·     Status Akreditasi dise-derhanakan (lebih cepat), mengurangi beban administrasi.

·     Pemerintah menang-gung beban biaya akre-ditasi wajib (mengu-rangi beban  finansial PT)

·     Pemangkasan birokrasi akreditasi (proses akre-ditasi program-program studi dapat dilaksana-kan pada tingkat penge-lola program studi)

·     Basis akreditasi lebih  jelas dan sederhana.

·     Mengurangi beban administrasi.

·     Biaya asesmen wajib dibantu pemerintah.

·     Prodi yang belum mera-sa perlu, tidak perlu mengajukan asesmen akreditasi.

·     Akreditasi lebih seder-hana dan mengurangi beban administrasi

Esensi Permen ·     Lebih fleksibel dan otonomi luas (PT bisa mengembangkan standar sesuai kebutuh-an kompetensi lulusan).

·     Beri fleksibilitas PT menyesuaikan penja-minan mutu sesuai kebutuhan PT.

·     Tidak diterbitkan petunjuk teknis atau pelaksanaan karena kemerdekaan sudah diberikan.

Penjaminan Mutu Penjaminan mutu internal dan eksternal diharap lebih optimal
Harapan ·    Mendorong perguruan tinggi dan program stu-di lebih inovatif dan adaptif menghadapi dinamika perubahan.

·    PT berperan penting dalam merealisasikan Permen tsb. dengan masa penyesuaian sela-ma 2 tahun (sejak 2023 s/d 2025)

Ruang terobosan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 di atas dipandang praktisi pendidikan tinggi merupakan hal positif. Rektor Universitas Teknik Sumbawa, Dr. Chairul Hudaya menilai kebijakan ini merupakan terobosan luar biasa karena dapat meningkatkan efisiensi pembiayaan. Dengan beban administrasi berkurang, selanjutnya kami bisa lebih fokus sehingga dosen-dosen kami bisa melakukan penelitian, pengabdian masyarakat yang jauh lebih besar dampaknya bagi masyarakat, daerah, dan bangsa.”

(Sumber: berbagai sumber – lili irahali)

Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Mengisi Ruang Transformasi Pendidikan Tinggi dan Upaya PTS Menuju Kualitas?

Berbagai peristiwa dunia pendidikan tinggi kita akhir-akhir ini, menampakkan berbagai faktor yang berkontribusi menghambat upaya proses meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Beberapa faktor yang berkontribusi pada situasi tersebut, diantaranya: keterbatasan sumber daya, kekurangan sumber daya manusia berkualitas, kebijakan pendidikan yang tidak konsisten, standar dan akreditasi, kultur organisasi perguruan tinggi, keterlibatan pihak-pihak terkait, serta perilaku “fraud (menyimpang) dari pelaku pendidikan tinggi. Kompleksitas persoalan tersebut di atas utamanya dihadapi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) yang justru mengusung jumlah mahasiswa terbesar dibanding PTN. Data saat ini menunjukkan PTS mendidik sebanyak 72 % mahasiswa, sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan. Keperwiraan ini sesungguhnya upaya PTS dalam membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah. Namun satu sisi pembinaan atau bantuan pemerintah yang diperuntukkan bagi PTS kurang lebih hanya 6% dari total anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94% dari total anggaran.

Sementara itu, di saat bersamaan kita dihadapkan era Society 5.0, yakni sebuah era atau konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi (Fukuyama, 2018). Pada era Society 5.0 masyarakat dihadapkan dengan teknologi yang memungkinkan pengaksesan dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik. Nah, tantangan perguruan tinggi tersebut di atas merupakan suatu keniscayaan yang mau tak mau harus dihadapi. Di sinilah diperlukan percepatan transformasi.

Baru-baru ini pemerintah telah mengafirmasi upaya transformasi pendidikan tinggi dengan menyederhanakan beberapa peraturan sebelumnya, juga berisi pengembangan. Yakni melalui terbitnya Permendibudristek Nomor  53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang diharapkan mendorong perguruan tinggi dan program studi lebih inovatif dan adaptif menghadapi dinamika perubahan.

Apakah Permendikbudristek ini mampu menjadikan pijakan perguruan tinggi untuk menerobos percepatan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi – khususnya PTS ? Kami berbincang dengan Rektor ARS University untuk memahami problematik PTS, serta menjawab tantangan tersebut. Berikut bincang-bincang majalah Komunita dengan Prof. Dr. Drs. Purwadhi, M.Pd.; Rektor ARS University di tengah kesibukan beliau.

Komunita: Perspektif Prof. terkait tantangan perguruan tinggi swasta/PTS pada era Society 5.0 serta bagaimana kaitan dengan Permendikbudristek No. 53/2023,

Prof. Dr. Purwadhi: Dalam konteks “Permen No. 53 Tahun 2023”, kita melihat peraturan tersebut sebagai landasan bagi perguruan tinggi swasta (PTS) untuk menjawab tantangan besar yang dihadapi dalam era Society 5.0. Perspektif terkait tantangan PTS pada era Society 5.0 dan kaitannya dengan Permendikbudristek No. 53/2023, meliputi:

  1. Kurikulum yang Relevan: PTS perlu menyesuaikan kurikulum mereka dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Era Society 5.0 menuntut adanya integrasi teknologi digital, kecerdasan buatan, dan penerapan ilmu pengetahuan dalam konteks sosial yang luas. Permendikbudristek No. 53/2023 dapat menjadi pedoman untuk penyusunan kurikulum yang lebih dinamis dan responsif terhadap perubahan, dengan memperhatikan kebutuhan industri, perkembangan teknologi, dan aspirasi sosial.
  2. Infrastruktur Digital: Infrastruktur digital yang memadai menjadi prasyarat dalam mendukung pembelajaran di era Society 5.0. PTS perlu menghadapi tantangan dalam menginvestasikan sumber daya untuk memperbarui dan memelihara infrastruktur digital mereka, termasuk akses internet cepat, perangkat keras dan lunak yang mutakhir, serta platform pembelajaran online yang interaktif. Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin memberikan arahan terkait standar infrastruktur digital yang harus dipenuhi oleh PTS.
  3. Tenaga Pendidik Berkualitas: Tenaga pendidik yang berkualitas menjadi kunci dalam menghadirkan pendidikan yang berkualitas di PTS. Di era Society 5.0, tenaga pendidik perlu tidak hanya memahami materi pembelajaran, tetapi juga mampu mengintegrasikan teknologi dalam proses pengajaran, serta mengembangkan keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar kerja. Permendikbudristek No. 53/2023 dapat mengarahkan PTS dalam meningkatkan kualitas tenaga pendidik mereka melalui program pelatihan dan sertifikasi.
  4. Kompetensi Lulusan: PTS harus memastikan bahwa lulusan mereka memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri di era Society 5.0. Hal ini melibatkan pengembangan keterampilan yang melampaui aspek akademis, seperti keterampilan interpersonal, pemecahan masalah, dan literasi digital. Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin memberikan pedoman tentang penilaian kompetensi lulusan dan mekanisme untuk memastikan bahwa lulusan PTS memiliki kualitas yang diharapkan.

Dengan memperhatikan tantangan-tantangan tersebut dan menggunakan Permendikbudristek No. 53/2023 sebagai panduan, PTS dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka dan menghadapi era Society 5.0 dengan lebih siap dan efektif. Ini akan membantu PTS dalam menciptakan lulusan yang kompeten dan siap berkontribusi dalam masyarakat dan pasar kerja yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat.

Komunita: Jadi apa makna Permendikbudristek No. 53/2023, bagi PTS ?

Prof. Dr. Purwadhi: Permendikbudristek No. 53/2023 memiliki makna penting bagi perguruan tinggi swasta (PTS) karena merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Beberapa makna dan implikasi Permendikbudristek No. 53/2023 bagi PTS adalah sebagai berikut:

  1. Pemandu dalam Peningkatan Kualitas: Permendikbudristek No. 53/2023 memberikan arahan dan panduan kepada PTS tentang standar dan prosedur yang harus diikuti untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Ini mencakup berbagai aspek seperti penyusunan kurikulum, infrastruktur digital, pengembangan tenaga pendidik, dan penilaian kompetensi lulusan.
  2. Pedoman Implementasi Teknologi: Dalam era Society 5.0 yang ditandai oleh integrasi teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin memberikan pedoman bagi PTS dalam mengimplementasikan teknologi digital dalam proses pembelajaran dan administrasi kampus. Ini termasuk peningkatan infrastruktur digital, penggunaan platform pembelajaran online, dan integrasi teknologi dalam kurikulum.
  3. Pengaturan Terkait Kualitas: Permendikbudristek No. 53/2023 juga mencakup ketentuan-ketentuan terkait penilaian dan penjaminan kualitas pendidikan tinggi. Ini dapat meliputi prosedur akreditasi, standar mutu, dan evaluasi kinerja untuk memastikan bahwa PTS memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.
  4. Keterlibatan dalam Transformasi Pendidikan: Dengan mengikuti pedoman dan ketentuan yang tercantum dalam Permendikbudristek No. 53/2023, PTS dapat lebih aktif terlibat dalam transformasi pendidikan tinggi menuju arah yang lebih inovatif, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan zaman. Ini membantu PTS untuk tetap relevan dan kompetitif dalam menghadapi tantangan global dan mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja yang semakin kompleks.

Secara keseluruhan, Permendikbudristek No. 53/2023 memiliki makna sebagai pedoman yang penting bagi PTS dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, mengikuti perkembangan teknologi dan masyarakat, serta mempersiapkan lulusan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Komunita: Sejauhmana Permendikbudristek No. 53/2023 berkontribusi sebagai terobosan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi di tengah disparitas PTS yang lebar?

Prof. Dr. Puewadhi: Permendikbudristek No. 53/2023 memiliki potensi besar untuk menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi di tengah disparitas yang luas antara perguruan tinggi swasta (PTS). Kontribusi Permendikbudristek No. 53/2023 dalam beberapa aspek berikut:

  1. Standarisasi Kualitas: Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin mencakup standar yang lebih jelas dan ketat untuk evaluasi dan penjaminan kualitas di PTS. Dengan adanya standar yang lebih konsisten dan transparan, disparitas dalam kualitas antara PTS dapat diminimalkan. Hal ini memberikan kesempatan bagi PTS untuk meningkatkan kualitas mereka sesuai dengan standar yang ditetapkan.
  2. Pemberian Pedoman: Melalui Permendikbudristek No. 53/2023, pemerintah dapat memberikan pedoman yang lebih konkret kepada PTS tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pedoman ini dapat mencakup strategi pengembangan kurikulum yang relevan, penerapan teknologi digital, peningkatan kompetensi tenaga pendidik, dan evaluasi kualitas lulusan.
  3. Dorongan untuk Inovasi: Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin mendorong PTS untuk berinovasi dalam menyediakan layanan pendidikan yang lebih berkualitas. Dorongan ini dapat meliputi pengembangan program-program pendidikan yang baru dan inovatif, kolaborasi dengan industri untuk meningkatkan relevansi kurikulum, serta penerapan teknologi terkini dalam proses pembelajaran.
  4. Peningkatan Akuntabilitas: Dengan adanya Permendikbudristek No. 53/2023, PTS dapat lebih akuntabel atas kualitas penyelenggaraan pendidikan mereka. Melalui proses evaluasi dan akreditasi yang lebih ketat, PTS akan didorong untuk secara aktif meningkatkan kualitas mereka agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Ini dapat membantu mengurangi disparitas kualitas antara PTS yang berkinerja baik dan yang masih tertinggal.

Meskipun demikian, efektivitas Permendikbudristek No. 53/2023 dalam mengatasi disparitas antara PTS akan tergantung pada implementasi yang tepat dan konsisten dari pemerintah serta keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk PTS, pemerintah, industri, dan masyarakat. Dengan kerja sama yang baik, Permendikbudristek No. 53/2023 memiliki potensi untuk menjadi terobosan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia secara keseluruhan.

Komunita: Upaya yang dipersiapkan dan dilakukan ARS University dalam mengoptimalkan Permendikbudristek tersebut untuk meraih mutu ?

Prof. Dr. Purwadhi: Mari kita bahas bagaimana ARS University mengoptimalkan Permendikbudristek No. 53/2023 dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tinggi, terutama menghadapi disparitas yang luas di antara perguruan tinggi swasta (PTS).

  1. Pengembangan Kurikulum yang Relevan: ARS University dapat memanfaatkan ketentuan Permendikbudristek No. 53/2023 sebagai panduan untuk mengembangkan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman dan tuntutan pasar kerja. Mereka dapat menyesuaikan kurikulum dengan memasukkan mata kuliah dan program studi yang memperhatikan perkembangan teknologi, kecerdasan buatan, dan kebutuhan industri tertentu.
  2. Investasi dalam Infrastruktur Digital: Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin memberikan arahan terkait standar infrastruktur digital yang harus dipenuhi oleh PTS. ARS University dapat mengoptimalkan investasi mereka dalam infrastruktur digital, termasuk akses internet cepat, pengembangan platform pembelajaran online, dan perangkat teknologi informasi yang mutakhir, untuk meningkatkan pengalaman pembelajaran mahasiswa.
  3. Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik: ARS University menggunakan Permendikbudristek No. 53/2023 sebagai dasar untuk mengembangkan program pelatihan dan pengembangan bagi tenaga pendidik mereka. Mereka dapat memberikan pelatihan terkait penggunaan teknologi dalam pembelajaran, serta memfasilitasi partisipasi tenaga pendidik dalam kegiatan riset dan pengembangan profesional untuk memperbarui pengetahuan mereka.
  4. Pengukuran dan Penilaian Kualitas: Permendikbudristek No. 53/2023 mungkin memberikan pedoman terkait pengukuran dan penilaian kualitas pendidikan tinggi. ARS University dapat menggunakan pedoman ini untuk mengevaluasi kinerja mereka secara berkala, baik dari segi akademik maupun administratif, dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan dan pendidikan yang mereka tawarkan.
  5. Kolaborasi dan Kemitraan: ARS University memanfaatkan Permendikbudristek No. 53/2023 sebagai dasar untuk membangun kemitraan dan kerjasama dengan institusi pendidikan lain, industri, dan pemangku kepentingan terkait. Melalui kolaborasi ini, mereka dapat saling bertukar pengetahuan, sumber daya, dan praktik terbaik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara bersama-sama.

Dengan melakukan langkah-langkah ini, ARS University dapat mengoptimalkan Permendikbudristek No. 53/2023 sebagai terobosan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi mereka, serta mengurangi disparitas yang ada di antara PTS.

Komunita: Persiapan terberat yang dihadapi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) dalam menyongsong implementasi Permendikbudristek No. 53/2023

Prof. Dr. Purwadhi: Persiapan terberat yang dihadapi perguruan tinggi swasta (PTS) dalam menyongsong implementasi Permendikbudristek No. 53/2023 dalam waktu yang terbatas – hanya 2 tahun – meliputi beberapa aspek kunci berikut:

  1. Revisi Kurikulum: PTS perlu merevisi kurikulum mereka untuk memastikan bahwa mereka sesuai dengan ketentuan dan standar yang ditetapkan dalam Permendikbudristek No. 53/2023. Proses ini melibatkan identifikasi mata kuliah yang harus disesuaikan, integrasi elemen-elemen baru seperti teknologi digital, kecerdasan buatan, dan keterampilan yang relevan dengan Society 5.0, serta menyesuaikan metode pengajaran dan penilaian.
  2. Infrastruktur Digital: PTS harus memastikan bahwa infrastruktur digital mereka memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan tersebut. Ini termasuk memastikan akses internet yang cepat dan stabil, memperbarui sistem manajemen pembelajaran online, dan menyediakan perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi.
  3. Pengembangan Tenaga Pendidik: PTS perlu memberdayakan tenaga pendidik mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengajar dalam lingkungan pendidikan yang diperbaharui. Ini melibatkan pelatihan dan pengembangan bagi dosen-dosen untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang teknologi pendidikan, pedagogi modern, dan perkembangan terbaru dalam bidang studi mereka.
  4. Penyesuaian Administratif: PTS harus menyesuaikan proses administratif mereka sesuai dengan ketentuan Permendikbudristek No. 53/2023. Ini termasuk perubahan dalam pengelolaan data mahasiswa, penilaian kinerja akademik, pelaporan kepada otoritas pendidikan, dan prosedur akreditasi.
  5. Persiapan Mental dan Budaya: Implementasi perubahan besar seperti Permendikbudristek No. 53/2023 membutuhkan perubahan sikap dan budaya di PTS. Ini melibatkan penerimaan bahwa transformasi adalah suatu kebutuhan, motivasi untuk beradaptasi dengan perubahan, dan kolaborasi antara semua pihak terkait di dalam kampus.
  6. Manajemen Waktu dan Sumber Daya: Dengan batasan waktu hanya 2 tahun, PTS perlu mengelola sumber daya mereka secara efisien dan efektif. Ini termasuk alokasi anggaran yang memadai untuk proyek-proyek transformasi, pengaturan jadwal yang realistis untuk implementasi berbagai perubahan, dan pembentukan tim kerja yang terkoordinasi dengan baik.

Jadi persiapan terberat PTS dalam menyongsong implementasi Permendikbudristek No. 53/2023 dalam waktu yang terbatas akan terletak pada kemampuan mereka untuk mengelola berbagai aspek yang kompleks dan beragam dari perubahan tersebut dengan cepat dan efisien, sambil memastikan bahwa kualitas pendidikan tetap terjaga dan ditingkatkan.

Komunita: Saran untuk rekan-rekan PTS lainnya.

Prof. Dr. Purwadhi: Untuk rekan-rekan PTS lainnya yang juga menghadapi tantangan implementasi Permendikbudristek No. 53/2023 dalam waktu yang terbatas, saya ingin memberikan beberapa saran:

  1. Kolaborasi dan Berbagi Pengalaman: Buatlah jaringan kerja sama dengan PTS lainnya untuk berbagi pengalaman, ide, dan praktik terbaik dalam menyongsong implementasi Permendikbudristek. Kolaborasi ini dapat membantu mengatasi tantangan yang dihadapi secara bersama-sama dan mempercepat proses adaptasi.
  2. Prioritaskan Perubahan yang Penting: Identifikasi area-area kunci yang perlu disesuaikan sesuai dengan Permendikbudristek, seperti kurikulum, infrastruktur digital, dan pengembangan tenaga pendidik. Prioritaskan perubahan tersebut untuk memastikan bahwa sumber daya dan waktu digunakan secara efisien.
  3. Libatkan Stakeholder Secara Luas: Libatkan semua pihak terkait, termasuk dosen, mahasiswa, staf administrasi, dan pemangku kepentingan eksternal, dalam proses perubahan. Dukungan dan partisipasi dari semua pihak akan memperkuat kesuksesan implementasi Permendikbudristek.
  4. Adopsi Teknologi dengan Bijak: Manfaatkan teknologi dengan bijak untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran dan administrasi. Pilih solusi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial PTS, dan pastikan untuk memberikan pelatihan yang cukup kepada seluruh pemangku kepentingan.
  5. Fokus pada Peningkatan Mutu: Jadikan implementasi Permendikbudristek sebagai kesempatan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan. Berfokuslah pada upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, keterlibatan mahasiswa, dan kontribusi PTS terhadap masyarakat dan industri.
  6. Fleksibilitas dan Adaptabilitas: Berikan diri Anda dan tim Anda fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi selama proses implementasi. Jangan ragu untuk mengevaluasi dan menyesuaikan strategi Anda jika diperlukan agar sesuai dengan perkembangan terkini.
  7. Evaluasi dan Pembelajaran Berkelanjutan: Lakukan evaluasi secara berkala terhadap kemajuan implementasi dan dampak perubahan yang telah dilakukan. Gunakan hasil evaluasi ini sebagai dasar untuk melakukan perbaikan dan terus-menerus belajar dari pengalaman Anda.

Dengan memperhatikan saran-saran ini dan bekerja sama secara kolaboratif, saya yakin rekan-rekan PTS akan mampu menghadapi tantangan implementasi Permendikbudristek No. 53/2023 dengan lebih baik dan mencapai tujuan peningkatan kualitas pendidikan tinggi secara efektif. Semoga.

Editor: lili irahali

Keselarasan Kebijakan Akreditasi BAN PT Menuju Transformasi Mutu PTS

Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang mengafirmasi percepatan transformasi pendidikan tinggi menuju mutu, mau tidak mau beririsan dengan Kebijakan Akreditasi dari BAN PT. Permendikbudristek ini merupakan angin segar yang diharapkan memberikan energi baru dalam meningkatkan mutu dan kesehatan institusi pendidikan tinggi. Permendikbudristek tersebut mengubah dua hal: 1) standar nasional pendidikan tinggi, dan 2) sistem akreditasi pendidikan tinggi yang mengandung aspek otonomi akademik, serta akuntabilitas dan transparansi bagi perguruan tinggi. Walau tentunya dibutuhkan kecerdasan perguruan tinggi sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang mereka usung dalam menjalankan Tridharma (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) sebagai pengejawantahan fungsi perguruan tinggi dengan mengusung paradigma mutu.

 

Keselarasan dan Peraturan BAN PT tentang Akreditasi

Selaras dengan  Permendikbudristek No.  53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Majelis BAN – PT telah menerbitkan beberapa peraturan BAN-PT sebagai  kebijakan baru. BAN – PT sebagai salah satu bagian ekosistem pendidikan tinggi Indonesia berfungsi membantu Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam melaksanakan salah satu kewajiban perundangannya, yaitu penilaian mutu perguruan tinggi. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan badan evaluasi mandiri yang mempunyai tugas menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.

ABP PTSI Pusat melalui surat edarannya No.19-009/ABPPTS\/II/2024, tanggal 12 Februari 2024 perihal Kebijakan Akreditasi pasca diterbitkannya Permendikbudristek No. 53/2023 menyampaikan butir-butir penting kebijakan BAN – PT yang perlu dipahami Badan Penyelenggaran dan PTS dalam bertransformasi mutu tersebut. Hal-hal yang perlu dipahami sebagai berikut.

  1. Pembiayaan Akreditasi oleh LAM

Kemdikbudristek menanggung biaya LAM untuk melakukan: (1) akreditasi bagi Prodi sebagaimana dimaksud Pasal 77; (2) akreditasi  ulang bagi Prodi yang berstatus terakreditasi  sementara sebagaimana dimaksud Pasal 78, sesuai dengan standar biaya akreditasi yang ditetapkan oleh Kemdikbudristek.

  1. LAM menetapkan biaya untuk melakukan akreditasl ulang bagi Prodi yang:
  2. mengajukan status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud Pasal 82;
  3. diduga mengalami penurunan mutu sebagaimana dimaksud Pasal 83;
  4. status Akreditasi dari lembaga akreditasi  internasional  berakhir sebagaimana dimaksud

Pasal 87; dan

  1. mengajukan status terakreditasi secara internasional sebagaimana dimaksud Pasal 87.

CATATAN: tidak ada pungutan biaya untuk APS dan APT di BAN-PT.

  1. Masa Transisi

Sesuai Permendikbudristek No 53/2023 Pasal 96:

  1. pengelolaan dan penyelenggaraan PT wajib menyesuaikan dengan Permendikbudristek No. 53/2023 paling lama dua tahun sejak Permen ini diundangkan;
  2. peringkat akreditasi A: Unggul,  B:  Baik sekali dan C:  Baik dari  BAN-PT dan/atau LAM  yang masih berlaku  saat Permen ini  diundangkan,  peringkatnya tetap  berlaku hingga masa berlakunya selesai;
  3. instrumen dan tata cara akreditasi yang ditetapkan sebelum berlakunya Permen ini tetap digunakan BAN-PT dan LAM sampai dengan Permen ini  paling lama dua tahun sejak Permen ini diundangkan.
  4. Kewajiban Mengajukan Akreditasi

Khusus mengenai  mengajukan akreditasi,  merujuk pada Peraturan BAN-PT No.  11  Tahun 2023 tentang Kewajiban Mengajukan Akreditasi  bagi  PT dan/atau Prodi yang tidak terakreditasi dan/atau belum mengajukan Permohonan Akreditasi, yang pada intinya sebagaimana Pasal 2 berikut.

(1)  Perguruan  tinggi   dan/atau  program  studi   yang  tidak  terakreditasi   dan/atau  belum

mengajukan permohonan Akreditasi wajib mengajukan permohonan Akreditasi kepada BAN -PT dan/atau LAM sesuai  dengan kewenangan masing-masing paling lambat  18 Agustus 2024.

(2)  Perguruan tinggi dan/atau program studi  yang tidak mengajukan permohonan Akreditasi kepada BAN-PT dan/atau LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diberikan status tidak terakreditasi  oleh BAN-PT dan/atau LAM sesuai dengan kewenangan masing-masing dan dicabut izin penyelenggaraan perguruan tinggi atau program studinya oleh Menteri.

(3)  lnstrumen   Akreditasi    yang   digunakan   dalam   pengajuan   permohonan   akreditasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

  1. Peraturan BAN-PT No. 3/2019;
  2. Peraturan BAN-PT No. 5/2019; dan
  3. IAPS yang berlaku di tiap-tiap LAM sebelum adanya IAPS  baru yang disusun berdasarkan Permendikbudristek No. 53/2023.
  4. Peraturan BAN-PT No. 12 Tahun 2023 Pasal 4
  5. BAN-PT dan LAM sesuai kewenangan masing-masing menyusun instrumen Akreditasi serta menetapkannya paling lambat 31  Desember 2024.
  6. lnstrumen akreditasi mulai diberlakukan paling lama enam bulan setelah ditetapkan.
  7. Sebelum berlakunya instrumen APT dan APS yang sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Permendikbudristek No. 53/2023, maka: (1) BAN-PT masih melakukan PEPA untuk PT dan PS yang tidak termasuk dalam cakupan LAM; (2)  BAN-PT  masih  menerima  usulan  APT  menggunakan  instrumen   APT  3.0  dan  APS menggunakan instrumen APS 4.0 bagi PS yang tidak termasuk dalam cakupan LAM; (3)   Bagi PS yang termasuk dalam cakupan LAM,  PT wajib mengusulkan APS ke LAM bagi Prodi yang  akan  berakhir masa berlakunya dengan menggunakan instrumen  akreditasi  yang berlaku di LAM sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
  8. BAN-PT masih dapat menerima usulan konversi peringkat akreditasi paling lama sampai dengan 31 Desember 2024.
  9. Peraturan BAN-PT pasca – Permendikbudristek No. 53/2023

     Beberapa aturan berikut merupakan rujukan  dalam akreditasi.

  1. Per-BAN-PT No. 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 2 Tahun 2020 tentang lnstrumen Suplemen Konversi.
  2. Per-BAN-PT No. 9 Tahun 2023 tentang lnstrumen Pemenuhan Syarat Minimum Akreditasi Program Doktor Terapan.
  3. Per-BAN-PT No. 10 Tahun 2023 tentang Pelaporan Status Terakreditasi oleh Lembaga Akreditasi lnternasional yang dimiliki Program Studi.
  4. Per-BAN-PT No. 11 Tahun 2023 tentang Kewajiban Mengajukan Akreditasi Bagi Perguruan Tinggi dan/atau Program Studi  Yang Tidak Terakreditasi  dan/atau Belum Mengajukan Permohonan Akreditasi.
  5. Per-BAN-PT No. 12 Tahun 2023 tentang Mekanisme Penetapan dan Pemberlakuan lnstrumen Akreditasi.
  6. Per-BAN-PT No. 13 Tahun 2023 tentang Sistem Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi.
  7. Per-BAN-PT No. 14 Tahun 2023 tentang Kebijakan Penyusunan lnstrumen Akreditasi.
  8. Per-BAN-PT NO. 15  Tahun 2023 tentang Pedoman Penilaian Kelayakan Pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri.
  9. Per-BAN-PT No. 16 Tahun 2023 tentang lmplementasi  Mekanisme Automasi  pada Akreditasi Program Studi.

 

Sumber: Asosiasi BP PTSI Pusat

E-Magazine 38

0